Tinggalkan Emirat Arab, Presiden Soeharto Menuju Bahrain dan Suriah[1]
SABTU, 15 OKTOBER 1977 Presiden Soeharto mengadakan peninjauan singkat keliling kota Abu Dhabi sebelum meninggalkan Ibukota Emirat Arab itu pagi ini. Dalam peninjauan itu, Presiden didampingi oleh Presiden Emirat Arab, Sheikh Zayet. Setelah mengadakan peninjauan ini, kedua pemimpin mengeluarkan pernyataan bersama hasil pembicaraan kedua belah pihak.
Dalam pernyataan bersama itu disepakati untuk meningkatkan hubungan bilateral di segala bidang terutama dalam bidang ekonomi, perdagangan, perminyakan, investasi modal dan lain-lain. Pemerintah Emirat Arab menyatakan kesediannya untuk memberikan bantuan bagi proyek tenaga listrik di Jawa Barat.
Presiden Soeharto dan rombongan hari ini tiba di Bahrain. Setibanya di lapangan terbang negara itu, Presiden disambut dengan upacara kebesaran militer. Seusai upacara penyambutan itu, Presiden Soeharto beserta rombongan berangkat menuju istana, dimana kemudian dilakukan pembicaraan resmi antara kedua negara. Dalam pembicaraan itu, Presiden Soeharto dan Emir Bahrain didampingi oleh para menteri dari masing-masing pihak.
Hasil pertama dari pembicaraan itu ialah adanya dukungan Bahrain terhadap Indonesia dalam masalah Timor Timur. Sebagaimana diketahui, didalam forum PBB selama ini Bahrain selalu bersikap abstain mengenai persoalan Timor Timur. Perubahan sikap Bahrain ini terjadi setelah adanya penjelasan yang menyeluruh dari Presiden Soeharto atas perkembangan terakhir di Timor Timur. Dari penjelasan tersebut, Emir Bahrain berpendapat bahwa masalah Timor Timur adalah persoalan dalam negeri Indonesia sendiri.
Sore ini Presiden dan Ibu Soeharto beserta rombongan tiba di lapangan terbang internasional Damaskus. Di tangga pesawat, Presiden Soeharto dan Ibu Tien disambut oleh Presiden Suriah, Hafez al-Assad dan Nyonya. Kemudian Presiden Soeharto memeriksa barisan kehormatan dan diperkenalkan kepada para pemimpin negara dan pimpinan partai Baath yang berkuasa di Suriah, serta para penyambut lainnya. Masyarakat Indonesia di Damaskus turut mengelu-elukan kedatangan Presiden Soeharto.
Presiden Suriah dan Ny. Hafez Assad malam ini mengadakan jamuan makan kenegaraan untuk menghormati kunjungan Presiden dan Ibu Tien Soeharto. Memberikan sambutan pada jamuan makan malam ini, Presiden Soeharto antara lain mengemukakan bahwa Indonesia sejak semula dan untuk seterusnya di masa mendatang selalu mendukung perjuangan benar dari bangsa Arab dan Palestina dalam melawan agresi Israel dan komplotan Zionisme intemasional. Oleh karena itu Indonesia mengutuk kebijaksanaan politik yang dianut Israel yang berhubungan dengan masalah hukum dan peraturan yang menyangkut soal pemukiman penduduk Israel di wilayah Tepi Barat Sungai Yordan dan Jalur Gaza. Hal ini menurut Presiden Soeharto telah menimbulkan penghalang tambahan bagi usaha dan inisiatif perdamaian di Timur Tengah.
Sedangkan Presiden Hafez Assad dalam pidatonya mengatakan bahwa ia ingin sekali melihat ruang-lingkup hubungan antara kedua negara diperkokoh dan diperluas. Dikatakannya bahwa Suriah selalu mengikuti dengan penuh minat segala langkah dan usaha Indonesia dalam meningkatkan tingkat hidup bangsanya yang sangat bersahabat itu. Juga dikatakannya bahwa untuk hal itu kami selalu mendoakan agar apa yang dikerjakan tersebut berhasil. Menurutnya, rakyat Suriah sangat berbahagia dengan kunjungan Presiden Soeharto karena mereka menganggap rakyat Indonesia sebagai saudaranya sendiri dan memberikan rasa hormat terhadap mereka. (AFR).
[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 27 Maret 1973-23 Maret 1978”, hal 554-555. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta, Tahun 2003.