PNI SETUDJU BENTUK ALIANSI

PNI SETUDJU BENTUK ALIANSI [1]

 

Djakarta, Kompas

Setelah mendengar pendapat partai Katolik tentang korupsi Kamis jbl. Komite Anti Korupsi melandjutkan dialog dengan pimpinan partai nasional Indonesia (PNI) Djumat pagi kemarin.

Hadisubeno (ketua umum) jg ingin sekali ditemui KAK tidak berada ditempat dan delegasi diterima oleh Drs. Hardjanto S. (ketua III) didampingi Drs. HA Karundeng (sekdjen II) dan Drs. MA Gowi (bendahara II) petemuan berlangsung di DPP PNI di Salemba 73 Djakarta.

Dialog jang tjukup bersemangat (chususnja pihak KAK) dibuka oleh Asmara (KAK) dengan mengemukakan bahwa generasi muda sebenarnja heran mengapa response partai2 terhadap masalah korupsi tidak nampak.

PNI : Tidak seorangpun jang tidak setudju korupsi dibrantas tapi methode pemberantasan mendjadi faktor jang harus diselesaikan dulu setjara baik. Dalam sedjarah PNI bukan hanja korupsi jang diberantas tapi semua bentuk penjelewengan, menurut PNI baik tindakan preventif maupun represif haruslah dilaksanakan setjara rasional. Korupsi harus dilihat sebagai suatu akibat dan sebabnja ialah administrasi2 negara jang tidak baik sehingga timbul kebotjoran. Aparat2 negera dan mekanisme intruksinja pun kurang baik. PNI berpendapat bahwa sumber2 fundamentil itu harus digarap dulu.

KAK, sejogjanja memang demikian tapi setelah 4 tahun (sedjak 1966) usaha gagal dan UU anti korupsi tetap ada, bagaimana pendapat PNI ?

PNI : Dalam konstelasi Kabinet pembangunan sudah ada Menteri Penertiban aparat Negara kalau aparat ini sudah memenuhi fungsinja (kami tidak tahu sudah sedjauh mana terwudjud) maka tidak ada persoalan lagi. Kita semua ingin tegakkan rule of law tapi djangan lupa rule of games nja, kita pun berusaha agar stabilitas nasional tidak terganggu, mahasiswa menggugat djangan sampai menggugat mahasiswa sendiri untuk ini kita tjari suatu forum dan Presiden telah menjediakan waktu.

KAK, Pemberantasan korupsi harus didjalankan pemerintah dan kami berikan support moril apa pendapat PNI tentang rekomendasi Komisi IV jang sudah disiarkan pers dan saran2 apa jang disampaikan PNI ? Menurut Sunawar korupsi hanja pada top manager tapi akibatnja dirasakan masjarakat. Mengapa pembela kaum marhaen PNI tidak memberi tanggapan ? Salahsatu akibat korupsi ialah peranan ASPRI sekarang dan salahsatu bagian ASPRI ialah OPSUS, benarkah berita pers tentang peranan OPSUS selarna kongres Semarang ?

Dialog ini mulai sarat karena semangat KAK semakin meninggi dan pertanjaan bertubi2 dilantjarkan.

PNI: Bagi PNI dengan menerima UUD 45 dan Pantjasila maka djuga menerima konsekwensinja jakni pemerintah adalah nasional dan dari rakjat, kami telah berikan koreksi tadjam tapi konstruktif.

Nampaknja dalam dialog ini pengertian “korupsi” belum sama sebab Hardjanto berkali2 mengemukakan tjontoh2 tentang korupsi waktu, pegawai ketjil, ini tidak sedjalan dgn jg dimaksudkan KAK jakni setiap penjelewengan jang dilakukan pedjabat dan mengakibatkan kerugian besar pada rakjat.

KAK, Apakah PNI setudju bahwa dalam tindakan represif ini pemerintah djuga harus represif?

PNI : Apakah sudah waktunja ?

KAK, apakah menurut PNI tindakan radikal (bukan seperti sekarang ini) sudah tiba saatnja untuk mengkasuskan masalah korupsi seperti Bulog, Pertamina, satu persatu sampai aparat tsb bersih, sampai sekarang ini belum ada bantahan pemerintah atau instansi bersangkutan terhadap suara pers.

PNI : Mengenai “saatnja” itu kan sekarang pak Harto buka praktek dengan demikian semua jang punja fakta2 dapat menjerahkannja. Bila memang faktor objektif maka memang sudah tiba saatnja itu dan kini pemerintah sedang mengkadji fakta2 tsb.

KAK : Apa sebenarnja “fakta”

PNI : Negara kita ini negara hukum dan fakta2 itu diadjukan kepengadilan tapi bila kurang lengkap situasinja dapat berbalik mungkin sekali menurut sipengkadji sesuatu adalah fakta tapi menurut penguasa itu bukan fakta apa jang dikatakan surat kabar mungkin dianggap publikasi biasa.

KAK: Bukankah dalam hal ini polri dan kedjaksaan Agung berkewadjiban mengusutnja, data2 tentang kasus sudah pada Djaksa Agung dan TPK mana follow upnja ?

PNI: Tapi Presiden punja otoritas untuk menentukan jang lain.

KAK : Apa pendapat PNI tentang Djenderal Surjo ? Mengapa indikasi PKI ditindak eksekutif sedang indikasi korupsi tidak ? Bukanlah keduanja sama bahajanja.

PNI: Korupsi dan PKI sama bahajanja tapi PKI coupnja (indikasi politik) harus lebih tjepat ditindak sebab lebih langsung mengenai keamanan seluruh masjarakat.

KAK : Apakah korupsi tidak membahajakan masjarakat ? Buktinja rakjat menderita seperti sekarang. bagaimana djuga baik indikasi politik maupun korupsi (tingkat sekarang) sama bahaja dan dua2nja diadjukan kepengadilan. Apakah PNI sependapat supaja melakukan hukum karma sadja.

PNI : Tidak setudju karena negara kita hukum.

KAK: Rakjat menderita berarti marhaen menderita apa tindakan PNI ?

PNI : Marhaen akan bangkit memberantasnja.

KAK : Apakah PNI tidak kuatir akan kemungkinan timbulnja suatu aksi spontan jang tidak dapat lagi dikekang oleh mahasiswa/peladjar ?

PNI: Kami memang kuatir dan kami tidak harapkan tapi mogok dan demontrasikan dapat.

KAK : Sekarang demontrasi dilarang, mogok dilarang, kemana dan dimana demontrasi ?

PNI : Bagaimanapun djuga korupsi menggangu. pembangunan dan harus diberantas Selandjutnja KAK mengemukakan bahwa korupsi sudah berfungsi (bukan segi ekonomis lagi) untuk tudjuan lain, inilah jang dianggap sama bahajanja dengan G30S. Seharusnja PNI sebagai partai besar lebih giat menanggulanginja.

Menanggapi masalah ini Hardjanto mengutarakan bahjwa PNI suah menertibkan anggotanja jang terlibat korupsi seperti masalah pupuk.

KAK: Siapa memegang peranan penting dalam pemberantaan korupsi ?

PNI : Kita semua berusaha bersama2 terutama mendorong TPK dan kedjaksaan Agung menjelesaikan tugasnja.

Kembali kesoal Aspri, PNI mengemukakan bahwa sedjauh jang diketahuinja Aspri tidak lebih dari pembantu pribadi Presiden dan tidak mempunjai fungsi legalitas eksekutif.

KAK: Tapi, njatanja dengan Djenderal Surjo ?

PNI : Tidak setudju dengan tugas2 eksekutif Aspri dan tidak ada pengaruh Opsus dalam partai.

KAK: Apakah PNI setudju dengan pendapat Witopo (anggota PNI) tentang korupsi sudah meluas. Presiden bilang belum meluas dan Menteri sekolahan (Mashuri SH) merasa sudah ditampar dengan pernjataan Witopo tsb. Apakah PNI akan mengadakan tindakan organisator bila ternjata Wilopo salah ?

PNI : DPP sampai sekarang sedang mengetjek Wilopo tsb, bila salah akan ditindak namun harus dimengerti utjapan tsb. meluas mungkin dilihat dari segi pembangunan sekarang dimana terdapat banjak kesempatan korupsi “tidak meluas” dilihat dari segi pengkotakan kontrol pemerintah jang tidak memungkinkan korupsi terdjadi.

KAK: Apakah setudju dengan Partai Katolik untuk membetulkan suatu aliansi parpol guna memberantas korupsi ? apakah setudju dengan “short cut” dari partai Katholik untuk menanggulangi masalah tsb.

PNI: Aliansi jang objektif kami setudju dan bukan sadja untuk memberantas korupsi tapi semua djenis penjelewengan mengenai tjara “short cut” dapat disetudjui selama masih dalam prosedur hukum.

KAK: Generasi muda mesinjalir generasi muda sehingga petjah belah, apa pendapat PNI ?

PNI : PNI tidak setudju dengan tjara itu, usaha KAK kontruksi asal tidak mengganggu keamanan lalulintas dan ekonomi.

Selandjutnja PNI berpendapat supaja tindakan represif kasus demi kasus dilakukan, sambil memperbaiki aparatur negara (preventif).

Achirnja KAK mengadjak PNI untuk bermalam tirakad dan sedjauh tidak mengganggu keamanan setiap anggota (sesuai dengan sifat pribadi dalam keanggotaan KAK) PNI boleh ikut tapi untuk mendjadi anggota Hardjanto mengemukakan bahwa sifat kolegalitas dalam pimpinan tidak membenarkan ia tjara pribadi mendjadi anggota KAK.

Selesai pertemuan delegasi mengutarakan mereka belum merasa puas dengan hasil2 dialog “tidak ada titik ketegasan jang lebih/konkrit diperoleh” demikian delegasi. Menurut rentjana dalam waktu dekat ini KAK akan mendengarkan pendapat Mahkamah Agung bila hari Sabtu ini tidak sempat bertemu Presiden. (DTS)

Sumber: KOMPAS (15/07/1970)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 474-478.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.