PULAU BURU ADALAH KAMPUS MARXISME

PULAU BURU ADALAH KAMPUS MARXISME

Keadaan Para Tapol Lebih Baik Dari Transmigran2[1]

 

Djakarta, Kompas

Dalam laporannja mengenai hasil penindjauan Komisi C ke Pulau Buru pada achir Nopember 1969 jl. Imron Rosjadi Ketua Komisi II menjatakan Djumat kemarin bahwa keadaan para tahanan politik disana adalah djauh lebih baik dari pada keadaan para transmigran. Disana para tahanan politik itu diperlengkapi dengan beras sebanjak 35 kg per orang/bulan, gula sebanjak 2 ons, ikan asin sebanjak 1,3 kg, dan minjak tanah 1 liter, semuanja untuk setiap orang per bulannja.

Selain itu mereka diberikan djuga pakaian djadi masing2 satu stel, kelambu satu stel dan tikar besar satu stel. Untuk perlengkapan dapur masing2 diberi periuk nasi, wadjan dan tjeret. Dan untuk alat2 pertanian disediakan tjangkul LN, golok, linggis dan parang, setiap orangnja satu.

Dalam rangka swasembada mereka diberi bibit padi 25 kg per orang/Ha, bibit djagung sebanjaknja 5 kantong (1/4 Ha) dan palawidja, lengkap dengan insektisida, dan alat2nja seperti sprayer dsb. bagi mereka djuga disediakan alat2 pertukangan seperti kampak LN, gergadji belah. Untuk kesehatan disediakan obat2an indeks 2 djiwa seharga Rp 400 per 3 bulan, sedang untuk bantuan kematian disediakan kain kafan.

Pulau Buru = Kampus Marxisme?

Pelopor selandjutnja menjatakan bahwa walaupun tempat2 pemanfaatan itu dilengkapi dengan kawat berduri, namun para tahanan politik tersebut pada hakekatnja bebas keluar masuk. Diantara mereka ada jang masih mandi di sungai hingga djam 7 petang. Diwaktu bekerdja di lapangan mereka tidak mungkin diawasi karena mereka berpentjar. Dengan demikian maka dengan sedikit keberanian para tahanan politik itu pasti akan berhasil melarikan diri.

Mengingat itu semua, maka pelapor meragukan apakah projek Pulau Buru tersebut merupakan pemetjahan jang tepat dalam menanggulangi tapol gestapu/PKI. Pengawalan jang terdiri dari satu kompi untuk djangka waktu 6 bulan dipandangnja berbahaja, karena dengan bergaul erat dengan para Tapol, maka besar kemungkinan bahwa para pradjurit jang lemah dapat dipengaruhi oleh para tapol itu.

Pelapor menganggap bodoh kalau ada seorang tapol jang berusaha meloloskan diri dari situ, sebab pada hakekatnja Pulau Buru itu merupakan suatu Kampus Marxisme. Disana mereka tinggal mendjaga kesehatan tubuh dan dapat meng-upgrade diri dengan adanja guru2 jang tjukup baik, bagi mereka tjukup menunggu sampai kamerad2 mereka diluar Pulau Buru berhasil membuat situasi mendjadi ‘hamil tua’ .

Demikian keterangan Imron Rosjadi.

Achirnja pelapor menjarankan agar soal pemetjahan menanggulangi Tapol Gestapu/PKI diseminarkan. (DTS)

Sumber: KOMPAS (14/02/1969)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 246-247.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.