Presiden Soeharto Sampaikan Pidato Kenegaraan Tahun 1975[1]
SABTU, 16 AGUSTUS 1975. Presiden Soeharto pagi ini menyampaikan pidato kenegaraannya di depan sidang pleno DPRGR, dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan RI. Diantara topik-topik yang disinggung oleh Kepala Negara, masalah Timor Portugis mendapat sorotan yang cukup panjang, terutama karena menonjolnya masalah nasib koloni Portugis itu dalam bulan-bulan terakhir ini. Dikatakan oleh Presiden bahwa Indonesia membuka pintu bagi integrasi Timor Portugis kedalam Republik Indonesia apabila hal itu dikehendaki oleh rakyatnya. Namun ditegaskannya bahwa kita tidak mempunyai ambisi teritorial, karena Indonesia selalu menghindari penindasan dan perebutan wilayah negara lain.
Di bagian lain pidatonya, Kepala Negara menguraikan secara panjang lebar mengenai perkembangan idiologi negara, Pancasila, termasuk penjabarannya. Khusus menyangkut penjabaran Pancasila, Presiden Soeharto mengatakan bahwa pemerintah telah mengajak masyarakat luas, universitas, Angkatan 45, KNPI, dan lain-lain untuk mengusahakan rumusan-rumusan penjabaran Pancasila yang sederhana dan mudah dimengerti, agar mudah dihayati dan diresapi oleh rakyat Indonesia. Ditekankannya bahwa dengan meresapnya Pancasila dalam setiap diri orang Indonesia, maka akan semakin kita yakini kebenarannya sebagai nilai-bilai luhur yang memberi kebahagiaan hidup. Dengan makin kuatnya keyakinan kita terhadap nilai-nilai luhur itu, maka akan semakin kuat tekad kita untuk mempertahankan dan mewujudkannya.
Masih berkaitan dengan usaha kita untuk mempertahankan Pancasila, Kepala Negara memperingatkan tentang adanya negara lain yang terus menerus melindungi bekas tokoh atau yang terang-terangan menyokong bangkitnya kembali PKI di Indonesia. Ditegaskannya bahwa tindakan tersebut dapat kita anggap sebagai tindakan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia. Dalam rangka inilah kita lihat mengapa sampai sekarang hubungan diplomatik kita dengan RRC masih sulit untuk dicairkan. Kembali diingatkan oleh Presiden, bahwa kita menghendaki dan melarang adanya partai komunis di bumi Indonesia, karena PKI telah dua kali memberontak dan bertujuan mengubah Pancasila dengan kekerasan.
Selanjutnya, sehubungan dengan berakhirnya peperangan di Indo-Cina baru-baru ini, Presiden Soeharto mengatakan bahwa kita mengharapkan dan ikut berusaha agar berakhirnya peperangan di sana sekaligus merupakan kesempatan baru bagi bangsa-bangsa di kawasan ini untuk memelihara stabilitas dan membangun bagi kesejahteraan rakyat masing-masing. Dalam kaitannya ini dikatakannya bahwa sejak semula politik luar negeri Indonesia adalah bebas dan aktif yang menolak adanya pakta-pakta militer. Berdasarkan politik luar negeri yang bebas aktif itu, kita lakukan apa yang kita anggap baik tanpa begitu saja mengekor apa yang dilakukan oleh negara lain. Moral Pancasilalah yang membimbing politik luar negeri kita yang bebas aktif itu. Demikian antara lain yang dikatakan Presiden. (AFR).
[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973-23 Maret 1978”, hal 276-278. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta, Tahun 2003.