1992-06-12 Presiden Soeharto Melakukan Pidato dalam Sidang Pleno Konferensi PBB Untuk Lingkungan dan Pembangunan

Presiden Soeharto Melakukan Pidato dalam Sidang Pleno Konferensi PBB Untuk Lingkungan dan Pembangunan [1]

 

JUM’AT, 12 JUNI 1992 Sore ini, pada jam 17.00 waktu setempat, Presiden Soeharto menyampaikan pandangannya di dalam sidang pleno Konferensi PBB untuk Lingkungan dan Pembangunan di Rio de Janeiro. Disampaikannya bahwa manusia dihadapkan pada dua masalah vital, yaitu lingkungan dan pembangunan. Perpaduan antara keduanya merupakan kunci dari tujuan konferensi ini. Dan, merupakan terobosan bagi umat manusia. Namun, hendaknya disadari bahwa kemampuan negara-negara berkembang mengatasi masalah lingkungan secara global, dan sekaligus mencapai sasaran pembangunan tadi, akhirnya akan tergantung pada ada tidaknya lingkungan ekonomi yang mendukung.

Hal ini meyakinkan kita, bahwa perlindungan terhadap lingkungan hendaknya jangan mengorbankan pembangunan. Jangan pula dilupakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan hak fundamental semua bangsa dan negara. Hal ini berarti bahwa kekayaaan alam di negara berkembang jangan dipandang sebagai milik dunia, sedangkan pola konsumsi di negara-negara maju dibiarkan meningkat terus menerus. Sebab, kalau tidak, maka beban tanggungjawab lingkungan akan dialihkan secara tidak adil ke negara-negara berkembang di Selatan. Jelas, hal ini tidak bisa diterima.

Kemudian Presiden Soeharto mengajak para peserta untuk melihat berbagai keputusan dan langkah yang akan disepakati bersama di dalam konferensi ini. Dikatakannya bahwa rancangan-rancangan yang ada di depan kita tidak saja mencakup masalah-masalah dan langkah-langkah yang akan kita selesaikan, namun mengandung juga hak dan kewajiban kita semua yang mempunyai komitmen terhadap lingkungan dan pembangunan. Kepala Negara kemudian menggarisbawahi bahwa kewajiban tersebut hendaknya dibagi dan dipikul bersama seadil-adilnya. Ini, berarti kita harus mempertimbangkan perbedaan tingkat keuangan, teknologi dan kemampuan kelembagaan dari semua negara.

Selanjutnya Presiden menyarankan agar yang menjadi sasaran utama kerjasama internasional, baik di dalam maupun di luar kerangka konferensi ini, hendaknya memungkinkan negara-negara berkembang mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan secara mandiri dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Salah satu cara untuk mencapai tujuan itu adalah agar negara berkembang memperoleh harga yang lebih baik dan lebih adil bagi mata dagangan yang mereka peroleh dari sumber alam sendiri, harga yang mencerminkan biaya untuk memperbaharui lingkungan dan sumber alam. Cara lain ialah agar negara-negara berkembang diberi kesempatan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar dari nilai tambah yang dihasilkan oleh pemrosesan sumber alam sebelum diekspor.

Singkatnya, demikian ditegaskan Presiden, sudah waktunya untuk meninggalkan kebiasaan warisan kolonial dimana negara-negara berkembang hanya dianggap sebagai ekonomi perkebunan.

Untuk menjamin dijalankannya keputusan-keputusan KTT ini, Presiden mengusulkan perlunya dibentuk suatu badan yang melakukan tugas koordinasi untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan secara global dalam semua bidang. Badan ini sebaiknya ditempatkan di bawah wewenang Ecosoc, tetapi dalam hal substansi dan kebijaksanaan, badan ini mempunyai akses ke para pengambil keputusan tertinggi di PBB.

Kemudian sehubungan dengan pembentuk Komisi Tingkat Tinggi untuk Pembangunan yang Berkelanjutan, Presiden mengusulkan supaya komisi ini dapat mengadakan pertemuan pada tingkat kepala negara atau pemerintah. Dengan demikian, komisi itu mempunyai bobot yang diperlukan. (DTS)

[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 21 Maret 1988 – 11 Maret 1993”, hal 550-552. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: Nazaruddin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.