Presiden Soeharto Ajak Bangsa Indonesia Pegang Jiwa Agama
Pembangunan Hendaknya Tetap Berakar Pada Kepribadian Bangsa[1]
JUM’AT, 17 SEPTEMBER 1971 Pada peringatan Isra’ Mi’raj di Istana Negara malam ini. Presiden mengajak segenap bangsa Indonesia untuk berpegang kepada “jiwa” ajaran agamanya masing-masing, yaitu pembangunan masyarakat yang telah dirintis baik oleh Nabi Muhammad SAW maupun nabi-nabi sebelumnya. Menurut Presiden, selama ini kita sering terlupa akan bagian penting dari ajaran agama itu, yakni “isi” dan “jiwa” ajaran agama kita. Malahan tidak jarang kita terseret dalam perselisihan-perselisihan hangat mengenai “kulit” atau “baju luar”-nya saja. Oleh karena itu kita harus kembali berpegang pada “jiwa” ajaran agama kita.
Presiden juga mengatakan bahwa pembangunan masyarakat hendaknya tetap berakar dalam kepribadian bangsa sendiri, dan dapat memberikan kebahagiaan kepada seluruh bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Dalam hubungan ini ditegaskannya bahwa dalam pembangunan bangsa, ajaran-ajaran agama tidak hanya menjadi kekuatan yang mendorong pembangunan; akan tetapi justru kemajuan di bidang keagamaan itu sendiri menjadi salah satu tujuan dari pembangunan. Sebab, yang kita inginkan adalah kesejahteraan lahir dan batin; demikiah Presiden. (AFR).
[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1968-23 Maret 1973”, hal 367-368. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003.