1992-01-06 Presiden Soeharto Menyampaikan RAPBN Kepada DPR

Presiden Soeharto Menyampaikan RAPBN Kepada DPR [1]

 

SENIN, 6 JANUARI 1992 Presiden Soeharto menyampaikan Rancangan APBN 1992/1993 kepada DPR didalam sidang paripurna di Senayan pagi ini. Sebelum mengemukakan RAPBN, Kepala Negara memberikan penilaiannya tentang perkembangan ekonomi Indonesia pada tahun silam.

Antara lain dikatakannya bahwa langkah-langkah pendinginan mesin ekonomi telah menunjukkan hasil-hasil awal.

Situasi neraca pembayaran masih tetap menuntut kewaspadaan yang tinggi, namun kecenderungannya menuju ke arab yang lebih sehat. Ekspor non-migas tetap berkembang mantap.

Yang sangat membesarkan hati, demikian Kepala Negara, adalah terus bertambah besarnya ekspor hasil industri dan kerajinan rakyat.

Juga bertambahnya “kemampuan barang-barang ekspor kita menembus pasar dunia yang penuh persaingan”. Selama 10 bulan pertama tahun 1991, nilai ekspor non-migas 24,7% lebih tinggi dari pada pada nilai ekspor non-migas selama kurun waktu yang sama dalam tahun 1990.

Sementara itu, impor non-migas tetap tumbuh, tetapi laju pertumbuhannya sudah mulai melambat. Dalam tahun 1990/1991 impor non-migas meningkat dengan lebih dari 30%. Namun selama tahun 1991 nilai impor non-migas hanya 14% lebih tinggi dari pada nilai impor dalam tahun 1990.

Sementara itu Team Koordinasi PPLN (Pengelolaan Pinjaman Luar Negeri) juga sudah mulai menunjukkan hasil kerjanya dalam bentuk menyurutnya kenaikan pinjaman komersial luar negeri.

Ini sangat membantu meningkatkan kepercayaan dunia terhadap Indonesia dalam kemampuannya untuk mengelola pinjaman dengan baik. Perkembangan ini juga ikut mengurangi kemungkinan timbulnya kerawanan-kerawanan dalam neraca pembayaran kita di tahun-tahun mendatang.

Dengan semua perkembangan itu kita cukup mempunyai landasan untuk optimis bahwa situasi neraca pembayaran dalam tahun 1991/1992 tetap terkendali.

Mengenai kemungkinan-kemungkinan selama satu tahun mendatang, antara lain Presiden mengatakan bahwa prospek neraca pembayaran kita dalam tahun 1992/1993 akan dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi dunia tahun depan.

Dari apa yang dapat kita amati sekarang, pertumbuhan ekonomi tahun depan sangat tidak pasti. Namun ini tidak usah membuat kita pesimis, asalkan kita tetap waspada dalam mengelola ekonomi kita.

Disamping itu penting sekali kesungguhan kita untuk meneruskan dan memantapkan perkembangan yang baik yang sedang terjadi sekarang ini. Tahun 1992/1993 nanti impor memang harus tetap naik sesuai dengan kegiatan ekonomi dalam negeri.

Tetapi kenaikannya harus tetap dijaga agar dalam batas-batas yang aman bagi neraca pembayaran. Demikian pula pinjaman komersial luar negeri harus tetap dikelola agar tetap dalam batas-batas yang wajar. Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mendukung semua itu harus tetap kita pertahankan.

Namun kunci utamanya terletak pada keberhasilan kita untuk meningkatkan penerimaan ekspor kita secara keseluruhan.

Mengenai unsur-unsur pokok RAPBN, antara lain dikatakan oleh Presiden bahwa pengeluaran negara direncanakan mencapai Rp56,1 triliun atau meningkat 11% dari pengeluaran total APBN yang sedang berjalan.

Dari jumlah ini, Rp33,2 triliun dipergunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan Rp22,9 triliun untuk pengeluaran pembangunan.

Sumber pembiayaan dari pengeluaran negara tersebut direncanakan berasal dari penerimaan dalam negeri dari migas sebesar Rp13,9 triliun, penerimaan dalam negeri di luar migas Rp32,6 triliun, dan penerimaan pembangunan sebesar Rp9,6 triliun.

Penerimaan dalam negeri dari migas yang sebesar Rp 13,9 triliun itu merupakan penurunan 7% dari jumlah dalam APBN yang sedang berjalan. Untuk mengimbangi penurunan penerimaan migas ini, andalan kita letakkan pada upaya peningkatan penerimaan dalam negeri di luar migas yang diperkirakan dapat meningkat dengan lebih dari 29%. Ini merupakan peningkatan yang cukup tinggi dan untuk itu kita semua harus bekerja keras.

Masyarakat perlu makin sadar akan kewajibannya membayar pajak. Jumlah wajib pajak perlu terus diperluas; administrasi dan pelaksanaan pemungutan perpajakan terus diperbaiki.

Pengeluaran rutin yang berjumlah Rp33,2 triliun, seperti yang telah disebutkan diatas, berarti terdapat peningkatan sebesar 8,6%. Belanja pegawai meningkat dengan 17,9% dari tahun sekarang, belanja barang meningkat dengan 10,5%, subsidi daerah otonom meningkat dengan 13,1 %, bunga dan cicilan utang naik dengan 10,6%.

Sementara itu dengan hilangnya subsidi BBM, pengeluaran rutin lainnya dapat dihemat dengan 71,3%. Juga dijelaskan bahwa walaupun ada kenaikan yang agak besar dalam belanja pegawai, namun hal itu tidak berarti akan ada kenaikan gaji.

Kenaikan belanja pegawai itu terutama untuk tunjangan isteri, yangakan dinaikkan dari 5% menjadi 10% dari gaji pokok.

Dengan penerimaan dalam negeri sebesar Rp46,5 triliun dan pengeluaran rutin sebesar Rp33,2 triliun, maka kita dapat memupuk tabungan pemerintah sebesar Rp13,3 triliun.

Jumlah ini merupakan peningkatan sebesar 38,3% dari perkiraan tabungan pemerintah dalam tahun anggaran yang sekarang.

Kenaikan jumlah tabungan pemerintah dengan lebih dari sepertiga itu adalah sangat tinggi. Dan perlu diingat, bahwa kenaikan itu diupayakan justru pada waktu harga minyak bumi di pasaran dunia akan menurun.

Hal ini dinilai oleh Kepala Negara sebagai menunjukkan kebulatan tekad kita untuk makin mandiri dalam membangun. Ini juga menunjukkan kesiapan kita sebagai bangsa untuk memasuki tahap tinggal landas. (DTS)

[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 21 Maret 1988 – 11 Maret 1993”, hal 503-505. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: Nazaruddin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.