Radius Prawiro: Pak Harto Berani Memikul Tanggung Jawab

Berani Memikul Tanggung Jawab[1]

Radius Prawiro [2]

Tanggal 8 Juni adalah hari yang sangat membahagiakan Presiden kita, Bapak Soeharto beserta segenap keluarganya. Kebahagiaan yang ditingkahi dengan penuh rasa ucapan syukur kepada Tuhan Maha Pengasih tidak terbatas kepada keluarga yubilaris semata. Bangsa Indonesia yang telah menikmati kepemimpinan Pak Harto sebagai Pemimpin Nasional selama 25 tahun ikut membagi kebahagiaan serta memanjatkan puji syukur atas karunia Tuhan, bahwasanya bangsa Indonesia memiliki seorang pemimpin yang dengan ikhlas dan penuh pengabdian memikul tanggungjawab yang demikian luas dan berat.

Umur 70 tahun meliputi suatu kurun waktu yang cukup panjang. Sudah barang tentu dibelakang umur panjang itu tersimpan suatu gudang pengalaman yang luar biasa luasnya dan kearifan yang terpuji, lebih-lebih dalam masa dimana Indonesia sebagai negara yang relatif masih muda kemerdekaannya harus mengalami berbagai ujian dan cobaan. Cobaan yang berupa ancaman keretakan bangsa pada waktu dilakukan usaha untuk tetap mempersatukan kepulauan Indonesia sebagai negara kesatuan. Kemerosotan penghidupan rakyat yang diakibatkan oleh cara pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang tidak berpijak kepada realitas kebutuhan bangsa serta aspirasi rakyat yang sudah sangat merindukan pembangunan.

Perwujudan dari segala malapetaka tersebut mencapai kulminasinya pada tahun 1965, namun usaha mengoyak-ngoyak bangsa Indonesia oleh PKI dapat digagalkan oleh kesatuan ABRI yang berada dibawah komando Pak Harto. Dengan keberhasilan ABRI dan Rakyat dibawah kepemimpinan Pak Harto menggagalkan pemberontakan PKI, maka dimulailah era baru di Indonesia. Ini merupakan suatu era yang menjadikan pembangunan untuk menegakkan harkat rakyat dan martabat bangsa sebagai ciri utama kehadirannya. Maka lahirlah Orde Baru yang bertekad untuk menata kembali kehidupan bangsa berdasarkan kemurnian makna dan semangat Pancasila dan UUD 1945.

Apabila dipaparkan kembali lembaran hitam pengkhianatan PKI yang hampir saja menjerumuskan negara dan bangsa Indonesia ke lembah kehancuran, maka dalam ingatan saya terlintas kejadian pada pagi hari tanggal 1 Oktober 1965 di saat saya sedang berada di gedung Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Kehadiran kami di gedung tersebut adalah dalam rangka pembahasan mengenai Bepeka, baik yang menyangkut organisasi, tata kerja maupun yang menyangkut pelaksanaan tugas badan tersebut.

Sebagaimana diketahui Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah Ketua Bepeka dengan kedudukan sebagai Menteri Koordinator Kompartemen Pembangunan, sedangkan saya bersama Saudara Pandelaki, Saudara Soekardan dan Saudara Mochtar adalah Wakil wakil Ketuanya.

Di kala kami sedang menunggu dimulainya sidang, yang lazim di zaman itu adalah bahwa persidangan DPR-GR atau komisi-komisinya tidak dapat dimulai tepat pada waktunya, maka datanglah berita bahwa telah terjadi keributan di pusat kota dan timbulnnya beberapa korban. Waktu itu saya mencoba melihat-lihat di ruang sidang untuk mengetahui, siapa-siapa yang sudah tiba dan siapa-siapa yang tidak hadir. Nampaknya seorang anggota DPR-GR yang bernama Pirry, yang mewakili PKI, pagi hari itu sudah datang di ruang sidang terlebih dahulu, namun kemudian menghilang. Hal ini menimbulkan rasa curiga, karena wakil-wakil unsur komunis tidak hadir.

Sri Sultan pada waktu itu memutuskan untuk pulang saja dan minta agar rapat ditunda. Dapat digambarkan bagaimana perasaan cemas saya dengan kawan-kawan mendengar berita bahwa beberapa jenderal pimpinan Angkatan Darat tidak dapat dihubungi dan ada kemungkinan mereka terbunuh dalam suatu clash senjata. Mereka adalah kawan-kawan dekat kami, terutama dalam tahun 1964, dimana mereka telah memberikan bantuan yang tidak kecil. Bahkan selanjutnya dapat dikatakan bahwa mereka merupakan motor penggerak yang kuat serta memberikan dukungan yang cukup tangguh dalam rangka pembentukan Sekretariat Bersama Golongan Karya.

Dalam situasi yang kacau pada waktu itu, tidak jelas. posisi Bung Karno sebagai Presiden, di mana ia berada dan adanya kekosongan dalam kepemimpinan Angkatan Darat. Pada waktu itu terdengar melalui beberapa siaran radio dan televisi, bahwa Major Jenderal Soeharto sebagai Panglima Kostrad meneruskan memimpin Angkatah Darat. Hal ini adalah suatu tindakan yang cepat dan secara prosedural telah ditetapkan sebelumnya bahwa apabila pimpinan Angkatan Darat tidak dapat melakukan fungsinya, maka Pak Harto sebagai Panglima Kostrad mengambil alih pimpinannya.

Dalam salah satu rapat di gedung Front Nasional dalam bulan Oktober 1965, Pak Harto menjelaskan kepada jajaran Sekber Golkar tentang langkah-langkah yang diambilnya, khususnya yang menyangkut kepemimpinan Angkatan Darat. Beliau menjelaskan soal pengkhianatan PKI dan keterlibatan partai tersebut dalam pembunuhan para jenderal pimpinan Angkatan Darat. Saat itulah saya mulai mengenal Pak Harto, yang dengan segala ketenangannya secara sistematis menguraikan permasalahan besar yang sedang dihadapi bangsa dan negara.

Penjelasan tersebut diikuti dengan tekun oleh para pimpinan dan anggota Sekber Golkar, yang terdiri dari wakil-wakil berbagai organisasi. Dari situ terungkaplah kenyataan bahwasanya apa yang dikatakan Nasakom yakni menggalang seluruh kekuatan nasional yang progresif sesungguhnya hanya suatu lip-service saja dan merupakan slogan serta strategi politik yang menguntungkan PKI dengah segala ormas-ormasnya. Akibatnya bangsa Indonesia terkoyak-koyak dalam pikiran maupun dalam perbuatan. Dengan demikian sulit bagi kita untuk bekerja ke arah persatuan dan kesatuan nasional, mengadakan perbaikan perekonomian rakyat, mengusahakan peningkatan kecerdasan rakyat, menyediakan pelayanan kesehatan serta mengurangi kemiskinan. Masih teringat oleh kita bagaimana tiap upaya memperbaiki nasib rakyat diteror PKI dan ormas-ormasnya.

Dengan tampilnya seseorang yang berani memikul tanggungjawab dalam situasi kekalutan politik, kekalutan aparatur negara, lebih-lebih dalam keadaan yang kurang begitu jelas siapa-siapa yang menjadi musuh dalam selimut di lingkungan Angkatan Darat, menimbulkan perasaan yang diliputi penuh harapan. Sekber Golkar segera mengambil posisi untuk mendukung Pak Harto, baik dalam kedudukannya sebagai Panglima di Angkatan Darat maupun sebagai penumpas G-30-S/.PKI.

Pada saat mendengarkan uraian Pak Harto di gedung Front Nasional tadi, sebagai anggota pengurus Sekber Golkar pada waktu itu, saya berusaha mengikuti dan memahami bahwa apa yang diletakkan di atas pundak pembicara ini tidak ringan. Terlintas dalam pikiran saya masalah-masalah yang dipengaruhi oleh pembicaraan yang kami lakukan waktu mendirikan Sekber Golkar dalam bulan Oktober tahun 1964 di Cipayung, dimana saya mendapat tugas untuk memimpin komisi ekonomi dan pembangunan. Komisi ini dihadapkan pada persoalan-persoalan sekitar:

  • Usaha penanggulangan kemerosotan ekonomi.
  • Usaha penegakan disiplin keuangan negara dan mematahkan kenaikan inflasi yang sudah membumbung tinggi.
  • Sekber Golkar yang tidak diam dalam menghadapi perkembangan politik, perlu ikut menggiatkan diri dalam penataran kehidupan politik yang menjamin kestabilan nasional. Hal ini tentu menyangkut masalah kepartaian di Indonesia. Tidak mungkin kehidupan sistem partai di Indonesia dapat berkembang dengan baik bila masih ada PKI yang bercokol di bumi Indonesia.

Masalah lain yang waktu itu terpercik dalam pikiran saya ialah soal penertiban angkatan bersenjata kita yang juga telah mengalami infiltrasi kekuatan kiri. Nah, itulah hal-hal yang saya risaukan dan dengan memandang kepada Pak Harto, pertanyaan timbul apakah beliau juga yang nantinya akan bersedia memikul tanggungjawab pemberesannya. Satu dan lain hal yang sangat menarik perhatian ialah cara yang sistematis dalam uraian beliau, sederhana dalam penampilannya, kata-kata yang sejuk didengarkan, meskipun waktu itu kita berada dalam suasana panas, suasana perang untuk menumpas pemberontakan yang gagal itu.

Seorang pemimpin memang harus dekat dengan rakyat, dapat menggunakan bahasa rakyat, dapat menenangkan suasana yang mencerminkan suatu kestabilan baik lahiriahnya maupun batiniahnya. Dalam hati saya terbisik suara: barangkali sekarang ini “revolusi akan selesai”, kalau mengikuti terminologi revolusi yang sering dipakai Bung Karno. Bung Karno waktu itu selalu memakai dalih revolusi belum selesai, bila ingin memacu semartgat pemuda-pemuda menghancurkan kubu imperialis dan neokolonialis. Sebaliknya, dengan anggapan bahwa revolusi sudah selesai, kita akan dapat beralih pada kegiatan membangun, kita dapat menangani persoalan-persoalan yang menyangkut kebutuhan rakyat. Persoalan yang sederhana kelihatannya, tetapi dampaknya kepada kestabilan nasional adalah besar. Bekerja keras dengan kepala dingin memecahkan segala sesuatu akan lebih bermanfaat bagi rakyat.

Diawali dengan mendengar serta mengikuti kepemimpinan Pak Harto sebagai komandan brigade di Yogya serta pemegang komando Man.dala, akhirnya saya dapat ‘ bertatap muka dengan beliau sebagai Panglima Kostrad yang juga sedang melaksanakan tugas sebagai pimpinan Angkatan Darat. Masalah makin jelas bahwa setelah beliau menjadi Ketua Presidium Kabinet pada tanggal 27 Maret 1966 seluruh tugas negara berada dalam tanggungjawabnya. Saya selaku Gubernur Bank Sentral (Bank Indonesia) mengalami langsung kepemimpinan beliau dalam mengusahakan kestabilan ekonomi yang pertama-tama diikuti dengan usaha penekanan inflasi yang waktu itu sudah sempat menjulang tinggi sampai 650%.

Kelebihan Pak Harto adalah kesabarannya mendengarkan orang berbicara, meskipun orang itu adalah stafnya. Beliau mengikuti masalah yang diuraikan dengan seksama sampai detail terinci. Hal ini tentu menyenangkan bagi pembawa laporan yang berupa masalah atau saran-saran itu. Nampak sekali bagaimana beliau menyimak keadaan perekonomian negara yang sedang merosot pada tingkatan terburuk bagi suatu bangsa yang ingin memperoleh kedudukan terhormat di forum internasional. Bagi kepentingan nasional pikiran dan pertimbangannya didasarkan atas jalan pikiran yang rasional, disertai penangkapan unsur yang detail menjadi bagian penting pula didalam mengambil keputusan. Beliau melihat rentang persoalan jauh ke depan, bahwasanya apa yang ditentukan waktu ini akan punya pengaruh yang cukup penting bagi perkembangan masa datang. Bahkan keputusan tersebut hendaknya menjadi dasar kerangka pula bagi pertumbuhan sosial ekonomi masyarakat pada tahun-tahun mendatang.

Hal ini nampak jelas dari tindakan pertama pemerintah untuk membenahi perekonomian nasional yang merosot tajam itu, sebagai akibat pengelolaannya yang kurang mengacu kepada: kepentingan serta masa depan rakyat. Praktis baru 6-7 bulan menjabat,sebagai Ketua Presidium Kabinet RI sejak Maret 1966, diambillah keputusan penting untuk mencanangkan suatu program yang sangat populer: yaitu program stabilisasi ekonomi pada tanggal 3 Oktober 1966. Tiap program stabilisasi tentu menyangkut pengendalian inflasi·yang berarti penekanan yang tajam dari pengeluaran negara, dan penegakan disiplin di lingkungan aparat negara, terutama yang ada sangkutan disiplin di lingkungan aparat negara, terutama yang ada sangkut pautnya dengan pengeluaran negara. Sesudah itu memang terasa mulai meningkat kritik-kritik yang dilancarkan, terutama dalani bidang moneter, namun tiada kurang pula terhadap aparat negara yang lain, dimana kebutuhan pokok rakyat belum dapat dipenuhi, sedangkan harganya terus meningkat. Namun demikian Pak Harto yakin bahwa apa yang ditetapkannya sebagai keputusan yang penting mempunyai manfaat dan kebaikannya bagi masyarakat di masa depan. Oleh karena itu Pak Harto terus menjaga agar. konsistensi dalam pelaksanaan program tersebut tetap dipertahankan, dan bagi tiap gejala atau dampak negatif yang timbul, persoalan tersebut diselesaikan secara pragmatis.

Demikian program berjalan, tidak sepi dari kritik dan·kecaman, maka sekaligus pula kehidupan politik ditata untuk diarahkan kepada perkembangan politik yang sehat setelah kehidupan partai atau golongan mengalami restrukturisasi. Dengan demikian program ekonomi untuk membawa masyarakat kepada suatu kehidupan yang lebih baik pada hari esok, dapat mempunyai landasan yang kuat disertai dukungan politik yang mantap. Pertumbuhan dari multi party-system menjadi kekuatan sosial-politikyang bertumpu pada dua partai politik dan satu Golongan Karya, telah membuktikan kemampuan bangsa Indonesia untuk melaksanakan pembangunan lima tahunnya sampai memasuki Pelita V ini dengan selamat.

Setiap orang yang telah berhubungan dengan beliau secara dekat tentu mempunyai pendapat dan kesan sendiri mengenai pribadi Pak Harto dan hubungan yang dibina. Demikian juga dengan saya. Selama dua puluh empat tahun saya telah bekerja membantu beliau. Setelah hal ini saya renungkan kembali, saya merasa bahwa adalah suatu privilese bagi saya untuk mendapat kesempatan bekerja dan menjadi pembantu Presiden selama ini. Dan selama waktu tersebut saya terkesan mengenai beberapa sifat beliau yang mempunyai pegaruh besar dalam pelaksanaan tugas memimpin bangsa dan negara Indonesia.

Pada awal tahun 1973, tepatnya bulan Maret, saya dipanggil untuk menghadap Presiden di Cendana. Saat itu saya berkedudukan sebagai·Gubernur Bank Sentral! Bank·Indonesia. Lazimnya kalau dipanggil Bapak Presiden, tentu ada beberapa masalah yang ingin ditanyakan atau ada beberapa petunjuk guna memecahkan suatu masalah yang ingin diberikan. Lain daripada biasanya, waktu itu beliau mengemukakan tentang maksud beliau untuk mengangkat saya sebagai pembantu Presiden dalam kedudukan sebagai Menteri Perdagangan. Salah satu petunjuk yang amat penting yang. beliau kemukakan ialah: soal penanganan penyaluran pupuk kepada petani yang perlu diatur sebaik-baiknya, karena dari tahun ke tahun akan meningkat jumlahnya.

Semula saya terima petunjuk itu sebagai petunjuk yang sederhana dan wajar-wajar saja. Baru kemudian setelah menjalani tugas sebagai Menteri Perdagangan beberapa tahun lamanya, terasa strategisnya pupuk itu dalam usaha peningkatan produksi pangan Dengan demikian dapat diupayakan agar Indonesia terlepas dari ketergantungan terhadap impor beras dari luar negeri dan menjadi swasembada pangan. Swasembada pangan ini mempunyai tiga segi kemanfaatan. Pertama ialah peningkatan pendapatan petani; kedua ialah penghematan devisa, yang bagi Indonesia merupakan suatu kelangkaan; dan yang ketiga ialah dampak stabilitas yang sangat didambakan rakyat.

Pertama-tama yang dapat kita simak ialah perhatian beliau yang ditujukan kepada masalah-masalah yang menyangkut kehidupan rakyat. Sebagai negara yang agraris, penyelesaian masalah pangan sandang dan papan merupakan prioritas utama. Untuk mencapai hal ini pembangunan ekonomi mendapatkan prioritas utama. Strategi yang dipergunakan untuk maksud ini adalah strategi yang tidak mudah perumusannya. Akan tetapi pengalaman beliau yang mendalam dan luas dapat menjamin kontinuitas pemikiran yang dikemukakan. Ditambah dengan sifat tenang beliau, maka kebijaksanaan pembangunan dapat digariskan secara jelas. Hal ini dikemukakan oleh beliau dalam pelbagai forum, baik melalui pernyataan-pernyataan maupun diskusi dengan kelompok masyarakat yang adalah rakyat biasa.

Pendekatan inilah yang sangat membantu dalam pelaksanaan program pembangunan selama masa Orde Baru ini. Selama periode awal menjabat sebagai Presiden beliau mengadakan perjalanan ke seluruh tanah air. Maksud kunjungan-kunjungan tersebut antara lain adalah untuk dapat mengenal masyarakat dari dekat. Bangsa Indonesia yang terdiri dari aneka ragam suku dan kebudayaan, mempunyai aspirasi yang beraneka ragam pula. Dan aspirasi rakyat ini hanya dapat diungkapkan melalui pendekatan kepada rakyat itu sendiri. Dengan mengenal masyarakat dari dekat, maka permasalahan yang dihadapinya dapat pula dikenal. Dengan demikian, langkah-langkah yang perlu diambil untuk memecahkan masalah mereka, dapat diupayakan.

Upaya pengenalan masyarakat dari dekat inilah yang memungkinkan terungkapnya secara jelas perbedaan tingkat kemajuan. di antara pelbagai daerah dan kelompok masyarakat. Dari sinilah timbulnya gagasan mengenai program Inpres di berbagai bidang kehidupan masyarakat seperti kesehatan, jalan, desa dan sebagainya. Dalam bidang perbaikan sandang, program pembangunan yang ditetapkan dalam urutan “pangan-sandang-papan” telah berhasil dengan baik. Indonesia yang pada mulanya merupakan pengimpor tekstil, sekarang ini dapat menjadi pengekspor tekstil karena kebutupan sandang dalam negeri telah dapat dipenuhi.

Hasil dari semua program di atas telah membawa stabilitas yang mantap di bidang politik dan pertahanan keamanan. Hal ini mempunyai arti yang sangat penting karena tanpa stabilitas politik, pembangunan tidak dapat berlangsung dengan Iancar.

Sifat berikutnya yang dimiliki Pak Harto ialah ketelitian beliau dalam melaksanakan tugas. Hal ini terlihat misalnya dalam pelaksanaan program pengadaan pangan dengan melihat jauh ke depan. Langkah-langkah yang diambil meliputi, misalnya, perbaikan irigasi, penyediaan sarana ptoduksi pangan, pengorganisasian aparatur negara untuk produksi pangan dan program Bimas: Selain itu, kepada departemen yang terkait diberikan tugas untuk membuat kalkulasi mengenai program pembangunan yang menyangkut bidangnya. Didalam pelaksanaan program-program tersebut di atas, Pak Harto memberikan perhatian penuh, antara lain dengan ikut terjun ke lapangan dan mencek secara teliti kalkulasi yang dibuat mengenai sesuatu hal.

Indonesia adalah suatu negara berkembang yang, seperti kebanyakan negara berkembang lainnya, mempunyai tingkat kenaikan penduduk yang cukup besar, yakni sekitar 2,4% per tahun sebelum tahun 1969. Oleh karena itu dilancarkanlah program Keluarga Berencana yang merupakan suatu langkah yang sangat strategis. Dalam jangka panjangnya, bila berhasil, program ini akan merupakan faktor penting dalam proses stabilisasi ekonomi, politik dan sosial. Karena itu tak henti-hentinya Pak Harto selaku Presiden, dan pula secara pribadi, ikut serta secara aktif dalam menjelaskan kepada rakyat tentang perlunya membatasi laju pertumbuhan penduduk ini. Meskipun rakyat Indonesia menganut berbagai agama dan kepercayaan, yang pada dasarnya sulit untuk diajak membatasi jumlah anak, namun dengan penuh ketekunan dan intensitas yang tinggi dalam meyakinkan rakyat, pada akhirnya laju pertumbuhan penduduk tersebut dapat diturunkan menjadi 2, 1% dalam Pelita IV dan mudah-mudahan pada akhir Pelita V dapat diturunkan lebih lanjut menjadi 1,8%.

Keberhasilan dalam pelaksanaan keluarga berencana tersebut merupakan dorongan untuk memperbaiki kesehatan rakyat, khususnya para ibu dan anak, serta meningkatkan peranan para ibu dalam pembangunan ekonomi kita. Keberhasilan Indonesia dalam melaksanakan Program Keluarga Berencana tersebut diakui oleh dunia internasional dengan dianugrahkannya Population A ward oleh PBB kepada Presiden Soeharto pada tahun 1989 di New York. Jelas sekali bahwa program yang rumit dalam pelaksanaannya itu, dapat berhasil bila pemimpin-pemimpin kita secara tekun ikut berpartisipasi dalam memberikan penjelasan dan penerangan kepada rakyat, seperti halnya yang sering dilakukan oleh Pak Harto.

Sifat yang patut kita jadikan teladan ialah ketekunan beliau dalam melakukan tugas. Saya terkesan dengan ketekunan dan kesungguhan beliau dalam melaksanakan tugas yang dipercayakan kepada beliau. Sejak masa muda sifat ini telah ditunjukkan dalam pelbagai keterlibatan beliau selama masa perjuangan fisik. Hal ini yang antara lain memungkinkan beliau selalu berhasil dengan baik dalam melakukan tugas dan mencapai hasil terbaik dalam mengikuti pendidikan, termasuk pendidikan kemiliteran. Pendidikan terakhir yang diikuti ialah SSKAD, setelah mana beliau langsung ditugaskan dalam operasi Mandala. Sikap inilah yang membuat beliau tidak berhenti di tengah jalan, akan tetapi secara konsisten melanjutkan perjuangan melalui peranan yang dilakukan.

Sifat beliau yang lain yang patut pula diteladani adalah keteguhan beliau dalam·melaksanakan amanat UUD. Contoh terbaik, Indonesia telah dipuji keberhasilannya oleh pelbagai negara dan lembaga internasional yang mempunyai otoritas di bidangnya. Akan tetapi Pak Harto tetap merasa ada kekurangan yang mendasar karena koperasi sebagai salah satu sokoguru perekonomian nasional belum mencapai tingkat perkembangan sebagai mitra usaha yang sepadan bagi kedua sokoguru lainnya, yakni Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Swasta. Oleh karena sistem ekonomi Indonesia harus bertumpu atas asas kekeluargaan, maka kebersamaan haruslah menjadi sikap dasar dalam menjalin kemitraan. Inilah yang menjadi inti pokok himbauan Pak Harto kepada pengusaha nasional untuk menjual sebagian sahamnya kepada koperasi.

Himbauan tersebut memacu kepada kesadaran setiap pengusaha Indonesia bahwa keberhasilan mereka dimungkinkan oleh kesediaan rakyat untuk berkorban, baik dalam perjuangan untuk menegakkan kemerdekaan, menumpas pemberontakan maupun bagi keberhasilan pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Kesadaran yang mendalam tentang pengorbanan yang telah diberikan oleh rakyat akan memperteguh tekad pengusaha nasional untuk membantu perkembangan koperasi dengan penuh keikhlasan.

Selama beliau melaksanakan tugas sebagai Presiden banyak tantangan yang dihadapi, yang semuanya dapat diatasi dengan baik. Tantangan ini membuat beliau harus terus mengupayakan jalan keluar dari persoalan yang dihadapi. Semuanya ini menempa beliau menjadi seorang yang tabah dan tenang serta tidak pernah berhenti berpikir mengenai negara dan bangsa. Kontinuitas berpikir inilah yang membuat beliau tetap tegar dan sehat meskipun umur sudah memasuki masa 70 tahun

***



[1] Radius Prawiro, ” Berani Memikul Tanggung Jawab”, dalam buku “Diantara Para Sahabat: Pak Harto 70 Tahun” (Jakarta: PT. Citra Kharisma Bunda, 2009), hal 309-319.

[2] Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri dalam Kabinet Pembangunan V

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.