PEMBUNUHAN BIADAB JANG TIDAK ADA TARANJA [1]
Djakarta, Berita Yudha
Kebiasan dan kebiadaban terror kontra revolusi dari apa jang menamakan dirinja “Gerakan 30 September” telah mendapat kutukan keras dari mana2, baik dari perseorangan, instansi2 Pemerintah, swasta, ormas, orpol dan organisasi2 jang memegang teguh dan mendjundjung tinggi Pantjasila. Sampai saat ini di Djakarta telah 10 orang gugur akibat keganasan dan kekedjaman biadab terror kontra revolusi “G-30-S” tsb.
Pahlawan2 Revolusi telah dengan kedjam dan buas disiksa dan setelah mengalami penganiajaan berat diluar batas perikemanusiaan, ketudjuh djenazah nja ditumpuk dlm sebuah lubang sumur tua sedalam kl 12 meter di Lubang Buaja. Demikian biadabnja dan kedjinja penteror2 terkutuk itu menjiksa dan menganiaja ketudjuh Pahlawan Revolusi itu sehingga tubuh mereka amat rusak, wadjah2nja tidak dapat dikenali lagi, tangan diikat dan akibat penusukan2 tampak djelas djuga bekas2 tembakan.
Djenazah Djendreal Yani diikat djadi satu dengan djenazah Djenderal Sutojo dan kedua tangan mereka diikat. Wadjah keduanja demikian rusak serta kedua mata Pak Yani ditjungkil dan sewaktu diangkat dari lubang, wadjahnja semula tertutup dengan kain hitam.
Wartawan,, Yudha” jang menjaksikan sendiri penggalian djenazah2 ini melihat bahwa pada bekas2 siksaan ditangan jg. diikat pada Let Djen. Hatjono, masih melekat arlodji tangannja. Djenazah Let. Djen. Suprapto telah demikian dirusak oleh penteror2 biadab “Gerakan 30 September”, antaranja muka dan batok kepala jang kena pukulan2, namun beliau masih dapat dikenal dari bentuk tubuhnja. Wadjah kiri Let. Djen. S. Parman telah sangat rusak dan pada tubuhnja tampak bekas2 tembakan. Jang paling achir diangkat dari lubang sumur itu adalah Maj Djen D.I Pandjaitan karena beliau lah jang pertama2 dibunuh dengan kedjam sewaktu memberikan perlawanan jg heroik dirumahnja terhadap kebiadaban teroris2 tsb. Kapten Anumerta Pierre Tendean adalah Pahlawan Revolusi jang paling per-tama2 diangkat dari lubang sumur tsb, hat ini kemungkinan besar karena Perwira jg. gagah berani ini jang paling terachir disiksa dengan biadab dan kedjam. Ia telah memberikan perlawanan jang tiada taranja sebagai Perwira guna membela kehormatan TNI/AD. Pada dada kirinja dan perut Perwira ini disebelah kanan terdapat luka besar akibat tusukan2 jang biadab dengan pisau. Lehernja dirusak dan djuga matanja telah ditjungkil oleh pengganas2 jang amat biadab dan bengis itu.
Wartawan “Yudha” mendengar dari anggauta2 ABRI jang pernah beroperasi melawan musuh2 revolusi dimasa lalu, bahwa kebuasan dan kebiadaban jang dilakukan terhadap ketudjuh Pahlawan Revolusi ini sama halnja dengan kebuasaan2 PKI/Muso semasa pemberontakan Madiun, kebuasaan2 Dlm Kahar Muzakar serta kebuasan semasa APRA Westerling di Bandung dan di Sulawesi Selatan.
Bukti2 lain dari kebiadaban teroris kontra revolusi “Gerakan 30 September” adalah saat2 pentjulikan jang mereka lakukan dinihari tgl 1 Oktober jl. dengan melakukan penembakan2 dan penjeretan2 terhadap para korban jang telah dengan tegas dan gigih melawan meskipun mereka tidak bersendjata. Major Djenderal Anumerta Pandjaitan jang baru bangun dati tidur telah dengan serta ditembak dengan kedjam sehingga otak dan darahnja bertebaran ditempat tidur akibat perbuatan2 terkutuk pentjulik2 biadab tsb. Djuga dua orang pemuda anggauta keluarga Pak Pandjaitan masing2 Albert dan Victor telah dengan berani melawan dan mempertahankan diri sehingga merekapun kena tembakan dibagian perut. Pemuda Albert P.M Silalahi tak lama setelah dirawat di RSPAD telah gugur akibat luka2nja.
Anggota keluarga lainnja jang meminta agar djenazah Pak Pandjaitan ditinggal dan djangan dibawa, telah mendapat pukulan2 jang kedjam dan tak berperikemanusiaan dari penteror2 kontra revolusi “G-30-S” ini. Majat sang korban telah dengan bengis diseret dan dilemparkan keatas truk oleh penteror jang haus darah itu untuk seterusnja dibawa pergi kedaerah Lubang Buaja. Diantara sela2 tembakan jang dilepaskan penteror2 biadab2 itu masih terdengar teriakan : Papaaaa . . .. Papaaaaaa jang amat menjajat hati dari putera-puteri Pak Pandjaitan.
Sementara itu gerombolan2 teroris biadab lainnja jang mentjulik Letnan Djenderal Anumerta Harjono dengan sendjata2 dan sangkur terhunusnja telah dengan paksa mentjulik Pak Harjono, jang karena perlawanannja jang gigih kemudian diberondong dengan kedji oleh penteror2 tidak berperikemanusiaan ini. Majatnja kemudian djuga diseret keluar rumah dengan se-wenang2 dilempar kedalam truk gerombolan teror tsb. Darah Pahlawan Revolusi tsb telah berhamburan mengisi ruang rumahnja. Salah seorang putera Pahlawan Revolusi ini jang mentjoba mendekati truk gerombolan teroris ini telah dengan se-mena2 dipukul oleh penteror2 tsb. dengan gagang senapan sehingga ia rubuh pingsan dan tidak berkesempatan lagi saat itu melihat bagaimana nasib ajahnja tertjinta. Djuga ternjata kemudian majat korban diangkut ditengah malam buta itu ke Lubang Buaya.
Sumber: BERlTA YUDHA(09/10/1965)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, Hal 38-40.