UNTUNG MENGAKU PRINTAHKAN TJULIK PARA DJENDRAL. UNTUNG KURANG PANDAI BITJARA SEPERTI NJONO

UNTUNG MENGAKU PRINTAHKAN TJULIK PARA DJENDRAL. UNTUNG KURANG PANDAI BITJARA SEPERTI NJONO [1]

 

Djakarta, Angkatan Bersendjata

Untung bukanlah orangjang pintar bitjara seperti Njono. Ia tidak lantjar mendjawab pertanjaan2, dan ini mungkin disebabkan oleh daja tangkapnja jg kurang. Disamping itu bahasa Untung djuga tidak sebaik bahasa Njono dan ex Major Udara Sujono. Dalam menghadapi pertanjaan2 jg sederhana, Untung kadang2 berpikir keras dan beberapa kali malah tidak mendjawab, membisu seribu bahasa. Mungkin djuga Untung sebenarnja ingin mengelakan pertanjaan, tapi sajang sekali ia tidak punja kemampuan untuk berbitjara plin-­plan seperti Njono.

Didesak oleh pertanjaan2 Hakim Ketua dan Oditur jg kelihatannja sama sekali tidak mengenal belas kasihan, achirnja dengan berat Untung mengakui bahwa ia sendri jg memerintahkan pentjulikan para djenderal dan bertanggungdjawab atas pembunuhan mereka.

Dan menurut keterangan saksi ex Major (U) Sujono, Untung hanja mengangkat bahu sadja ketika ditanjakan bagimana pendapatnja mengenai Dewan Revolusi jang menggeser Pembesrev Bung Karno. Hakim Ketua dan Oditur tentu bisa menafsirkan matjam2 tentang reaksi angkat bahu tersebut.

Tanja djawab chusus dengan Untung hanja mengambil waktu selama berdjalannja sidang ke-2 dan ke-3. Pada sidang ke-4 telah disampaikan saksi2. Berbeda dengan Njono jang gampang senjum. Untung bersikap terlalu serius, kaku dan tidak pernah tidak sopan. Selama sidang berlangsung, Untung boleh dikatakan belum pernah tersenjum.

Dua Kalimah Sjahadat

Untung dan sebagaian besar saksi telah disumpah setjara Islam sesuai dengan agama jang mereka anut. Angkat sumpah itu dipimpin oleh seorang militer jang mendiktekan kalimat2 apa jang harus mereka utjapkan dalam sumpah itu. Sumpah didahului oleh pengutjapan dua kalimah sjahadat danjang bersumpah harus memegang kitab sutji AI Qur’ an ditangan mereka. Mungkin para pembatja masih ingat bahwa dalam perkara Njono dulu, jang bersumpah tidak diharuskan mengutjapkan dua kalimat sjahadat sedang kitab sutji AI Qur’ an ditempatkan beberapa senti di atas kepala mereka. Tjiri jg. lain lagi adalah bahwa setiap kali sumpah akan didiktekan, setiap kali pula dikatakan pada jang bersumpah bahwa kalau Saudara (jang bersumpah) dusta, maka Saudara termasuk golongan munafik jang akan diantjam dengan siksa… dan sebagainja dsb. Walaupun kata “munafik” jg. demikian populer itu menjebabkan hadirin tertawa, tapi sesungguhnja upatjara sumpah seperti itu sangat baik dan setidak2nja, mempunjai effek psychologis jang bisa membantu terdakwa dan para saksi, serta memudahkan kerdja Hakim Ketua.

Dul Arif: Komandan Pasopati

Nama Dul Arif terus menerus disebut baik dalam perkara Njono maupun perkara Untung tapi orangnja tidak diketahui dimana. Djabatannja jang terachir adalah Komandan Klie C Jon I KawaI Kehormatan Tjakrabirawa dengan pangkat Letnan satu.

Sebagai tokoh G-30-S, Dul Arief bertugas sebagai Komandan Pasukan Pasopati, jang menurut keterangan Untung serta saksi2 lainnja telah melakukan pengambilan (maksudnja: penangkapan) dan pemberesan (maksudnja: pembunuhan) para djenderal. Menurut saksi I Major (U) Gatot Sukresno, Dul Arief telah datang ke Lubang Buaja tanggal 1 Oktober pagi, membawa tiga djenderal jang telah gugur (Djenderal Ahmad Jani, Djenderal Pandjaitan dan Djenderal Harjono dan jg masih segar bugar Djenderal Parman, Djenderal Suprapto, Djenderal Sutojo dan Kapten Pierre Tendean). Arif ini memaksa Gatot untuk membereskan para djenderal, perbuatan mana tidak dilakukan oleh Gatot walaupun sudah ada surat perintah dari Major Sujono. Arif djadi penasaran lalu membentak: “Mengapa tidak dibereskan?” “Kami tidak tahu,” djawab Gatot. “harus segera dibereskan,” perintah Arif dengan keras. Menurut keterangan Sujono jang diberikan dalam perkara Njono, Arif pada saat itu rupanja sudah terlalu letih, sehingga pemberesan djenderal diserahkannja pada orang lain. Menurut Gatot pemberesan itu achirnja dilakukan oleh serma (U) Marzuki bersama2 dengan Pemuda Rakjat dan Gerwani jang ada di Lubang Buaja.

Siapa Terdakwa?

Ketika Hakim Ketua mengadjukan pertanjaan apakah Kapten Suradi (seorang saksi) kenaI dengan terdakwa, maka orang ini mendjawab “Siapa terdakwa?” Mendengar ini hadirin riuh ketawa. Pertanjaan itu spontan keluarnja, dan membuat orang heran kenapa saksi Suradi tidak tahu bahwa terdakwa adalah Untung jg. sebelum itu” dia kenaI betul. Dalam djawaban2 berikutnja terasa bahwa Suradi memang pintar membanjol. Dalam G-30-S ia bertugas sebagai Komandan Pasukan Bimasakti jang harus mengawasi objek2 vital antara lain Istana dan RRI dan menguasai teritorial. la berada di RRI selama 12 djam dari djam 6 pagi s/d djam 6 sore tanggal 1 Oktober: dari RRI saksi lari ke Lubang Buaja dan disana ia tidak ketemu siapa2. Karena masuk angin, ia lantas kerokan lalu tidur diemper rumah. Ketika ditanja rumah itu rumah siapa, saksi mendjawab tidak tahu. (DTS)

Sumber: ANGKATAN BERSENDJATA (27/02/1966 )

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 406-408.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.