1990: MENINGKATKAN DAYA TANGKAL
Jakarta, Suara Karya
DALAM pidato akhir tahun 1989, hari Minggu malam yang lalu, Presiden Soeharto mengajak seluruh rakyat untuk merenungkan apa yang telah dicapai selama satu tahun yang lalu serta apa yang harus dilakukan pada tahun 1990. Menurut Presiden, renungan terhadap pengalaman itu kita jadikan kekuatan untuk melanjutkan tugas yang akan bertambah besar dan tidak kalah beratnya dari tahun-tahun yang kita lewati.
Dalam kaitan itu Presiden menegaskan, pembangunan telah melahirkan berbagai tantangan dan kebutuhan baru, bahkan masalah baru. “Aspirasi dan kekuatan baru yang muncul itu merupakan dinamika kehidupan bermasyarakat. Yang penting, bagaimana kita menyalurkan semua aspirasi dan kekuatan baru itu agar menjadi kekuatan yang konstruktif untuk melanjutkan pembangunan. Bukan menjadi hambatan pembangunan, bukan memperlemah persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Presiden.
Presiden mengingatkan pula, diperkirakan abad ke-21 akan merupakan abad yang penuh dengan dinamika yang sangat cepat, terutama karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi. “Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu menghadapkan manusia kepada berbagai pilihan, bahkan persimpangan jalan. Dipertanyakan, apakah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa kebahagiaan atau justru mendatangkan kegelisahan batin dan kemerosotan nilai moral,” kata Presiden selanjutnya.
Presiden mengingatkan pula, diperkirakan abad ke-21 akan merupakan abad yang penuh dengan dinamika yang sangat cepat, terutama karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi. “Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu menghadapkan manusia kepada berbagai pilihan, bahkan persimpangan jalan. Dipertanyakan, apakah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa kebahagiaan atau justru mendatangkan kegelisahan batin dan kemerosotan nilai moral,” kata Presiden selanjutnya.
JIKA kita mau menyimak dan merenungkan dengan hati yang jujur dan pikiran jernih, apa yang berhasil dicapai bangsa ini sampai tahun terakhir dekade 1990-an boleh dikatakan merupakan kemajuan yang cukup spektakuler hila diukur dengan hambatan-hambatan yang menghadang, khususnya selama tahun-tahun Pelita IV.
Perkiraan-perkiraan pesimistik pada awal kita memasuki Pelita IV karena begitu beratnya hantaman resesi perekonomian dunia, terbukti dapat kita atasi dengan hasil yang boleh dikatakan di luar dugaan.
Malah, menjelang penutup tahun 1989 para pakar ekonomi Indonesia tampil dengan angka-angka laju pertumbuhan untuk tahun 1989, dan proyeksi untuk tahun 1990 yang cukup optimistik.
Dari berbagai data yang diperhitungkan dan diungkapkan para pakar ekonomi itu, termasuk pakar senior Prof Sumitro Djojo Hadikusumo, agaknya, tahun 1990 yang masuk ini dapat diharapkan akan membuka peluang yang makin luas bagi Indonesia untuk menapak dekade 1990-an dengan sikap yang makin mempertebal percaya diri.
NAMUN, bersamaan dengan kemajuan-kemajuan di bidang ekonomi yang membesarkan hati itu, agaknya, kita tidak boleh pula menutup mata terhadap berbagai kecenderungan sosiologis yang tercermin dari situasi Kamtibmas, seperti diungkapkan Kapolri Jenderal Pol. Mochammad Sanusi dalam jumpa pers akhir tahun, Jumat pekan lalu.
Menurut Kapolri, situasi Kamtibmas selama tahun 1989 cukup terkendali. Angka kejahatan turun 0,28 persen dibandingkan tahun 1988. Namun kejahatan bermotif ekonomi dominan, dan akan tetap dominan dalam tahun 1990. “0leh karena itu, kepada masyarakat diserukan agar terus meningkatkan kewaspadaan dan daya tangkal secara dini terhadap jenis-jenis kejahatan yang menurut perkiraan akan tetap dominan selama tahun 1990,”kata Kapolri.
Sosiologis kejahatan dalam bentuk apa pun tidak bisa dilepaskan dari perkembangan masyarakat. 0leh karena itu, tepat sekali sernan Kapolri agar masyarakat terns meningkatkan kewaspadaan dan daya tangkal secara dini. Sebab, dengan kemampuan yang terbatas, personil dan peralatan, Polri tidak akan mungkin menghadapi ancaman kejahatan sendirian tanpa masyarakat ikut menangkalnya.
BERBICARA tentang upaya untuk meningkatkan daya tangkal menghadapi ancaman bahaya apa pun, termasuk bahaya kejahatan yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat, tidak bisa dilepaskan pula dari sistem kemasyarakatan yang kita kembangkan.
Memang, tidak semua ancaman itu berasal dari dalam diri masyarakat itu sendiri, dan bisa pula datang dari luar. Namun, dengan terbinanya daya tangkal masyarakat sebagai produk yang dikembangkan melalui sistem yang dianut, ancaman yang berasal dari luar diri masyarakat akan mudah dipatahkan.
Filosofis konstitusional sistem kemasyarakatan Pancasila yang kita kembangkan sudah mengandung tatanan nilai dan norma yang mampu menciptakan daya tangkal itu. Coba simak dengan jernih dan teliti nilai dan norma-norma dasar yang terkandung dalam keseluruhan UUD 1945. Pembukaan dari batang tubuhnya. Setiap patah kata dan pasal-pasal UUD 1945 beserta penjelasannya, sarat dengan pokok pikiran dan ketentuan-ketentuan dasar yang menuntut diciptakannya daya tangkal bangsa ini guna menciptakan Masyarakat Pancasila.
Memang, terciptanya Masyarakat Pancasila merupakan proses panjang, tidak mungkin sekali jadi. Apalagi untuk itu diperlukan terobosan-terobosan mendasar guna mengikis sisa-sisa nilai dan norma-norma feodalistik guna mengembangkan kehidupan demokratis di hidang politik, ekonomi, sosial budaya seperti dituntut oleh UUD 1945.
NAMUN, untuk melaku an terobosan-terobosan yang kerangka acuan dasamya telah dituangkan dalam UUD 1945, diperlukan konsepsi-konsepsi dan perencanaan antar sektoral yang dalam pelaksanaan serta basil yang dicapai dalam masing-masing sektor, tidak saja saling menunjang, tetapi sekaligus juga saling memantapkan arah yang dituju.
Kalau diteliti dengan pikiran jernih lepas dari kepentingan subyektif perorangan dan golongan, gejala-gejala sosiologis yang tercermin dari berbagai kejahatan seperti diungkapkan Kapolri tadi, dan pelbagai peristiwa unjuk rasa yang mewarnai tahun 1989, akhirnya akan ditemukan bahwa semua itu adalah akibat dari kurang-seimbangnya laju pertumbuhan antar berbagai sektor dalam pembangunan.
Memang, dalam melaksanakan pembangunan nasional yang multi dimensi ini diperlukan prioritas-prioritas. Tetapi, apa pun alasannya, bijaksana sekali jika pemilihan prioritas tidak membuka peluang bagi muncul dan berkembangnya ketidakseimbangan yang pada gilirannya akan melahirkan ketidakserasian dan ketidakselarasan dalam semua bidang dan aspek kehidupan bangsa.
Sesuai dengan sistem nilai yang kita mantapkan melalui penataran-penataran P4,justru perikehidupan bangsa yang seimbang, serasi dan selaras: struktural, vertikal, horizontal, dan kultural, itulah yang menjadi kunci litama terwujudnya Masyarakat Pancasila.
Selama apa yang ditatarkan masih belurn sesuai dengan apa yang dialami masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, rasanya, pelbagai ancaman akan tetap menghadang, dan daya tangkal akan masih rawan. (SA)
Sumber: SUARAKARYA(02/0l/1990)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 6-10.