DUA PULUH LIMA TAHUN PARLEMEN INDONESIA

DUA PULUH LIMA TAHUN PARLEMEN INDONESIA [1]

 

Djakarta, Kompas

Militer kontra Parlemen 17 Oktober 1952 terdjadi peristiwa jang tjukup menggemparkan, itulah untuk pertama kalinja parlemen diserbu massa. Foto diatas adalah plakat2 jang dapat dibatja waktu itu. Kami kutipkan tindjauan madjalah basis bulan Nopember 1952 “Pada tanggal 17 bulan jang lalu itu (Oktober) sehari sesudah penerimaan mosi PNI, terdjadilah suatu demontrasi 500 orang menjerbu gedung Parlemen. Perkakas Parlemen banjak jang rusak karenanja. Beberapa orang anggota Parlemen terpaksa dlindungi “mosi PNI” itu pada pokoknja minta diadakannja suatu panitya jang harus menjelidiki kemungkinan untuk mengadakan perubahan dalam pimpinan angkatan perang dan Kementrian Pertahanan.

Sebagai Menteri Pertahanan ketika itu adalah Sultan Hamengkubuwono, sedangkan sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Major Djenderal Simatupang. Kepala staf Angkatan Darat adalah Kolonel Nasution. Didalam tubuh Angkatan Darat sendiri terdjadi ketidak satuan hati. Masalahnja antara lain berkisar pada usaha peningkatan kwalitas sebagai militer profesional jang hendak diwudjudkan oleh pimpinan Angkatan Perang. Dalam bukunja “Sedjarah Perdjuangan Nasional dibidang Angkatan Bersendjata”.

Djenderal Nasution mengatakan bahwa “perasaan TNI sangat tersinggung” karena “DPRS mengadakan/melakukan intervensi kepada pimpinan Angkatan Darat” padahal waktu itu “TNI baru sadja selesai dari perang gerilja” (hl. 167).

Perselisihan dikalangan AD dianggap selesai dengan ditjetuskannja “Piagam Keutuhan AD” sebagai hasil pertemuan keluarga AD di Jogjakarta pada tgl. 25 Pebruari-1955, jang dihadiri djuga oleh Presiden, Wakil Presiden dan anggota2 kabinet. Para peserta musjawarah jang bersama2 menandatangani Piagam Keutuhan itu djuga mengutjapkan djanjdi dimakam Pak Dirman. Musjawarah meminta pula kepada Pemerintah agar menjelesaikan masalah “peristiwa 17 Oktober 1952” sebelum peringatan proklamasi 1955. Achirnja pemerintah mengambil keputusan “menggunakan hak opportunisnja” djadi masalah itu dideponir (hl. 168).

Inilah suasana dalam Gedung DPRS ketika diserbu demonstran dalam peristiwa 17 Oktober 1952. Dalam wawantjara persnja Kolonel Mustopo mengatakan bahwa dialah jang mengorganisir demonstran itu (Herbert faith” The Decline of the constitutional; Democracy in Indonesia”, hal 261) Nampak djuga pengepungan Istana Merdeka dlm ketegangan 17 Oktober itu.

Moto

Tugas parlemen tidak hanja mengesjahkan undang2 jang baik tapi djuga mentjegah terwudjudnja undang2 jang buruk (Winsten Churchill).

SETJARA formil kehidupan Parlemen Indonsia dimulai pada tanggal 16 Oktober 1945 dengan Maklumat Wakil Presiden No. X isinja menegaskan : 1. Sebelum terbentuk MPR dan DPR Komite Nasional Pusat diserahi kekuasaan legislatif dan ikut memantapkan Garis2 Besar Haluan Negara. 2. Berhubung dengan pentingnja keadaan, pekerdjaan sehari2 Komite Nasional Pusat didjalankan oleh sebuah badan pekerdja jang dipilih diantara dan bertanggung djawab kepada KNIP.

Sebelumnja segala kekuasaan negara berada ditangan Presiden sesuai dengan pasal IV dari peraturan peralihan UUD 45 sebelum Madjelis Permusjawaratan Rakjat, Dewan Perwakilan Rakjat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang2 Dasar ini, segala kekuasaan didjadikan oleh nasional. Dan sebagai pembantu ikut mendjalankan kegiatan dibidang eksekutif.

Berdasarkan pasal IV Peraturan Peralihan tsb. maka Presiden memegang kekuasaan absolut setidak2nja setjara formil. Walaupun keadaan sematjam itu sebenarnja bertentangan dengan tjita2 kemerdekaan bangsa Indonesia namun situasi perdjuangan pada waktu itu memaksanja.

PERKEMBANGAN jang menudju kehidupan parlementer setjara formil itu dapat dituturkan singkat sebagai berikut :

Pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuklah panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI jg beranggotakan 21 tokoh nasional dari daerah2 di Indonesia dengan Ir. Sukarno, sebagai ketua dan Drs. Moh Hatta sebagai wakil ketua. Pada tanggal 18 Agustus 1945 keanggotan PPKI ditambah lagi dengan enam orang tokoh. Pada tanggal itu djuga PPKI menetapkan UUD 45 dan memilih Ir. Sukarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Indonesia (jang pertama).

Pasal 6 ajat (2) UUD 45 jang ditetapkan oleh PPKI itu menjatakan bahwa Presiden dan wakil Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanjak, dengan demikian PPKI telah mendjalankan tugas MPR. (DTS)

Sumber: KOMPAS (13/08/1970)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 485-487.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.