PERUBAHAN KABINET AMPERA TAK PERLU, KARENA DIBENTUK OLEH PENGEMBAN KETETAPAN MPRS NO. IX
Penggantian Personalia Se-mata2 Alasan Tehnis & Effesiensi [1]
Djakarta, Kompas
Pedj. Presiden Soeharto mendjelaskan bahwa menurut kenjataanja Kabinet Ampera itu dibentuk oleh Pengemban Ketetapan MPRS No. IX dan disusun serta dipersiapkan untuk melaksanakan tugas dan program kabinet jaitu Dwi Dharma dan Tjatur Karya Kabinet Ampera. Dengan demikian, menurut Kepala Negara, cabinet Ampera baik struktur maupun personalianja setjara konstitusionil dan prinsipil tidak perlu berubah, karena pembentuk2nja tidak berubah dan tugasnjajang harus dilakukannja tetap tidak berubah. “Dengan sendirinja, saja selaku Pedjabat Presiden, selaku Kepala Kekuasaaan eksekutif dalam negara dapat mengadakan penggantian Menteri2 jang membantu saja.
Dalam hubungan ini saja ingin menekankan bahwa bila diperlukan penggantian2 itu, maka pertimbangan jang dipergunakan adalah semata2 alasan tehnis dan effesiensi kemampuan dan semacamnja untuk turut serta mensukseskan Dwi Dharma dan Tjatur Karya ini”, demikian Djend. Soeharto.
Tidak Bertentangan Dengan Djiwa UUD 45
Dalam wawantjara persnja jg pertama sedjak rakjat mengangkatnja sebagai Kepala Negera RI, Djenderal Soeharto lebih landjut mengatakan .
Dalam hubungan dgn Presidium Kabinet, Presiden menjatakan keinginannja mengadakan perobahan tehnis, ialah apabila menurut keputusan dikemukakan Kabinet ditentukan bahwa Menutama (dimana Djenderal Soeharto adalah Men Hankam) sebagai Ketua Presidium Kabinet, maka untuk lebih penjelenggaraan tugas2.
Pembinaan Orde Baru
Kepala Negara menjatakan dalam persiapan penjelenggaraan Pemilihan umum, Pemerintah mengharapkan sungguh2, agar supaja hasil pemilu itu tetap merupakan kemenangan dan bahkan kemenangan mutlak dan kokoh kuat dari Orde Baru.
Untuk itu Pak Harto selaku Pd. Presiden dan Pengemban ketetapan MPR No. IX, akan berusaha dan mengadjak seluruh rakjat Indonesia untuk tatap berdjuang menjelenggarakan pemilu jang hasilnja mendjamin: kemenangan dan tetap terwudjud Orde Baru, tetap tegaknja Pantjasila dan tetap berlaku UUD’45.
Politik Luar Negeri
Kebidjaksanaan Pemerintah dalam bidang Luar Negeri pun akan tetap dilandaskan dan didjiwai oleh Pantjasila dan UUD. Pemerintah akan menjambut baik bantuan ekonomi dati negara2 mana sadja tanpa ikatan politik, tetapi bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Pengertian “Imperialisme” menuru saja, demikian Presiden, adalah adjaran atau praktek2 dan maksud2 dalam bentuk apapun dari sesuatu negara atau bangsa untuk menguasai dan mengeksploitasi negara dan bangsa lain. untuk kepentingannja semata2.
Sedangkan politik luar negeri jang bebas dan aktif, adalah politik luar negeri jg tidak terikat oleh sesuatu dan politik negara dan aktif untuk meperdjuangkan persahabatan, dan kerdjasama internasional, tanpa menjinggung kedaulatan masing2
Dengan demikian Indonesia tidak memusuhi faham2 ideologi negara lain, pun tidak akan mentjampuri masalah rumah tangga negara lain selama politik luar negeri tsb. tidak akan membahajakan faham ideologi dan setidaknja Indonesia akan tetap berusaha untuk membuka fikiran2 atau praktek2 politik negara2 jang sifatnja expansionis dan mengganggu kedaulatan negara dan bangsa lain sebagai benar2 tertjipta perdamaian dunia jang kekal.
Stabilitasi Ekonomi
Sasaran strategi jang kan dalam stabilisasi ekonomi Kabinet Ampera akan meningkatkan taraf kehidupan rakjat setjara minimal dimana rakjat mampu memenuhi kebutuhannja jakni sandang pangan dan sekaligus untuk didjadikan landasan2 perekonomian jg sehat dan kuat guna mengadakan usaha-usaha pembangunan nasional jad.
Pemerintah akan berusaha keras agar stabisisasi ekonomi dapat tertjapai tepat pada waktunja jakni pertengahan 1968.
Program Pembangunan
Dalam rangka persiapan follow-up dibidang ekonomi pembangunan setelah tertjapainja stabilisasi ekonomi, Pemerintah akan mulai membuat rentjana pembangunan djangka 3 s/d 5 tahun sesuai dengan stabilisasi ekonomi jad itu.
Rentjana pembangunan itu meliputi pembangunan materiil dan spirituil Sidang militer.
Selaku Pimpinan ABRI Djenderal Soeharto menjatakan, kelahiran dan perobahanABRI telah menguatkan dan mendewasakan naluri hidupnjajang telah ditempa oleh sedjarah ABRI lahir, hidup dan berdjuang dari dan untuk menegakkan kemerdekaan rakjat.
PertumbuhanABRI telah menempatkanABRI disamping alat pertahanan keamanan, djuga menempatkan dan memberikan hak kepada ABRI sebagai kekuatan sosial politik disamping kekuatan2 rakjat Indonesia jg lain.
Dalam melaksanakan kewadjiban dan haknja sebagai kekuatan sosial dan politik itu, terutama karena ABRI memiliki Sapta Marga dan Sumpah Pradjurit, maka ABRI tidak mungkin tidak akan mewudjudkan kekuasaan militer (militerisme) di Indonesia.
Djustru ABRI, apabila dalam waktu2 jang terachir ini–chususnja dalam periode transisi ini-memegang peranan politik jang lebih menondjol dari pada waktu2 sebelumnja adalah karena tekad dan itikad ABRI untuk mengembalikan dan mengamankan kehidupan Revolusi Pantjasila.
Dalam hubungan iniABRI akan tetap mempertimbangkan kewaspadan dan siap siaga serta akan tetap berada dibarisan terdepan dalam melakukan pembersihan sisa2 mental dan fisik “gestapu/PKI”.
Dibidang militer, konsepsi pembangunan ABRI adalah untuk mewudjudkan sistim pertahanan jang effektif agar ABRI setiap saat mampu mendjaga keutuhan wilajah. kedaulatan negara dan keselamatan rakjat terhadap antjaman serta bahaja baik dari luar maupun dari dalam.
Dibidang ekonomi-pembangunan, ABRI akan terus menjumbangkan kemampuan teknis dan peralatannja untuk membantu dan memperlantjar usaha2 pembangunan dengan operasi2 karyanja. (DTS)
Sumber: KOMPAS (10/04/1967)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 488-491.