Presiden Soeharto Meresmikan 100 Pabrik Barang Jadi dan 124 Sentra Industri Rotan [1]
KAMIS, 11 AGUSTUS 1988 Sepanjang pagi sampai siang hari ini, Presiden Soeharto melakukan kunjungan kerja ke Jawa Timur. Setiba di desa Driyorejo, Gresik, Kepala Negara meresmikan proyek-proyek industri rotan, yaitu 100 pabrik barang jadi dan 124 sentra industri kecil barang jadi rotan yang tersebar di berbagai provisi. Pabrik barang jadi rotan tersebut berlokasi di Sumatera Utara sebanyak lima pabrik, empat di Sumatera Barat, dua di Sumatera Selatan, sembilan di DKI Jakarta, 37 di Jawa Barat, 13 di Jawa Timur, 25 di Kalimantan Selatan, dua Sulawesi Selatan, dan masing-masing sebuah di Lampung, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. Keseluruhan pabrik tersebut berorientasi kepada ekspor dengan perolehan devisa diharapkan mencapai US$250 juta per tahun. Pabrik-pabrik tersebut mempunyai kapasitas sebesar 95.000 ton dan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 35.900 orang.
Sedangkan sentra industri kecil dari rotan sebanyak 4.125 unit usaha juga telah memasuki program ekspor dengan nilai US$6,2 juta dan menyerap 20.351 orang. Investasi yang ditanam sebesar Rpl,2 miliar dan akan menghasilkan nilai produksi sebesar Rp23,38 miliar. Pada kesempatan ini Presiden juga meninjau pameran berbagai hasil industri dari rotan dan akhimya mengadakan dialog dengan para petani pengumpul, pengrajin, produsen dan eksportir yang bergerak dalam bidang rotan.
Memberikan sambutannya, Kepala Negara antara lain mengatakan bahwa peresmian ini merupakan babak baru dari industri rotan kita. Sebab, sebelum ini kita hanya mengekspor rotan mentah, belum diolah sama sekali atau masih merupakan barang setengah jadi. Dengan mengolah rotan mentah menjadi barang jadi, maka nilai tambahnya sangat besar. Ini berarti bahwa mengekspor barang jadi rotan akan menambah devisa negara yang sangat kita perlukan untuk memelihara gerak pembangunan.
Dalam rangka itulah, demikian Presiden, mengapa beberapa tahun yang lalu kita tidak lagi mengekspor kayu gelondongan. Yang kita ekspor adalah kekayaan hutan yang telah kita olah menjadi kayo lapis, barang perabotan rumah tangga, pulp, kertas, rayon, dan sebagainya. Demikian juga kita mengolah hasil-hasil pertanian dan perkebunan kita menjadi ban-ban mobil, sepatu, sarung tangan karet, bahan kimia, sabun, dan lain-lain.
Kembali ditegaskan oleh Kepala Negara bahwa untuk mendorong industri rotan, beberapa waktu yang lalu pemerintah telah melarang ekspor rotan mentah. Selanjutnya ia meminta perhatian semua pihak untuk meningkatkan penghasilan dan kesejahteraan petani pengumpul rotan, para pekerja dan pengrajin.
Sementara itu, dalam dialog dengan para pengrajin rotan di Kabupaten Gresik, Presiden Soeharto menegaskan bahwa pemerintah tidak mempunyai niat untuk mendirikan BUMN di bidang rotan. Ditegaskannya bahwa keterlibatan pemerintah dalam industri rotan cukup dengan menentukan kebijaksanaan dan peraturan saja.(DTS)
[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 21 Maret 1988 – 11 Maret 1993”, hal 60-61. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: Nazaruddin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003