Presiden Soeharto: Indonesia-Yugoslavia Ingin Menjadi Tuan di Negerinya Sendiri[1]
SELASA, 01 Juli 1975, Pukul 12.30 waktu setempat, Presiden Soeharto dan rombongan tiba di Brioni, Yugoslavia. Terletak di tepi Laut Adriatik, Brioni adalah sebuah pulau tempat peristirahatan Presiden Josef Broz Tito. Di dermaga Brioni Presiden dan Ibu Soeharto disambut oleh Presiden dan Nyonya Tito, Perdana Menteri Bijedic serta pejabat-pejabat tinggi negara itu.
Sore itu Presiden Soeharto mengadakan pembicaraan resmi dengan Presiden Tito. Selain saling bertukar informasi mengenai perkembangan di negara masing-masing dan hubungan antara kedua negara, dalam pembicaraan tersebut kedua pemimpin membahas situasi di Asia Tenggara. Kepada Presiden Tito, Presiden Soeharto menyatakan kepuasannya atas kesempatan yang diperolehnya untuk mempelajari pengalaman bangsa Yugoslavia di dalam melaksanakan pembangunan negaranya. Pengalaman Yugoslavia, demikian ditegaskan Presiden Soeharto, akan sangat berguna bagi usaha peningkatan pembangunan Indonesia.
Di Brioni malam ini Presiden dan Nyonya Tito menyelenggarakan jamuan makan kenegaraan untuk menghormarti kunjungan Presiden dan Ibu Soeharto di Yugoslavia. Dalam ucapan selamat datangnya, Presiden Tito mengatakan bahwa kunjungan Presiden Soeharto itu bertepatan dengan sedang berlangsungnya perubahan-perubahan penting seperti yang terjadi di Asia dan Afrika. Ia menyatakan keyakinannya bahwa pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan dengan Presiden Soeharto akan menuntut diperluasnya hubungan antara kedua negara, yang telah berkembang selama lebih dari dua dasawarsa dan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip non-blok.
Menyambut pidato Kepala Negara Yugoslavia itu, Presiden Soeharto mengatakan bahwa Indonesia dan Yugoslavia sama-sama ingin menjadi tuan di negerinya sendiri dan menghormati kedaulatan dan hak tetangga-tetangganya dalam membangun masa depan mereka sesuai dengan cita-cita mereka sendiri. Menurut Presiden Soeharto, disitulah sebenarnya terletak kekuatan kita masing-masing untuk bertahan terhadap segala tarikan dan tekanan dari kiri ataupun kanan, baik yang halus maupun keras. Dari sini pula lahir keyakinan kita akan garis kebenaran yang kita perjuangkan dalam Gerakan Non-Blok. Demikian Presiden Soeharto. (AFR).
[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973-23 Maret 1978“, hal 263. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin, diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta tahun 2003.