1975-07-15 Presiden Soeharto Buka Sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi

Presiden Soeharto Buka Sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi

(Bahas Laporan Hasil Kunjungan Ke Luar Negeri)[1]

SELASA, 15 Juli 1975 Tepat pukul 10.00 pagi ini Presiden Soeharto membuka sidang Dewan Stabilisasi Ekonomi Nasional di Bina Graha. Sidang pagi ini antara lain mendengarkan penjelasan Menteri Negara Ekuin Widjoyo Nitisastro tentang hasil-hasil di bidang ekonomi yang dicapai Indonesia dari Kunjungan Presiden Soeharto dan rombongan ke beberapa negara pada akhir Juni hingga awal Juli yang lalu.

Hasil yang dicapai di Iran adalah berupa kesepakatan Iran untuk meningkatkan hubungan perdagangan langsung antara kedua negara. Dalam kaitan ini Indonesia akan mengambil langkah-langkah lebih lanjut, yaitu dengan mengirimkan misi perdagangan ke negeri yang dipimpin Shah Iran itu.

Di Yugoslavia, Indonesia berhasil memperoleh dukungan Presiden Tito untuk pembangunan beberapa proyek. Pihak Yugoslavia telah menyatakan kesediaan untuk membantu pembangunan proyek listrik dengan biaya sebesar US$80 juta dan pengembangan proyek alat berat PT Barata yang akan menghabiskan biaya sebsar US$45 juta. Selain itu Yugoslavia telah pula menyepakati untuk memberikan bantuan peralatan bagi Departemen PUTL senilai US$30 juta.

Sementara itu pemerintah Kanada akan memberikan pinjaman melalui Canadian International Development Agency (CIDA) sebesar C$40 juta. Selain itu pemerintah Kanada juga menyetujui untuk memberikan tambahan pinjaman CIDA sebesar C$25 juta, dan melalui bank-bank komersil sebanyak C$175 juta.

Dari Amerika Serikat, Indonesia akan memperoleh pinjaman lunak sebesar US$50 juta melalui USAID. Bank Exim Amerika Serikat juga akan menyediakan pinjaman sebesar US$200 juta; pinjaman dalam jumlah yang sama juga akan disediakan oleh bank-bank komersiil lainnya.

Pemerintah Jepang telah menyetujui untuk membantu proyek Asahan sebesar US$870 juta, dengan pengertian bahwa 30% dari jumlah tersebut merupakan modal saham, sedangkan 70% sisanya merupakan modal pinjaman. Modal saham yang diikutsertakan Jepang dalam proyek ini merupakan 75% dari keseluruhan saham, sementara sisanya yang 25% dimiliki pemerintah Indonesia. Disamping itu, Jepang juga akan memberikan pinjaman lunak sebesar US$140 juta melalui OECF dalam rangka pengembangan waduk Wlingi, proyek listrik di Gresik, proyek transmisi dan distribusi listrik dan perkapalan. Juga disepakati untuk membangun terminal minyak bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat. (AFR).



[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973-23 Maret 1978“, hal 266-267. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin, diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta tahun 2003.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.