71 TAHUN PRESIDEN SOEHARTO

71 TAHUN PRESIDEN SOEHARTO[1]

Jakarta, Merdeka,

PRESIDEN Soeharto hari Senin ini genap berusia 71 tahun. Tepatnya dilahirkan pada tanggal 8 Juni 1921 di rumah yang sederhana. di Desa Kemusuk, dusun terpencil, di daerah Argomulyo, Godean, sebelah barat kota Yogyakarta.

Soeharto keci llahir dari rahim Ibu Sukirah, sedangkan ayahnya Kertosudiro, adalah ulu-ulu. petugas desa pengatur air, yang bertani diatas lungguh, tanah jabatan selama memikul tugasnya.

“Ayah saya. Kertosudiro yang memberi nama Soeharto kepada saya kata Pak Harto dalam buku otobiografinya “Soeharto-Pikiran Ucapan, dan Tindakan Saya”.

Dalam otobiografinya itu Pak Harto menyebutkan bahwa, “akar saya dari desa”. Itu pula. nampaknya yang menyebabkan Pak Harto menyenangi desa, tahu seluk beluk tentang desa, senang berbicara mengenai desa, pengairan, pertanian dan semua urusan mengenai pedesaan. Ini dapat terlihat dalam berbagai kesempatan, dalam temu wicara.dengan masyarakat di daerah, misalnya.

Pak Harto menuturkan, setelah dilahirkan, dia tidak lama tinggal bersama ibunya. Belum empat puluh hari Soeharto sudah dibawa ke rumah Mbah Kromodiryo atau Mbah Kromo, adik kakek Pak harto, yaitu dukun yang biasa menolong orang yang melahirkan. Diambilnya Soeharto oleh Mbah Kromo, karena ibunya sakit sehingga tidak bisa menyusui.

Mbah Kromo yang mengajar Soeharto berdiri dan berjalan, dan seringkali membawanya kemana-mana kalau bertugas ke luar rumah. “Kalau mBah Kromo putri menjalankan prakteknya sebagai dukun bayi dan saya tidak dibawanya, maka saya sering diajak Mbah Kromo ke sawah. Kadang-kadang saya digendongnya sambil membalik-balikkan  tanah, atau dinaikkannya di atas garu, “kenang Pak Harto.

Pengalaman itu, lanjutnya, merupakan kesenangan tersendiri yang tetap terkenang sampai tua. Duduk di atas garu dan memberi isyarat kepada kerbau untuk maju, untuk membelok ke kiri, ke kanan. Lalu turun ke sawah, bermain air, bermandikan lumpur. “Pada  kesempatan   ikut dengan  mBah  Kromo  di  sawah  tersebut  saya suka mencari  belut yang jadi  kesukaan  saya waktu makan, sampai sekarang, “Pak Harto menuturkan pengalaman manisnya.

Pegawai Bank Desa

Bagaimana Soeharto bisa memimpin bangsa? Diakuinya, itu bukanlah karena sudah dipersiapkan untuk menjadi pemimpin. Soeharto kecil bukanlah anak seorang bangsawan yang telah dipersiapkan oleh orang tuanya untuk menjadi pemimpin bangsa.

Terpaan hidup yang menghadang Soeharto sejak kecil membuat dirinya menjadi pemuda mandiri yang tumbuh berkembang untuk dapat menembus cita-cita hidupnya. Dengan susah payah dia menyelesaikan pendidikan dasar dan menengahnya. Tanpa rendah diri ataupun malu dia bersekolah tanpa memakai alas kaki, dan berpakaian seadanya.

Sementara pendidikan agama Islam yang kuat telah mengukuhkan keimanan dan ketaqwaannya dalam menempuh segala cobaan hidup. Filsafat hidup Jawa yang berakar dalam lingkungan keluarganya juga menumbuhkan “pengertian yang dalam” mengenai kehidupan dalam masyarakat.

Awal karir pekerjaan Soeharto juga berjalan tidak dengan mulus, selepas sekolah dia mulai bekerja sebagai pegawai Bank Desa. Tetapi pekerjaan yang sudah cukup baik ini, terpaksa dilupakannya karena ingin mendapatkan yang lebih sesuai dengan cita-citanya.

Karena suasana perang dunia, pemermtah penjajahan waktu itu banyak memberi kesempatan kepada pemuda-pemuda Indon esia untuk menjadi tentara Pemuda Soeharto tidak melew atkan kesempatan ini . Dia mendaftarkan diri dan diterima menjadi anggota Angkatan Laut Kerajaan Belanda, tapi dia menolaknya karena akan ditugaskan sebagai tukang masak.

Soeharto yang masih muda belia tidak putus asa, dia mencoba mendaftarkan diri kernbali dan diterima sebagai Tentara Kerajaan Belanda-KNIL. Selama pendidikan kemiliteran Soeharto selalu mendapat angka terbaik di kelasnya. Meskipun demikian malang tak dapat ditolak, dia pun harus meninggalkan pekerjaannya sehubungan dengan meletusnya Perang Dunia II, Tentara Kerajaan Belanda menyerah tanpa syarat kepada Tentara Kerajaan Jepang.

Dunia militer rupanya sekali lagi memberikan kesempatan bagi pemuda Soeharto untuk bekerja. Tentara pendudukan Jepang, yang menguasai bumi Indonesia sejak meletusnya Perang Dunia II, membuka kesempatan kepada para pemuda untuk dilantik menjadi militer. Pemuda Soeharto, setelah beberapa saat tinggal didesanya, mendaftarkan diri menjadi Polisi dan kemudian tentara Pembela Tanah Air (PETA), suatu organisasi para militer yang dibentuk Jepang.

Keterlibatannya dalam bidang militer inilah yang menjadikan Soeharto sebagai salah seorang pionir atau perintis pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang kemudian menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Berutang  Budi

Pengalaman-pengalaman militer inilah nampaknya yang membekali hidupnya dalam memimpin bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya. sampai saat ini Soeharto telah lima kali dipercaya rakyat, melalui MPR dipilih menjadi Presiden mandataris. Pak Harto menikah dengan Bartinah 26 Desember 1947 di Solo, pada waktu berusia 26 tahun. Bartinah dua tahun lebih muda.

“Perkawinan kami tidak didahului dengan cinta-cintaan seperti yang dialami oleh anak muda di tahun belakangan ini. Kami berpegang pada pepatah wiling tresna jalaran saka Kulina, yang artinya datangnya cinta karena bergaul dari dekat, ” demikian kenang Pak Barto mengenai jodohnya itu.

Dari pernikahannya dengan Bartinah, Seoharto dikaruniai enam orang anak, yaitu Siti Bardijanti Bastuti yang menikah dengan Indra Rukmana, Sigit Barjojudanto menikah dengan Elsye Anneke Ratnawati, Bambang Trihatmodjo menikah dengan Balimah Augustina, Siti Bedijati Barijadi SE menikah dengan Prabowo Subianto, Butomo Mandala Putra dan, Ir Siti Butarni Endang Adiningsih yang menikah dengan Pratikto Prayitno Singgih SE.

Dari putra putrinya itu pasangan Pak Harto dengan Nyonya Tien dikaruniai 13 cucu. Dalam otobiografinya ,Pak Barto mengungkapkan bahwa di hari-hari belakangan ini dia selalu merenungkan pengalaman yang sudah-sudah. Pada suatu kesempatan Pak Harto ditanya oleh Sekjen Muslim Spanyol, Alvaroi Machardon Comins mengenai pengalaman yang paling melekat di hati sebagai seorang militer dan sebagai Presiden.

Dijawab oleh Pak Harto,

“Saya merasa beruntung karena memperoleh kesempatan memiliki ilmu-ilmu kemiliteran. Baik dalam zaman penjajahan tentara Belanda maupun dalam penjajahan tentara Jepang. Saya rasakan, ternyata ilmu-ilmu itu kemudian sangat berfaedah bagi saya dalam memberikan pengabdian saya kepada negara dan bangsa.”

“Itu saya rasakan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia maupun dalam mempertahankan kemerdekaan dan melanjutkan cita-cita kemerdekaan,” katanya Sedang sebagai Presiden, menurut Pak Harto, dia hanya merasa memperoleh kepercayaan dari rakyat. “Karena itu, saya selalu ingin menghargai dan menghormati kepercayaan itu dengan bekerja sebaik mungkin,” tambahnya.

Presiden juga menyatakan, berhutang budi kepada rakyat dan selalu ingin membalas budi kepada mereka. “Memang, saya sebagai manusia biasa mempunyai keterbatasan. Baik fisik maupun psikis. Tentu saja pekerjaan-pekerjaan yang saya pikul itu sering terasa melelahkan. Akan tetapi saya merasa terhibur, karena saya merasa memperoleh kepercayaan rakyat, ” kata Pak Harto.

Pak Harto juga menambahkan,

“Ingat, pada mulanya saya enggan menerima kedudukan sebagai Presiden. Maklumlah kiranya, tugas kepresidenan adalah pekerjaan berat. Tetapi akhirnya saya menerimanya juga, dan itu semata karena rakyat mendesak-desak kepada saya, karena mereka menunjukkan kepercayaannya kepada saya.”

Di balik itu, saya berfikir sebagai seorang warganegara yang baik, saya tidak boleh menghindarkan diri dari apa yang diharapkan oleh rakyat. Maka saya berusaha melaksanakan kepercayaan rakyat itu dengan sebaik-baiknya, tutur Pak Harto.

Sumber: Merdeka (8/6/1992)

___________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 694-697.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.