HANKAM: KESATUAN, DISIPLIN, EFISIENSI [1]
Djakarta, Kompas
SESUAI dengan UUD, maka kesatuan organisasi didalam ABRI kini telah dipulihkan setjara formil, agar dalam kenjataannja kesatuan formil itu djuga bisa diwudjudkan maka diselenggarakan rapat-kerdja Hankam.
Tentang kesatuan ini, sudah berulangkali kita kemukakan bahwa jang diburuhkan sekarang bukan hanja kesatuan dalam bidang organisasi, hirarki dan disiplin militer, tetapi djuga kesatuan dalam bidang sosial-politik.
Jang terachir itu merupakan sosial-politik bahkan kedudukan jang dewasa ini memegang peranan memimpin. Istilahnja jang sering dipakai “leading and commanding position”.
Tak djemu kita kemukakan soal ini, karena didalam kenjataannja kita masih sering menjaksikan kurang adanja kesatuan sikap dan pendirian dalarn bidang sosial-politik itu, djustru pada prakteknja.
Djenderal Soehartopun dalam pedomannja jang diutjapkan pada pembukaan rapat kerdja menegaskan kembali hal itu.
Hanja atas dasar kesatuan organisasi militer dan kesatuan sikap politiksosial itu, fungsi ABRI sebagai stabilisator dan dinamisator bisa dilaksanakan. Tanpa itu, perbedaan2 dalam ABRI djustru merupakan faktor kelabilan jg dengan sendirinja meluas kemasjarakat.
Salahsatu djalan untuk mentjapai kesatuan itu ialah mendjaga agar semua. Personalia ABRI jang bertugas dalam bidang2 diluar ABRI hanja berinduk dalam ABRI, tidak kepada organisasi2 diluar ABRI.
Djalan lain adalah kerdjasama jang lebih baik diantara Sekolah2 Staf Keempat Angkatan. Kalau AKABRI dipersatukan atas sebab jang sama jaitu memupuk kesatuan, maka sewadjarnja pula apabila kesatuan itu diwudjudkan pula pada Sekolah2 Staf keempat Angkatan.
Oleh karena dalarn Sekolah2 Staf itu bukan hanja pengetahuan militer landjutan jang diberikan tetapi djuga pengetahuan sosial-politik.
Sewadjarnja pula apabila pada Hankam sendiri diadakan suatu bagian jang tugasnja mengumpulkan, mengolah persoalan2 nonmiliter untuk didjadikan pedoman dan bahan kepada ABRI beserta personalianja jang bertugas dibidang nonmiliter.
***
KITA garis bawahi penegasan Pd. Presiden, agar dalam menugaskan seorang militer dalam bidang karya tetap dinomorsatukan kriteria keahlian, kedjudjuran dan kepemimpinan agar tertjapai penempatan “the right man in the right place”.
Bukan rahasia lagi bahwa reaksi masjarakat, tegasnja kekuatan sosial-politik nonmiliter, jang paling tadjam terhadap peranan ABRI dewasa ini adalah mengenai persoalan ini.
Menanggapi persoalan itu, tak tjukup ABRI hanja menundjukkan kebenaran bahwa soalnja disini adalah soal “groups interests” dan “power building” dati kekuatan2 sospol lainnja ABRI harus bisa membuktikan bahwa duduknja personalia militer dianeka: djabatan bukan untuk kepentingan kelompok atau individu mereka sendiri.
Bukti itu tidak hanja dengan pernjataan melainkan dengan perbuatan berupa hanja menempatkan orang militer atas prinsip “the right man in the right place”. Oleh karena setiap penempatan bisa salah, maka apabila setelah beberapa waktu terbukti pedjabat itu tak mampu atau menjeleweng, wadjiblah diganti.
Fungsi pengamanan ABRI tak perlu selalu dilakukan dengan menempatkan orang militer dalam djabatan sebab bisa dilakukan lebih efisien jaitu dengan menempatkan tenaga2 ahli, djudjur dan mampu jang committed pada program Pemerintah. (DTS)
Sumber: KOMPAS (15/11/1967)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 780-782.