PEMBANGUNAN (BAGIAN XII HABIS) (Dikutip dari buku ‘Pak Harto, Pandangan dan Harapannya’)

PEMBANGUNAN (BAGIAN XII HABIS) (Dikutip dari buku ‘Pak Harto, Pandangan dan Harapannya’)

 

 

Jakarta, Pelita

Dalam Hubungan ini maka kejadian yang perlu mendapat perhatian sebesar­besarnya dari MPR adalah Pemilihan Umum 1987 yang baru lalu. MPR adalah hasil Pemilihan Umum 1987 itu. Karena itu dalam menyampaikan bahan-bahan mengenai GBHN ini sangat diperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi-aspirasi, gagasan­-gagasan, tekad, harapan-harapan, keluhan dan kritik yang telah diungkapkan selama masa kampanye yang lalu.

Karena itu semua yang terungkap dalam Pemilihan Umum, yang lalu menjadi pedoman keenam dalam penyusunan bahan-bahan mengenai GBHN ini.

Mendekati ujung sambutan yang menghantarkan naskah sumbangan itu Pak Harto mengingatkan kembali kepada rakyatnya tentang kesulitan dan tantangan yang akan menghadang : “Perjalanan pembangunan kita makin jauh, dan kita banyak belajar dari pengalaman membangun bangsa kita selama ini, baik pelajaran yang kita petik dari keberhasilan kita maupun pelajaran yang kita ambil dari kesulitan-kesulitan kita.

Kita menyadari bahwa tahun-tahun mendatang kita dihadapkan kepada tantangan dan ujian yang berat. Dengan bekal pelajaran masa lampau dan dengan tetap menyadari tantangan berat yang akan kita hadapi , maka sebagai bangsa pejuang, kita bertekad

teguh untuk mencapai sasaran utama Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertama. Dengan semangat membaja dan bekerja keras, kita percaya bahwa dalam Repelita V itu kita akan dapat mewujudkan landasan yang kokoh dari masyarakat yang kita cita-citakan, sehingga dalam Repelita VI bangsa kita akan memasuki proses tinggal landas.

Pengalaman pembangunan bangsa-bangsa lain menunjukkan betapa penting peranan manusia dalam pembangunan. Ada negara-negara yang sekarang menduduki tempat terdepan dalam barisan negara-negara maju, yang mencapai kemakmuran yang tinggi, padahal mereka hanya sedikit saja memiliki kekayaan alam. Kunci keberhasilan mereka adalah kemampuan manusia untuk membangun yang dapat dikembangkan sebesar-besarnya.

Betapapun pentingnya peranan manusia dalam pembangunan, namun kita tidak akan menurunkan martabat manusia sebagai bagian dari mesin raksasa pembangunan. Bagi kita, manusia adalah kekuatan dan sekaligus tujuan pembangunan. Ini sikap dasar kita sejak semula, karena itu kita menegaskan bahwa hakekat pembangunan kita adalah pembangunan manusia Indonesia yang utuh dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia.

“Karena itulah dalam Repelita V nanti, yang akan merupakan babak penutup dari Pembangunan Jangka Panjang 25 tahun pertama, yang sekaligus merupakan ancang­ ancang untuk memasuki tahap tinggal landas, kita berusaha keras untuk meningkatkan kualitas manusia sebagai sumber daya insani dalam makna yang seluas-luasnya .”

Sejak Agustus 1969 bahtera Pembangunan Nasional telah mengembangkan layar dengan Pak Harto sebagai Nahkodanya. Kadang datang topan dan badai dan segala cobaan. Tetapi bahtera berlayar terus. Kekuatan pendorongnya adalah rakyat Indonesia sendiri. Di haluan terbentang kaki langit yang sayup dan di seberangnya menanti pantai cita-cita bangsa. Dalam perjalanan itu Pak Harto selalu teguh berdiri pada pendirian dan tidak jemu-jemu memberikan peringatan :

“Pembangunan sebagai sumber pengamalan Pancasila, tetapi menempatkan manusia dan kemanusiaan di singgasana kehormatan yang tertinggi. Masyarakat yang terwujud dari proses pembangunan sebagai pengamalan Pancasila tidak lain adalah masyarakat Pancasila, satu masyarakat yang maju dan sejahtera yang terns tumbuh dan bertambah kokoh di atas kepribadiannya sendiri.”

Di Yogyakarta, di Gajah Mada tahun 1975 Pak Harto mengemukakan :

“Masyarakat yang tumbuh di atas kepribadian lain, mungkin dapat mendatangkan kemajuan,  akan tetapi kemajuannya  itu akan membuat kita merasa asing dalam masyarakat kita sendiri. Masyarakat yang tidak mengenal dirinya sendiri, masyarakat yang tidak memiliki kepribadiannya sendiri -seperti haln ya orang yang tidak mengenal dirinya sendiri dan tidak memiliki kepribadian- akan senantiasa gelisah. Masyarakat yang gelisah tidak akan bahagia , ia akan selamanya lemah. “Dan masyarakat yang lemah tidak mungkin membangun untuk mencapai cita-citanya”.

Tiga belas tahun kemudian dalam upacara memperingati 12 Tahun Taman Mini Indonesia Indah,Pak Harto menegaskan lagi : “Sejak semula, kita bertekad untuk maju menjadi bangsa yang moderen akan tetapi dalam kemoderenan itu kita tetap merasa sebagai bangsa Indonesia yang berkepribadian. Hanya bangsa yang berkepribadian yang akan mampu bertahan tegak berdiri dalam zaman pancaroba sekarang ini. Bangsa yang lemah kepribadiannya akan ditekan oleh perubahan-perubahan zaman yang berjalan dengan sangat cepat.” (Habis)

 

 

Sumber: PELITA(l2/04/1989)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 140-142

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.