Presiden Soeharto Meresmikan Pasar Klewer Solo[1]
RABU, 9 Juni 1971, Setelah meresmikan tugu monumen Sri Mangkunegoro I di makam raja-raja di Mangadeg, siang ini di Surakarta Presiden Soeharto meremikan Pasar Klewer yang baru saja selesai pembangunannya. Memberikan amanat tanpa teks pada peresmian itu, Presiden antara lain menanggapi lontaran-lontaran yang ada dalam masyarakat sekarang ini. Dikatakannya masih ada sementara pemimpin yang menyuarakan bahwa mereka akan berjihad jika pemilihan umum nanti tidak dimenangkan. Menanggapi hal itu, Jenderal Soeharto mengatakan bahwa “saya peringatkan dari sekarang bahwa pemerintah dan angkatan bersenjata akan menghadapi maksud dari suara tersebut bersama-sama rakyat”. Disamping tidak dapat mengerti bahwa masih ada pemimpin-pemimpin yang bersikap demikian, Presiden juga mengatakan bahwa ia menilai ucapan itu sebagai usaha untuk mengundang kekacauan dan pemberontakan. Kepada pemimpin-pemimpin itu Presiden menyerahkan agar lebih sabar dan tidak menghasut rakyat.
Masalah lain yang juga ditanggapi oleh Presiden pada kesempatan itu adalah menyangkut pelaksanaan pembangunan. Dalam hubungan ini Presiden mengungkapkan keyakinan akan berhasilnya usaha-usaha pembangunan yang dewasa ini tengah berlangsung. Untuk keberhasilan pembangunan itu Presiden mengharapkan adanya keamanan, persatuan dan kesatuan. Disinggung pula soal kredit-kredit yang diterima oleh Indonesia. Tentang kredit ditegaskannya bahwa semua kredit digunakan untuk pembiayaan pembangunan, dan tidak ada yang digunakan untuk pembelian senjata, pembangunan proyek-proyek mercusuar atau keperluan rutin. Juga ditegaskannya bahwa hasil-hasil dari berbagai bidang usaha seperti kehutanan, pertambangan, dan lain sebagainya, memberikan jaminan bahwa segala hutang yang dibuat Indonesia akan dapat dibayar kembali.
Selanjutnya dikatakan bahwa masyarakat adil dan makmur hanya bisa terwujud bilamana kita melakukan serangkaian pembangunan di segala bidang. Menurut keyakinannya, masyarakat adil dan makmur itu benar-benar akan berbentuk bilamana kita membangun dan mengembangkan industri dan pertanian yang seimbang.
Untuk sampai pada tujuan itu, kita memerlukan waktu bertahun-tahun dengan melaksanakan pembangunan secara bertahap. Sebab, mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila tidaklah mungkin hanya dengan melaksanakan satu Pelita saja. Masyarakat adil dan makmur tidak akan jatuh dari langit, ia harus diperjuangkan melalui pembangunan secara bertahap, dan diperlukan landasan yang kuat yaitu industri yang didukung oleh pertanian yang kuat.
Pembangunan dalam pertanian tidaklah terlalu amat sulit karena beberapa prasarana telah kita miliki. Akan tetapi, untuk melaksanakan pembangunan industri, banyak prasarana yang belum kita punyai.
Untuk membangun industri, kita mutlak memerlukan modal yang tidak hanya rupiah, melainkan devisa untuk memasukkan mesin-mesin dan barang modal lainnya. Disamping itu kita juga memerlukan skill. Tanpa semua itu, kita tidak akan bisa mengembangkan industri. Selain itu kita juga harus menguasai teknologi.
Setelah itu apalagi yang harus kita lakukan?. Tahapan berikutnya ialah, sambil menyempurnakan industri yang mendukung pertanian itu, kita harus segera membangun industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku industri. Untuk itu sekali lagi kita memerlukan modal guna mengolah pasir besi menjadi besi baja, mengolah bauksit menjadi alumuniaum, dan lain sebagainya.
Setelah kita mengubah bahan mentah menjadi bahan baku industri, tahapan berikutnya ialah kita harus mendirikan industri yang bahan bakunya telah kita sediakan menjadi barang jadi. Dalam tahap berikutnya lagi, kita akan mengembangkan industri yang sanggup membuat mesin-mesin guna menjamin kelangsungan industri yang sudah ada dan membuat industri yang baru.
Begitulah kita memerlukan tahapan-tahapan itu. Kalau setiap tahap kita memerlukan waktu lima tahun, maka untuk lima tahap kita memerlukan waktu 25 tahun. Dalam waktu sepanjang itu, kita baru akan sampai pada landasan yang penting, yaitu perkembangan industri dan industri yang seimbang. Pada waktu itu barulah ada jaminan untuk memulai mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Dikatakan pula oleh Presiden bahwa ada tiga unsur pokok yang mewakili rakyat dalam kehidupan ekonomi kita. Ketiganya adalah unsur produsen, konsumen dan pemberi jasa. Ketiga unsur ini harus bekerja sama dengan sebaik-baiknya dengan berpegang pada prinsip “mengangkat derajat rakyat sebagai produsen, dan melindungi rakyat sebagai konsumen”.
Akhirnya Presiden mengajak rakyat untuk memperbesar pengabdian, kepada kepentingan umum, negara dan bangsa. Ia menunjuk pada kata-kata yang tertulis pada tugu monumen Sri Mangkunegoro I, di Magadeg, yaitu “Tri Dharma” (tiga pengabdian) : rumangsa melu handarbeni (merasa turut memiliki), wajib melu hangrungkebi (wajib ikut membela dan memelihara), dan mulat sarira hangrasawani (berani menginstropeksi diri sendiri). tidak ada jeleknya kita berpegang pada falsafah itu dalam memperbesar rasa pengabdian kita pada bangsa dan negara Republik Indonesia, yang kita proklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, yang bercita-cita mewujudkan masyarakat adil dan makmur. (AFR).
[1] Dikutip langsung dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1968-23 Maret 1973”, hal 335-336. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003.