Dilematis

Jakarta, 8 Juni 1999

Kepada

Yth. Bpk. H. Muhammad Soeharto

Ketua Dewan Pembina Golkar

Jl. Cendana No.8 Jakarta Pusat

DILEMATIS [1]

Assalamu’alaikum wr. wb.,

Dalam lindungan-Nya. Salam sejahtera kami sampaikan ke hadapan Bapak dan keluarga dengan iringan doa semoga Allah swt melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayah serta senantiasa dalam lindungan-Nya.

Kemudian daripada itu, sehubungan dengan pidato pengunduran diri Bapak dari jabatan Presiden Republik Indonesia pada hari Kamis 21 Mei 1998 dan menyerahkannya kepada Bapak B.J. Habibie, perkenankanlah kami menyampaikan hal-hal sebagai berikut:

  1. Haru dan bangga, begitulah yang menyelimuti perasaan kami sekeluarga saat mengikuti dan menyaksikan acara tersebut melalui pesawat televisi. Terasa mimpi kami mendengar pidato pengunduran diri Bapak tersebut.
  2. Mengikuti perkembangan situasi dalam kehidupan berbangsa dan bemegara di tanah air sejak awal Pebruari sampai dengan dibuatnya surat ini, baik di bidang politik, ekonomi, maupun hukum, sungguh sangat memprihatinkan.

Aksi unjuk rasa/keprihatinan yang awalnya dilakukan oleh sekelompok kecil mahasiswa berubah menjadi kerusuhan, perampokan, dan penjarahan massa yang berlangsung hampir di seluruh wilayah Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya. Aksi mahasiswa mencapai puncaknya tatkala mereka menduduki Gedung DPR/MPR.

Akibat kerusuhan, perampokan, dan penjarahan massal telah memperparah kondisi perekonomian Nasional.

Pembebasan tapol dan napol dalam beberapa pekan terakhir, seharusnya tidak dilakukan tergesa-gesa, karena apapun alasannya para tapol dan napol dikhawatirkan dapat menimbulkan persoalan baru bagi pemerintah sekarang ini, seperti tuntutan pembebasan tapol napol lainnya yang pada akhirnya pemerintah tidak memiliki kewibawaan.

  1. Istilah “reformasi total” dan KKN hampir dijumpai setiap hari dalam pemberitaan surat-surat kabar dan televisi dengan berbagai macam bentuknya. Tuntutan reformasi total dan penghapusan KKN, baik disadari atau tidak saat ini telah melampaui batas-batas kewajaran di samping telah melanggar hak asasi orang lain yang lebih luas, melanggar kebebasan setiap warga negara untuk berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dan sekaligus meningkatkan taraf hidupnya tanpa kecuali, dari mana dan anak siapa saja orang tersebut. Kebebasan berbicara/mengeluarkan pendapat pun haruslah memperhatikan sekaligus memikirkan akibat yang ditimbulkan dari hasil pembicaraannya atau pendapat itu. Dari beberapa peristiwa yang terjadi selama ini, kami melihat indikasi adanya usaha dari golongan/kelompok tertentu di dalam masyarakat yang memperoleh dukungan dari negara lain (dalam hal ini Amerika Serikat) untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa yang selama pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Bapak H. Muhammad Soeharto mengalami kemajuan yang cukup pesat, baik di bidang ekonomi yang ditandai dengan pertumbuhan rata-ratanya mencapai tidak kurang dari 7%, ditambah lagi dengan industri yang berteknologi tinggi, dan lainnya. Sebagai negara dengan penduduk nomor empat terpadat di dunia, sumber alam terbesar, dan ditambah dengan penganut agama Islam terbesar di dunia, sehingga lengkaplah Indonesia menjadi ancaman serius bagi Amerika.
  2. Pada dasarnya rakyat masih menghendaki Bapak untuk memimpin kembali Bangsa Indonesia sampai dengan tahun 2003. Hal ini tercermin dari hasil perolehan suara pada Pemilihan Umum 1997, dimana Golongan Karya meraih suara mayoritas +71 %. Karenanya pernyataan Bung Harmoko (saat itu sebagai Ketua Umum DPP Golkar), bahwa Golkar akan mencalonkan kembali Bapak H.Muhammad Soeharto sebagai Presiden untuk periode 1998 – 2003 sudah tepat, karena merupakan kehendak mayoritas meminta Presiden untuk mengundurkan diri, hal itu menurut kami dilakukan semata-mata untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan bersama.

Kami yakin dan percaya kalau pada saat itu Bapak Harmoko mendapat tekanan dari mahasiswa yang menduduki gedung MPR/DPR dan kemungkinan besar beliau dipaksa untuk melakukan jumpa pers, sehingga keluarlah pernyataan beliau sebagaimana telah diketahui bersama. Bisa dibayangkan apa jadinya bila Pak Harmoko tidak memenuhi tuntutan mahasiswa saat itu, karena melihat dan menyaksikan melalui televisi cara-cara mereka menduduki gedung MPR/DPR, jelas sekali nafsu syetan telah merasuk ke dalam jiwa mereka. Dilematis memang posisi Pak Harmoko saat itu. Begitulah kira-kira apa yang dapat kami tangkap dari kejadian hari itu.

Sebagian kekuatan terbesar, Golongan Karya tentunya sudah siap di dalam menghadapi berbagai perubahan yang terjadi, khususnya dalam menyongsong Pemilu yang dipercepat. Selaku Ketua Dewan Pembina Golkar, kami percaya bahwa Pak Harto sudah mengambil langkah dan kebijaksanaan yang diperlukan untuk itu semua. Dan kami, keluarga besar Almarhum Bapak K.H. Sapari dan Bapak K.H. A. Syafruddin Sapari sampai kapan pun akan tetap setia memberikan dukungan kepada Golongan Karya. Dan apabila diperlukan kami selalu siap untuk menerima tugas maupun perintah demi kepentingan Golkar. Kepada Bapak H. Muhammad Soeharto beserta keluarga pada kesempatan ini, kami akan tetap setia memberikan dukungan dan sekaligus siap menerima tugas apapun demi menjaga dan mempertahankan nama baik Bapak beserta keluarga yang akhir-akhir ini selalu difitnah oleh orang-orang tertentu yang menyimpan ambisi iblis.

Pak Harto dan keluarga yang terhormat,

Demikian yang dapat kami sampaikan, mohon maaf jika terdapat kata dan susunan kalimat yang kurang berkenan atau tidak pada tempatnya. Salam dan terima kasih dari Ibu Hj. Arbaiyah Sapari kepada Bapak atas perhatian dan bantuannya selama ini kepada beliau, semoga Allah swt memberikan balasan yang berlipat ganda.

Amin Ya Robbal’alamin.

“Selamat Ulang Tahun Pak Harto, semoga Allah swt senantiasa melindungi Bapak beserta keluarga dari berbagai fitnah. (DTS)

Wassalam,

H. Agus Tahkim Moro

Jakarta Pusat

[1]       Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 16-19. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto menyatakan berhenti dari kursi Kepresidenan. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.