Membuka Konferensi Menpen Negara-negara Non Blok, Presiden Soeharto: Arus Informasi Dikuasai Negara-Negara Maju[1]
KAMIS, 26 JANUARI 1984 Pukul 10.00 pagi ini, bertempat di Balai Sidang Senayan, Jakarta, Presiden Soeharto dengan resmi membuka Konferensi Menteri-menteri Penerangan Non-Blok. Acara pembukaan konferensi ini antara lain dihadiri pula oleh Wakil Presiden Umar Wirahadikusumah serta beberapa menteri dan pejabat tinggi negara, sementara Menteri Penerangan Harmoko bertindak selaku tuan rumah. Sebelum membuka konferensi, Presiden bersalaman dengan segenap ketua delegasi dan beramahtamah dengan beberapa diantara mereka.
Dalam pidatonya, Kepala Negara mengemukakan bahwa sebagai kelengkapan penting dari usaha perombakan tatanan dunia di bidang politik dan ekonomi adalah terciptanya Tata Informasi dan Komunikasi Dunia Baru. Menurut Presiden, apa yang kita perlukan sekarang adalah menyusun program-program bersama yang kongkrit, realistik dan dapat kita laksanakan bersama. Betapa pun kecilnya langkah-langkah bersama itu, ia akan merupakan sumbangan tersendiri bagi apa yang kita cita-citakan. Akhirnya Presiden mengajak semua negara peserta konferensi untuk bersama-sama membangun dengan kekuatan dan kemauan sendiri sistem informasi dan komunikasi yang diperlukan oleh rakyat, yang dapat mempersatukan Gerakan Non-Blok, yang makin membuat kita saling memahami dan bekerja bahu membahu.
Sebelumnya, Kepala Negara telah mengungkapkan tentang ketimpangan arus informasi, karena didominasi negara-negara industri maju. Dikatakannya bahwa dengan keunggulan teknologi dan manajeman mereka, kita dibanjiri oleh berita-berita yang di satu pihak hanya menguntungkan kepentingan negara-negara industri maju, dan di lain pihak, merusak citra negara-negara yang sedang membangun. Malahan yang lebih berat kita rasakan, demikian Presiden, adalah disebar-sebarkannya benih-benih krisis kepercayaan terhadap diri sendiri di kalangan negara-negara yang sedang membangun itu.
Untuk mengatasi hal itu, Kepala Negara mengungkapkan resep Indonesia, yaitu mengembangkan pers yang bebas dan bertanggungjawab. Dikatakannya bahwa dalam rangka menyukseskan pembangunan nasional, Indonesia justru meningkatkan kegiatan penerangan dan peranan media massa, yang menggelorakan semangat pengabdian dan perjuangan bangsa, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mempertebal rasa tanggungjawab dan disiplin nasional, memasyarakatkan kebudayaan dan kepribadian nasional, serta menggairahkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.(DTS)
[1] Dikutip langsung dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 16 Maret 1983 – 11 Maret 1988”, hal 112-113. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: G. Dwipayana & Nazarudin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003