Presiden Soeharto Sampaikan Pidato Akhir Tahun[1]
MINGGU, 31 DESEMBER 1978, Malam ini Presiden Soeharto menyampaikan pidato akhir tahun 1978 melalui radio dan televisi. Setelah terlebih dahulu memberikan ucapan Selamat Tahun Baru, Presiden telah memberikan penilaiannya atas pencapaian bangsa Indonesia dalam tahun 1978 dan harapan-harapannya untuk tahun 1979.
Kepala Negara menilai tahun 1978 sebagai tahun yang penting, karena dalam tahun inilah berlangsungnya sidang umum MPR hasil.Pemilihan Umum 1977. Dikatakannya bahwa meskipun suasana menjelang dan selama berlangsungnya sidang umum MPR waktu itu terasa tegang dan memprihatinkan, namun sidang umum itu dapat terselenggara dan berakhir dengan tertib, sesuai dengan jadwal waktu yang ditentukan. Dan dengan hasil-hasil sidang umum MPR 1978 itu maka dalam Orde Baru ini kita telah dua kali berturut-turut melaksanakan mekanisme kepemimpinan nasional secara penuh menurut ketentuan UUD 1945, Dengan demikian makin nyatalah usaha kita untuk melaksanakan sendi-sendi UUD 1945, yaitu kehidupan konstitusional, demokratis dan berlandaskan hukum.
Sehubungan dengan sidang umum MPR, Presiden juga telah menyinggung mengenai Ketetapan MPR No. II/1978 tentang P4 atau Eka Prasetia Pancakarsa. Menurut Kepala Negara, Ketetapan ini merupakan babak baru dalam usaha kita semua untuk mewujudkan dan melestarikan Pancasila. Dengan P4 itu yang diputuskan oleh rakyat sendiri melalui MPR, kita telah dapat memiliki pedoman yang jelas dan sederhana untuk menghayati dan mengamalkan Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari. Ditegaskannya bahwa dengan P4 itu kita menyiapkan diri secara ideologis dan mental dalam melanjutkan tahap-tahap pembangunan berikutnya.
Keadaan ekonomi dalam tahun 1978 dinilai Presiden sebagai cukup baik. Sebagai petunjuk ia mengemukakan bahwa meskipun dalam masa paceklik, dewasa ini barang-barang kebutuhan pokok rakyat cukup tersedia dan harganya pun terjangkau oleh daya beli masyarakat luas. Stabilitas ekonomi dinilainya cukup membesarkan hati, karena dalam tahun takwim 1978 ini laju inflasi berada dibawah 7%. Cadangan devisa kita juga cukup, lebih besar dibandingkan dengan keadaan tahun-tahun sebelumnya.
Namun demikian, karena dalam melaksanakan Repelita III nanti diperkirakan kita menghadapi tantangan-tantangan ekonomi yang cukup berat, yang sulit diatasi apabila tidak diambil langkah-langkah sekarang, maka ekonomi kita tetap memerlukan langkah-langkah penyesuaian yang setepat-tepatnya agar dapat memiliki daya tahan yang makin kokoh, terutama dalam menghadapi perkembangan ekonomi dunia. Oleh karena itu Pemerintah telah mengambil langkah yang terkenal sebagai Kebijaksanaan 15 November: Inti kebijaksanaan ini ialah mengadakan penyesuaian nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing dengan tujuan untuk mendorong ekspor, menggairahkan produksi dalam negeri, dan memperluas kesempatan kerja.
Sehubungan dengan Kebijaksanaan 15 November itu, Presiden menyerukan kepada para pengusaha, produsen dan konsumen untuk mengambil manfaat yang maksimal dalam meningkatkan produksi, meningkatkan ekspor, mendorong kegairahan menggunakan produksi dalam negeri, memperlancar penyaluran barang-barang kebutuhan pokok, dan lain sebagainya. Hal-hal ini akan mudah dilakukan apabila kita masing-masing, dengan memahami kebijaksanaan tersebut, mau serta mampu mengendalikan diri dan kepentingan untuk memenuhi kewajiban sebagai makhluk sosial, sebagai warga negara dan warga masyarakat. Demikian Presiden. (WNR)
[1] Dikutip langsung dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 29 Maret 1978 – 11 Maret 1983”, hal 99. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003