“KOMPAS”: DJANGAN DENDAM [1]
Djakarta, Berita Yudha
Dalam menilai kata2 mutiara dari 2 tokoh pemimpin kita, Bapak Presiden Sukarno dan Djenderal A.H. Nasution, harian KOMPAS kemarin didalam tadjuknja jang berajudul Djangan Dendam, mengatakan bahwa amanat “Djangan Dendam” dari kedua djiwa besar itu berulangkali ditjoba dibunuh dan difitnah.
Bukan sekali ini kita menghadapi gerakan2 kontra-revolusi. Pengalaman jang sudah2 memberikan pegangan kepada kita sekalian. Terhadap setiap gerakan kontra revolusi dari 1945 hingga kini Presiden Soekarno selalu bersikap tegas, adil sesuai dengan norma dan kepentingan Revolusi.
Dendam adalah sifat orang jang tak beriman pada Tuhan. Kita pengamal2 Pantjasila sedjati jang berarti beriman pula kepada Allah, tidaklah selajaknja berperasaan dendam.
Tetapi djangan pula kita dilemahkan oleh kehalusan perasaan djiwa dan keimanan kita, sebab sikap demikianpun salah. Pantjasila dan Manipol mengamanatkan sikap berani karena benar; adil dalam perbuatan dan mengutamakan keselamatan rakjat diatas kepentingan sendiri.
Presiden tak pernah ragu2, maka kita pertjajakan sepenuhnja. Tetapi ini tak berarti kita lalu berhenti memperdengarkan teriak hatinurani Rakjat. Ini djustru harus terus disuarakan. Karena itulah suara keadilan dan keselamatan jang dituntut oleh rakjat progresif-revolusioner. (DTS)
Sumber: BERITA YUDHA(08/10/1965)
[1]Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, Hal 174-175.