Presiden Soeharto: Wartawan Harus Jaga Martabat Kebebasan Pers
(Pers Yang Bebas dan Bertanggung Jawab Perkokoh Stabilitas Nasional)[1]
RABU, 26 MARETÂ 1975, Presiden Soeharto hari ini memperingatkan dunia pers Indonesia bahwa mereka sendirilah yang pertama-tama bertanggungjawab memelihara martabat kebebasan pers dan tidak membiarkan kebebasan itu tergelincir menjadi kebebasan tanpa tanggungjawab. Lebih-lebih karena dorongan pertimbangan-pertimbangan komersil dan kepentingan golongan. Demikian pokok pikiran yang disampaikan oleh Kepala Negara dalam pertemuan dengan pimpinan PWI beserta para peserta Pertemuan Pemimpin Redaksi dengan PWI seluruh Indonesia hari ini di Istana Negara.
Kepada peserta pertemuan yang berjumlah lebih dari 200 orang itu, Kepala Negara mengingatkan bahwa pers yang bebas dan bertanggungjawab akan memperkokoh perkembangan stabilitas nasional yang dinamis, tumbuhnya kreatifitas dan mekarnya demokrasi yang sehat, yang mana semua itu merupakan unsur-unsur penting bagi pembangunan. Tidak ada sedikitpun keraguan diantara kita bahwa yang hendak dikembangkan bagi masyarakat demokratis adalah hak untuk berbeda pendapat, juga berbeda pendapat dengan pemerintah. Namun demikian, diingatkannya pula, perbedaan pendapat harus disertai dengan jalan keluar yang baik, sedangkan usaha untuk melaksanakan pendapat yang berbeda harus dilakukan dengan cara-cara yang demokratis berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945.
Setelah bertemu dengan pengurus PWI dan pemimpin-pemimpin redaksi, Presiden Soeharto memanggil Menteri Negara Ekuin/Ketua Bappenas Widjojo Nitisastro, Menteri PAN Sumarlin, Gubernur Bank Central Rachmat Saleh, dan Menteri/Sekretaris Negara Sudharmono, untuk menghadapnya di Istana Merdeka. Dalam pertemuan yang berlangsung mulai pukul 11.00 itu telah dibahas persiapan-persiapan delegasi Indonesia yang akan menghadiri sidang IGGI di Negeri Belanda bulan ini. Diputuskan dalam pertemuan itu bahwa menyangkut pinjaman, Indonesia akan mengutamakan pinjaman untuk proyek-proyek pembangunan, yang komposisinya lebih besar untuk proyek pembangunan daripada devisa kredit.
Sore ini Presiden Soeharto meninggalkan Jakarta menuju Palembang dalam rangka kunjungan kerja selama dua hari di Sumatera Selatan dan Jambi. Setiba di Palembang sore ini, Presiden Soeharto meresmikan proyek PLTU yang dibangun di daerah Kramasan dengan bantuan pemerintah Yugoslavia. Menyambut peresmian PLTU ini, Kepala Negara mengatakan bahwa penyediaan dan penggunaan tenaga listrik merupakan salah satu ukuran dari tingkat kesejahteraan dan kemajuan ekonomi suatu masyarakat. Makin banyak penggunaan tenaga listrik dapat menjadi petunjuk penting bagi makin cepatnya pembangunan dan makin naiknya tingkat kehidupan masyarakat. Diharapkan oleh Presiden bahwa dengan selesainya proyek listrik di Palembang ini. Kelancaran penyedian listrik di daerah ini menjadi lebih terjamin. (AFR)