1981-10-09 Perbincangan Resmi Presiden Soeharto-Julius Nyerere

Perbincangan Resmi Presiden Soeharto-Julius Nyerere[1]

 

JUM’AT, 9 OKTOBER 1981 Pukul 09.30 pagi ini, Presiden Soeharto dan Presiden Tanzania, Julius Nyerere, melakukan pembicaraan resmi di Istana Merdeka. Dalam pembicaraan pagi ini telah diadakan tukar menukar pandangan baik menyangkut masalah bilateral, termasuk kerjasama dalam bidang ekonomi dan teknik, maupun masalah-masalah internasional, seperti persoalan Afrika Selatan dan Timur Tengah. Presiden Soeharto telah menjelaskan kepada Presiden Nyerere tentang perkembangan Timor Timur. Berkenaan dengan hal ini Presiden Nyerere menyatakan dapat memahami pendirian Indonesia. Dibicaralcan pula mengenai  hubungan persahabatan antara kedua negara tersebut, tukar menukar pandangan baik masalah bilateral maupun internasional seperti masalah Afrika Selatan, Timur Tengah, dan kerjasama di bidang ekonomi dan tehnik.

Di Istana Negara malam ini, Presiden dan Ibu Soeharto menyelenggarakan jamuan santap malam untuk menghormati Presiden dan Nyonya Nyerere. Dalam pidato sambutannya, Presiden Soeharto mengatakan bahwa dengan kunjungan Presiden Nyerere ke Indonesia sekarang ini, kerjasama ekonomi dan sosial antara kedua negara akan dapat lebih ditingkatkan lagi demi kemajuan rakyat masing-masing, dan demi kuatnya barisan dunia ketiga. Dikatakan oleh Presiden Soeharto, jika Indonesia dan Tanzania dapat meningkatkan kerjasama dan meluaskan hubungan ekonomi yang erat, maka diyakininya bahwa kedua negara akan meraih kemajuan yang besar.

Sebelumnya Presiden telah berbicara panjang lebar mengenai pembangunan yang sedang berlangsung di Indonesia. Dikemukakannya bahwa Indonesia harus mengerahkan segala potensi alam dan manusia agar dapat meraih kemajuan-kemajuan yang diinginkan. Namun diakuinya bahwa masalah-masalah pembangunan yang dihadapi demikian besar, sehingga dipandang perlu untuk memanfaatkan sumber-sumber dana dari luar, dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan dan tanpa ikatan politik apapun. Dikatakan pula bahwa dana dan modal yang berasal dari luar itu, hanyalah merupakan pelengkap dan untuk mempercepat pembangunan Indonesia, agar bangsa ini segera mampu terus bergerak maju dengan kekuatan sendiri. (AFR)



[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 29 Maret 1978 – 11 Maret 1983”, hal 478. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta, Tahun 2003.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.