Presiden Soeharto Resmikan Pabrik Sawit di Medan dan Pelabuhan Krueng Raya
(Tingkah Laku Perorangan Dan Golongan Tidak Boleh Menganggu Persatuan Dan Kesatuan)[1]
SENIN, 4 April 1977, Presiden Soeharto di Adolina, Sumatera Utara, pagi ini meresmikan pabrik minyak sawit milik PNP Tnjowan dan PTP Pagar Merbau. Kawasan ini meliputi pabrik Fraksional dan refinasi minyak sawit Adolina serta Sekolah Pembangunan/Pusat Latihan Pegawai.
Dalam pidatonya pada acara pembukaan kedua pabrik ini, Presiden Soeharto menyatakan bahwa pabrik-pabrik minyak sawit dan sekolah-sekolah bidang pertanian sangat penting. Oleh karenanya pembangunan pabrik-pabrik di perusahaan-perusahaan perkebunan milik Negara ini merupakan langkah maju dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional kita. Selanjutnya dikatakan oleh Kepala Negara bahwa perusahaan-perusahaan milik Negara mengemban tugas ganda dalam rangka mengelola kekayaan bumi kita dan meningkatkan penghasilan bagi Negara. Pertama-tama perkebunan Negara bertugas memelopori pengembangan industri pengolahan hasil perkebunan seperti pabrik kelapa sawit ini, industri gula, teh dan lain sebagainya. Disamping itu, kepada perkebunan-perkebunan Negara diletakkan pula tanggung jawab untuk turut mendorong perkembangan perkebunan rakyat. Sehubungan dengan ini perusahaan Negara harus menjadi pusat untuk pelaksanaan intensifikasi usaha perkebunan rakyat yang ada disekitar perkebunan Negara, dengan melaksanakan pembinaan budi-daya, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan rakyat. Dengan demikian usaha perkebunan Negara tidak mematikan usaha perkebunan rakyat.
Presiden Soeharto dan rombongan yang tiba di Medan kemarin pagi untuk menemukan proyek-proyek pertanian di Sumatera Utara, hari ini akan meresmikan Pelabuhan Krueng Raya di Banda Aceh. Besok pagi Presiden Soeharto dan rombongan akan berangkat dari Banda Aceh menuju Penang, Malaysia, untuk mengadakan pembicaraan tidak resmi dengan Perdana Menteri Malaysia.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan 350 orang alim ulama seluruh Aceh di Pendopo Gubernuran Aceh malam ini. Dalam pertemuan itu, Presiden Soeharto mengemukakan sebaiknya kita mengingatkan semua pihak agar jangan sampai tingkah laku seseorang atau golongan dapat merusak persatuan dan kesatuan nasional yang akibatnya mengganggu stabilitas nasional dan kemudian mengganggu jalannya pembangunan. Juga disinggung oleh Presiden Soeharto tentang usaha-usaha pemerataan pembangunan dengan memberikan berbagai bantuan seperti Inpres. Ia juga menguraikan banyaknya gedung-gedung sekolah dan guru-guru untuk itu. Dalam hubungan ini Presiden Soeharto mengatakan bahwa ia tidak bisa mengerti apa yang diutarakan oleh “Gerakan Anti Kebodohan” yang menyinggung kurangnya perhatian pemerintah di bidang pendidikan. Presiden Soeharto membantah adanya usaha-usaha yang menghalangi pengembangan dan pembinaan bidang agama oleh pemerintah. Dinyatakannya bahwa pemerintah malah akan membantu pembangunan dan pembinaan bidang tersebut, sesuai dengan UUD 1945. (AFR)