Para Pemburu Harta Karun Memperoleh Lampu Hijau Menambang Barang Peninggalan Jepang[1]
KAMIS, 21 DESEMBER 1989 Para pemburu “harta karun” mendapat lampu hijau untuk menambang berbagai barang peninggalan di darat, terutama yang berkaitan dengan Jepang, setelah mendapat izin operasi dan menyerahkan uang jaminan Rpl00 juta kepada Panitia Nasional.
Lampu hijau yang diberikan Pemerintah itu, menyusul pemberian hak oleh Panitia Nasional yang dibentuk awal September 1989, kepada tiga perusahaan untuk memanfaatkan benda-benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam atau “harta karun di laut”, kata Menko Polkam Sudomo di Jakarta, hari ini.
Diungkapkannya, dalam sepucuk surat yang diterimanya dari Sekretaris Negara, menyebutkan bahwa “Presiden pada prinsipnya menyetujui pengangkatan benda-benda berharga peninggalan Jepang yang ada di daratan”.
Surat itu dilayangkan Setneg kepada Menko Polkam selaku Ketua Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam yang dibentuk dengan Keppres No.43 tahun 1989
Ketiga perusahaan yang telah mendapat izin itu adalah PT. Muara Wisesa Samudra, pimpinan Chepot Haniwiono yang beroperasi di sekitar P. Buaya, Kepulauan Riau; PT Jayatama Istikacipta milik Sudwikatmono, memanfaatkan muatan kapal Portugis Flor de La Mar di sekitar Aceh dan PT Yalagad dari Yayasan Sosial Bhumyamca di perairan Cilacap.
Mengenai bagi hasil, sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan Menteri Keuangan Sumarlin 20 November 1989, Pemerintah dan perusahaan, masing-masing mendapat 50 persen dari hasil bersih (netto). (DTS)
[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 21 Maret 1988 – 11 Maret 1993”, hal 241-243. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: Nazaruddin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003