PRESIDEN MINTA GUBERNUR NTT TERTIBKAN PERDA-PERDA

PRESIDEN MINTA GUBERNUR NTT TERTIBKAN PERDA-PERDA

Presiden Soeharto memberi petunjuk kepada Gubernur Nusa Tenggara Timur Dr. Ben Mboi agar menertibkan peraturan-peraturan daerah menyangkut pungutan retribusi yang rnengganggu kelancaran lalu lintas bahan pangan di daerah itu.

“Kami berjanji akan segera melaksanakan petunjuk itu”, kata Gubernur Ben Mboi kepada wartawan setelah ia melaporkan kepada Presiden di Bina Graha Jakarta hari Selasa.

Ia mengakui, biaya retribusi yang terlalu tinggi merupakan hambatan kelancaran lalu lintas bahan pangan di daerahnya, di samping kelemahan tata niaga pangan yang terlalu bergantung pada badan urusan Logistik (Bulog).

Presiden dalam kaitan itu mengatakan seyogyanya Koperasi Unit Desa dan Pusk, mampu mengambil peranan lebih besar dalam tata niaga pangan di daerah

Secara umum Gubernur NTT menggambarkan proteksi pangan di daerahnya meskipun ada beberapa kabupaten yang tidak mungkin mencukupi kebutuhan pangan karena keadaan airnya.

Untuk daerah-daerah itu termasuk Belu, Alor dan Flores Timur diupayakan peningkatan daya beli rakyat, antara lain dengan cara mengalihkan pola pertanian ke tanaman keras berumur panjang (misalnya kemiri) dan peternakan.

Gubernur melaporkan pula adanya 400 desa (dari 1.700 desa di NTT) yang berada di dalam kawasan hutan di antaranya sekitar 150 desa di kawasan hutan. lindung yang dikuatirkan merusak ekologi hutan tersebut.

“Luas kawasan hutan tinggal sekitar 15 persen dari seluruh luas daratan NTT. Sekarang ini sekitar 300.000 orang tinggal di hutan lindung dan hutan suaka alam”, kata Ben Mboi.

Sehubungan dengan itu Gubernur NTT mengajukan “lamaran” kepada pemerintah pusat agar beberapa kabupaten termasuk Ende, Sikka dan beberapa kabupaten di pulau Timor ditetapkan menjadi daerah pengirim transmigran.

Presiden menginstruksikan agar Gubernur NTT menghubungi Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (KLH) untuk melakukan penelitian mengenai masalah tersebut.

Buka Lahan Baru

Gubernur NTT juga mengemukakan masalah besarnya jumlah tenaga kerja dari Flores Timur yang pergi merantau mencari kerja ke Sabah (Malaysia Timur), sehingga bisa menimbulkan dampak negatif bagi pelaksanaan pembangunan daerah.

“Sekarang ini ada 20 sampai 25 ribu orang Flores bekerja di Sabah. Itu berarti setengah dari jumlah angkatan kerja laki-laki di kabupaten tersebut,” kata Gubernur.

Besarnya migrasi itu, menurut Ben Mboi, selain karena secara historis mereka sudah mengenal Malaysia Timur, juga karena di kampungnya mereka dalam setahun hanya punya kegiatan di bidang pertanian selama empat bulan (Desember-Maret), selebihnya mereka menganggur.

Sehubungan dengan itu Kepala Negara memberi petunjuk agar proyek padat karya gaya baru di Flores Timur (operasi Larantuka) diarahkan pada pembukaan lahan baru bagi tanaman berumur panjang, yang perlu perawatan sepanjang tahun.

“Dengan demikian rakyat setempat tidak terdorong merantau, karena tak lagi menganggur dan pendapatannya meningkat,” demikian Ben Mboi mengulang ucapan Presiden.

SlAP Cukup Besar

Ben Mboi juga mengakui, sisa anggaran pembangunan (SIAP) di daerahnya cukup besar (dari tahun 1981/82 sampai 1984/85 berjumlah Rp 60 miliar baik sektoral maupun inpres), akibat kurangnya kemampuan pelaksanaan proyek termasuk kontraktor.

Menanggapi hal itu Presiden menganjurkan agar gubernur mendorong pembentukan konsorsium di kalangan kontraktor setempat, sehingga kemampuan teknis dan keuangan mereka meningkat untuk dapat melaksanakan proyek-proyek pembangunan. (RA)

 

 

Jakarta, Antara

Sumber : ANTARA (21/05/1985)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VIII (1985-1986), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 49-51.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.