29 JAM PRESIDEN DAN NYONYA TIEN TEMPUH SURABAYA-JAKARTA [1]
“GOYANG … ya, goyang … ya ….”
Agak sedikit terkejut saat mendengar ungkapan sederhana itu. Apalagi, kalimat itu diungkapkan oleh Presiden Soeharto dengan spontan, sedikit berseloroh, sambil menggoyang-goyangkan badan seolah terombang-ambing ombak laut.
“Ini saya goyang, lho..” lanjut Presiden tersenyum dan berjalan sambil tetap menggoyangkan badan.
Nyonya Tien yang menyaksikan kejadian itu pun tersenyurn. Dan, Ibu Tien juga ikut menggoyangkan badan seiring irama ombak di lautan. Sambil terus menggoyangkan badan, Presiden dan Nyonya Tien Soeharto yang mengenakan busana batik sutera bernuansa biru muda, meninggalkan acara makan malam di ruang presentasi kapal Pal indo Jaya 500-1.
Suasana makan malam di hari Kamis (20/7) itu begitu berbeda dengan hari-hari biasa. Ceria, akrab, dan bersahabat. Seloroh spontan Presiden kepada para penyanyi Surabaya yang selalu mengiringi acara makan itu seolah meniadakan batas protokoler kepresidenan. Tak heran, bila usai makan malam, Presiden dan Nyonya Tien Soeharto langsung berfoto bersama para penyanyi.
Keceriaan itu pula yang mewarnai perjalanan laut Kepala Negara dengan kapal penumpang Palindo Jaya 500-1, karya asli putera-puteri bangsa Indonesia, dari Tanjungperak, Surabaya menuju Tanjungpriok, Jakarta. Perjalanan ini istimewa. Di sepanjang sejarah, untuk pertama kalinya, Presiden dan Nyonya berlayar begitu lama, 29 jam.
Apalagi, seperti diungkapkan Presiden, perjalanan tepat pada hari Jumat legi. Menurut Kepala Negara, Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, tanggal 17 Agustus 1945, juga pada hari Jumat legi. Makna Jumat Legi menjadi semakin berarti.
Menurut Presiden, dalam perhitungan kepercayaan Jawa, Jemuwah (Jumat) legimemberi makna tersendiri, karena merupakan hari wahyu ratu. Karena itu, sejak zaman Majapahit hingga Mataram, setiap pelantikan raja selalu dijatuhkan pada hari Jemuwah Legi.
TEPAT pukul 12.05, hari Kamis (20/7), kapal Palindo Jaya yang dinahkodai Kapten Ellias Christian (53), meninggalkan Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Suasana riuh mewarnai pintu gerbang pelabuhan. Kapal Palindo Jaya saling bersapa saat bertemu kapal penumpang Kerinci.
Seperti telah diperintahkan, seluruh penumpang kapal Kerinci keluar dan berdiri di geladak. Mereka melambai. Beberapa mencoba mengabadikan kapal Palindo Jaya yang membawa Presiden dan Nyonya Tien Soeharto, didampingi Menkeu Mar’ie Muhammad, Menristek BJ Habibie, Mendagri Yogie SM, Menpen Harmoko, Menhankam Edi Sudradjat, Menhub Dhanutirto, dan Pangab Jenderal TNI Feisal Tanjung.
Kapal melaju dengan tenang. Diiringi satuan keamanan
pimpinan Laksamana Pertama Ripa Gamhadi dalam bpal tanker KRI Arun, bersama tiga
kapal tempur dan patroli , KRI Singa, KRI Ajak, dan KRI Barakuda, satu penyapu ranjau,
KRI Pulau Rusa, satu destroyer escort/kawal perusak, KRI Sutanto, satufregat, KRI
Wiratno, satu LST (landing ship tank)
KRI Teluk Jakarta, dan satu helikopter. Dilengkapi dengan dua unit Pasukan Katak
(Paska) di atas kapal
Presiden mengawali perjalanan dengan sembahyang dzuhur di Mushola dek 5, disusul dengan istirahat siang. Sore hari dilewati dengan acara minurn teh dan menikmati tenggelamnya sang surya. Lalu, shalat Maghrib dan setelah itu shalat Isya dipimpin seorang perwira menengah TNI-AL, kemudian disusul dengan makan malam.
KEESOKAN harinya, Jumat pagi, Presiden dan Nyonya menyaksikan presentasi PT. PAL, dan meninjau kapal berbobot mati 400 dwt, panjang 74 meter, lebar 15,20 meter dengan lima kabin kelas I, enam kabin kelas II, dan kelas ekonomi yang bisa menampung 466 penumpang.
“Ini kelas ekonomi, Pak.” kata Menristek BJ Habibie yang langsung mendapat tanggapan serius dari Presiden, terutama masalah sarana dan fasilitas dikelas ekonomi.
Pukul 11.55, Presiden dan rombongan melakukan shalat jama untuk dzuhur dan asyar dipimpin Rektor IAIN Dr. Quraish Shihab MA. Pukul 13.15, Kepala Negara mendapat kehormatan dari satuan pengawal. Dengan sikap sempurna seorang prajurit, Presiden memberi hormat kepada para prajurit TNl-AL yang melewatinya.
Saat setiap kapal melakukan sailing pass (pelayaran kehormatan), seorang prajurit komlek (komunikasi dan elektronika) memberi tanda morse dengan lampu yang mengatakan “Dirgahayu Republik lndonesia”. Nyonya Tien yang semula berada di ruang nahkoda, langsung keluar dan menyaksikan sailing pass dengan teropong.
Sebelum itu, helikopter NB0-105 meninggalkan landasannya di tanker KRI Arun, dan melakukan hovering (berhenti terbang) di atas-kapal Palindo sekitar satu menit, menurunkan barang, yang ternyata Gabindo, biskuit khas TNI-AL dalam keadaan darurat. Presiden dan beberapa menteri lain mencicipi biskuit tersebut.
“Ayo foto bersama.” ajak Kepala Negara kepada para petugas jasa boga, sesaat sebelum kapal merapat di dermaga Komando Lintas Laut Militer (Kolinlamil), Tanjungpriok, Jakarta, Jumat (21/7) pukul 17.00.
“Yang laki-laki jongkok di bawah saja.” timpal Nyonya Tien sambil tersenyum. Adegan ini tentu saja memancing jepretan kamera.
Sebelum itu, secara khusus Menristek BJ Habibie membacakan sajak tentang Palindo Jaya. Sambil tertawa, ia mengatakan sajak itu karya Menpen Harmoko. Presiden Soeharto pun ikut tertawa.
“Terima kasih..” katanya.
Sumber : (22/07/1995)
________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 628-630.