TIDAK ALON-ALON ASAL KELAKON DAN PENGABDIAN SARJANA UNTUK DESA
(Soal Sarjana Kembali Ke Desa, Keberhasilan Rehabilitasi dan Stabilisasi Ekonomi, Kebebasan Pers dan Kebebasan Mimbar)[1]
SABTU, 21 PEBRUARI Dies Natalis ke-20 Universitas Indonesia yang diselenggarakan pagi hari di Kampus Salemba, Jakarta, dihadiri oleh Presiden Soeharto. Dalam pidatonya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa pengabdian sarjana akan lebih besar artinya bilamana para sarjana mau bekerja di tengah-tengah rakyat desa. Pada bagian lain dari pidatonya Presiden membantah sementara anggapan yang mengatakan bahwa pemerintah berjalan alon-alon asal kelakon. Ia mengatakan bahwa hasil pembangunan yang dirasakan tidak hanya dengan hasil nyata di bidang rehabilitasi dan stabilisasi ekonomi saja, tetapi yang tidak kurang pentingnya dari itu ialah perubahan yang tidak terlihat secara fisik, tetapi jelas ada dan harus kita teruskan.
Yang tidak terlihat secara fisik itu diantaranya ialah kebebasan pers, kebebasan mengeluarkan pendapat dan suara, kebebasan mimbar di perguruan tinggi, yang selama bertahun-tahun sebelum 1966 tidak mungkin dilaksanakan. Jadi dalam waktu empat tahun ini kita melihat tidak benar pemerintah berjalan alon-alon asal kelakon, melainkan kita telah berbuat banyak.
Presiden menambahkan bahwa strategi nasional kita adalah pembangunan ekonomi, tumbuhnya demokrasi yang sehat, kuatnya kehidupan konstitusional, dan tegaknya hukum. Sasaran dan jalan inilah yang telah kita tetapkan bersama dalam perjuangan Orde Baru yang telah kita rintis sejak tahun 1966. Apabila kita teliti, demikian kata Presiden, penentuan sasaran dan pemilihan ini merupakan sikap dan cara berfikir yang fundamental jika dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa perombakan itu adalah langkah-langkah yang radikal, walaupun kita tidak menggunakan cara-cara radikalisme, amuk-amukan atau revolusioner-revolusineran.
[1] Dikutip Langsung dari Buku Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1968-23 Maret 1973