Aktivitas Presiden Soeharto di Canberra[1]
SENIN, 7 FEBRUARI 1972, Pada jam 9.05 waktu setempat, Presiden Soeharto beserta rombongan mengunjungi gedung War Memorial. Di gedung tersebut terlukis dengan baik gambaran kepahlawanan dan pengorbanan bangsa Australia dalam memenangkan Perang Dunia I dan II. Pada kesempatan ini, Presiden juga meletakkan karangan bunga pada stone of remembrance. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat-lihat isi ruangan monumen. Dari gambar-gambar yang ada, Presiden Soeharto sangat tertarik pada gambar sebuah desa di Vietnam, yang dilengkapi dengan ruba-ruba dan terowongan bawah tanah
Setelah mengunjungi monumen itu, Presiden beserta rombongan menuju Parliament House untuk mengadakan perundingan dengan PM Australia. Perundingan antara kedua kepala pemerintahan itu berlangsung selama satu jam. Selama perundingan, Presiden Soeharto didampingi oleh Menteri Luar Negeri Adam Malik dan Menteri Negara Urusan Perencanaan Pembangunan Nasional Widjojo Nitisastro. Tidak diperoleh laporan resmi mengenai hasil perundingan tersebut, namun Radio Australia menyiarkan bahwa kedua pimpinan negara telah membicarakan masalah pertahanan dan keamanan di Asia Tenggara, dimana kedua negara tersebut sama-sama mempunyai kepentingan. Presiden Soeharto juga mengharapkan agar Pemerintah Australia dapat kiranya mendorong para pengusaha swasta Australia untuk menanamkan modalnya di Indonesia, dalam rangka ikutĀserta membantu pembangunan di Indonesia. Pada akhir perundingan tersebut telah dikeluarkan suatu komunike bersama.
Pagi ini surat kabar yang berpengaruh, The Australian, telah mengulas perundingan antara kedua pemimpin Indonesia dan Australia didalam tajuk rencananya. Diuraikan bahwa hanya semata-mata faktor geografi sajalah yang telah membawa pemimpin Australia kepada kesadaran betapa pentingnya mempunyai hubungan baik dengan Indonesia. Juga dikatakan oleh surat kabar ini bahwa Presiden Soeharto adalah seorang yang terlampau realistis untuk tidak menyadari adanya jurang pemisah didalam perundingan dengan pihak Australia.
Siang ini Presiden dan Ibu Tien Soeharto menghadiri resepsi di gedung Parlemen Australia; resepsi ini diselenggarakan oleh PM Australia untuk menghormatinya. Pada jamuan makan ini, Presiden Soeharto antara lain mengatakan bahwa dewasa ini Indonesia sedang melaksanakan Pelita yang pertama dengan tujuan untuk meningkatkan kehidupan rakyat banyak, dan meletakkan landasan bagi Repelita selanjutnya. Pada Repelita ini, sektor pertanian dijadikan titik sentral penggerak pembangunan dewasa ini, karena sebagian besar rakyat Indonesia memperoleh mata pencaharian di sektor tersebut. Dalam pembangunan tahap selanjutnya akan ditingkatkan sektor industri sebagai pokok dari pembangunan. Presiden juga mengatakan bahwa keinginan pembangunan masa depan sepenuhnya harus dipikul oleh Indonesia sendiri, tetapi Indonesia menyadari manfaat yang besar dari bantuan luar negeri, kerjasama ekonomi, dan bantuan teknik sebagai alat untuk mempercepat proses pembangunan itu
Selesai jamuan makan siang, Presiden Soeharto beserta rombongan menuju kediaman Duta Besar RI untuk Australia. Di sana Presiden Soeharto memberikan konferensi pers kepada para wartawan. Dalam kesempatan ini, Presiden menguraikan sejarah perkembangan RI sejak merdeka sampai saat ini. Ketika ditanyakan mengenai sikap Indonesia terhadap wilayah Papua yang sekarang belum merdeka, dan bila diberikan kemerdekaan, Presiden mengatakan bahwa cita-cita perjuangan rakyat Indonesia adalah ingin menciptakan perdamaian dunia yang kekal dan abadi, karena bangsa Indonesia telah merasakan pahit-getirnya penjajahan selama 350 tahun. Cinta perdamaian ini yang menjadi keinginan bangsa Indonesia, namun Indonesia tidak mau mengorbankan kemerdekaan yang telah diraihnya. Dengan ini dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia mencintai perdamaian, tetapi lebih mencintai kemerdekaan. Dengan demikian, setiap pemberian kemerdekaan pada pihak mana pun sangat mendapat dukungan dari rakyat Indonesia.
Menjawab pertanyaan mengenai tahanan politik, Presiden mengatakan bahwa tahanan politik di Indonesia pada saat ini berasal dari PKI yang mengadakan kudeta terhadap pemerintahan resmi Indonesia pada tahun 1965. Para tahanan tersebut diklasifikasikan kedalam beberapa golongan; saat ini tahanan politik golongan C telah dibebaskan. Menurut Presiden, pembebasan terhadap tahanan politik golongan C ini dikarenakan mereka tidak bersalah dalam rangka peritiwa G-30-S/PKI di tahun 1965, ketika partai tersebut melancarkan perebutan kekuasaan yang gagal.
Seusai konferensi pers, Presiden Soeharto dan rombongan menuju ke gedung KBRI yang baru di Darwin A venue, Canberra, untuk meresmikan pembukaannya. Dalam pidatonya, Presiden mengatakan bahwa semangat membangun tidak hanya terdapat pada putera-putera dan rakyat Indonesia yang ada di dalam negeri, tetapi juga putera-putera Indonesia yang berada di luar negeri. Demikian antara lain sambutan Presiden.
Setelah itu Presiden membuka selubung yang terpasang di dinding sebelah kanan jalan masuk menuju KBRI. Pada kesempatan itu kepada Presiden Soeharto beserta rombongan disajikan gending-gending Jawa yang dimainkan oleh para pelajar Australia, dengan melantunkan lagu “suwe orang jamu”. Untuk atraksi ini Presiden mengemukakan kekagumannya dan penghargaannya kepada anak-anak tersebut.
Malam harinya Presiden Soeharto menerima kunjungan pemimpin oposisi Gough Whitlam di kediaman Gubernur Jenderal. Hasil pembicaraan antara kedua tokoh tersebut tidak disiarkan.
Seusai pertemuan, Presiden dan Ibu Tien Soeharto beserta rombongan di tempat yang sama menghadiri jamuan makan malam yang diselenggarakan oleh Gubernur Jenderal Sir Paul Hasluck. Jamuan makan malam ini dihadiri juga oleh PM Australia, Ketua Senat Australia dan Korps Diplomatik di Australia.(WNR)
[1] Dikutip langsung dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 28 Maret 1968-23 Maret 1973”, hal 409. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003