AMANAT KENEGARAAN: KEPALA NEGARA DIDEPAN DPRGR PRES. SOEHARTO AKAN MEMIMPIM LANGSUNG PEMBERANTASAN KORUPSI [1]
. Tuntutan berselimut utk djegal Pemerintah tak akan dilajani
. Jang mendjadi kaja setjara halal tidak akan diusik2
Djakarta, Berita Yudha
Presiden Soeharto selama lk 2 1/2 djam hari Minggu jl. menjampaikan Pidato Kenegaraannja didepan Sidang DPR-GR sesaat setelah Ketua DPR-GR HA.Sjaichu membuka masa persidangan pertama Tahun Sidang 1970-1971 DPR -GR. Dalam Pidato Kenegaraan tsb. Presiden Soeharto menguraikan pokok2 daripada hasil jang telah kita tjapai selama 25 tahun hidup sebagai Bangsa Indonesia jang merdeka. 25 tahun hidup mengurus rumah-tangga Negara kita sendiri. Selama itu kita telah kaja dengan pengalaman; kita menghadapi segala matjam tjobaan dari luar dan dari dalam, kita menikmati sukses dan kita djuga menderita karena kegagalan2 perdjalanan kita kadang2 lantjar, kadang2 djuga berat, bahkan sangat berat. Hal itu adalah kodrat hidup! Setiap orang, setiap keluarga, djuga setiap Bangsa – jang manapun – mengalami pasang-naik dan pasang-surut, demikian Presiden. Lengkapnja amanat kenegaraan Presiden ini akan dimuat setjara berturut2 dalam harian ini.
Dalam amanat kenegaraannja itu, Presiden menjatakan tekadnja untuk tidak akan memberi “angin” kepada koruptor dan tanpa pandang bulu menjeret mereka jang terbukti melakukan korupsi kedepan sidang pengadilan.
“Korupsi memang masih ada dan harus kita berantas,” demikian kata Kepala Negara.
Dikatakan bahwa pemerintah mengatasi masalah korupsi ini setjara integral, sehingga dapat diberantas setjara menjeluruh baik dengan langkah2 preventif maupun langkah2 represif.
Sebab utama meluasnja korupsi, kata Presiden dalam arti luas adalah keadaan ekonomi jang serba sulit jang akibat buruknja disegala segi kehidupan masjarakat, termasuk pengaruh negatif terhadap nilai2 moral dan kebiasaan.
Tidak ada perbedaan pendapat diantara kita, kata Presiden mengenai pemberantasan korupsi ini. Mahasiswa, pers, masjarakat, semua orang jang djudjur, saja sendiri, mempunjai satu tekad jang sama: “korupsi harus diberantas”.
Presiden Soeharto mengatakan selandjutnja bahwa dilihat dari semua segi korupsi tidak dapat kita biarkan. Korupsi merugikan keuangan negara jang berarti merugikan rakjat, membahajakan pembangunan, bertentangan dgn hukum, bertentangan dgn moral dan rasa keadilan.
Presiden menjambut dgn baik dukungan moril jang diberikan oleh masjarakat kepadanja dalam memberantas korupsi ini. ”Tidak perlu diragukan lagi” kata Presiden pula jang menegaskan lebih landjut. “Saja memimpin langsung pemberantasan korupsi”.
Berbitjara mengenai Komisi-4, Presiden mendjelaskan bahwa pertimbangan2 kornisi meliputi hal2 jang bersifat umum dan jg bersifat chusus.
Jang bersifat umum menurut Presiden, komisi berpendapat adanja 3 indikasi jang menjebabkan meluasnja korupsi ialah pendapatan atau gadji jang tidak mentjukupi, penjalah gunaan kesempatan untuk memperkaja diri dan menjalah gunakan kekuasaan untuk memperkaja diri.
Komisi djuga menjatakan kemungkinan meluasnja perbuatan korupsi berhubung dengan meningkatnja kegiatan dalam bidang ekonomi pembangunan seperti perluasan perkreditan, bantuan luar negeri penanaman modal asing dll.
Tindakan represif dalam memberantas korupsi ini ialah supaja alat2 penuntut hukum bertindak sigap dalam memberantas korupsi supaja tubuh TPK disempurnakan dan perlu diprioritaskan perkara :Coopa, CV Waringin, PT Mantrust, Departemen Agama dan PN Telkom.
Presiden mengatakan lebih landjut bahwa komisi menjarankan pokok2 langkah jang harus diambil untuk mentjegah korupsi jg meliputi, penjempurnaan struktur dan prosedur administrasi negara, penjempurnaan prosedur dan pengawasan pembelian pemerintah. Larangan penerimaan retour komisi, inventarisasi kekajaan negara, pengawasan jang bersifat preventif dan represif agar benar2 dilaksanakan pengaturan kembali mengenai pendjualan rumah2 dinas dan larangan penjewaan barang2 milik negara, keharusan pedjabat2/petugas2 resmi menjimpan pendapatan valuta asing jang diterimanja pacta bank2 pemerintah didalam negeri, serta memberi keterangan tentang penjimpanannja, perlu pengawasan jang lebih ketat terhadap kegiatan bea tjukai dan padjak serta penertiban penjimpanan uang negara.
Masalah2 chusus kata Presiden pula, komisi memberikan pendapat dan pertimbangan2nja disekitar persoalan2 PN Pertamina serta pengusahaan minjak dan gas bumi pada umumnja, masalah perkajuan jg meliputi pengusahaan hutan penerimaan pemerintah dan ekspor hasil hutan, idjin eksploitasi hutan, pelaksanaan modal di bidang hutan, iuran hasil hutan dan hak pengusahaan hutan, masalah Bulog jang memuat penilaian Komisi 4 terhadap tugas utama Bulog, tindakan2 operasional struktur organisasi dan keuangannja.
Perkara2 jang tjukup bukti tindak pidananja telah diadjukan kedepan sidang pengadilan, kata Presiden pula jang mengatakan lebih landjut bahwa perkara2 jang tidak tjukup buktinja sulit untuk diadjukan.
Presiden mengatakan bahwa pemberantasan korupsi apalagi jang represif, tidak akan berdjalan lantjar apabila tidak ada kesadaran dan bantuan dari masjarakat.
Jang dimaksudkan oleh Kepala Negara ialah dlm menemukan dan membuktikan adanja kedjahatan korupsi itu sehingga mereka benar2 dapat ditindak dan diadili.
Presiden mengatakan apabila kita hanja bertindak hantam kromo sadja dgn dalih pemberantasan korupsi dichawatirkan bukan ketertiban keadilan dan kepastian hukum jang didapat, djuga bukan kegairahan bekerdja, melainkan perasaan keraguan, kechawatiran, ketidak tenteraman dan kelesuan bahkan kekatjauan suasana.
Kepala Negara mendjelaskan selandjutnja, kalau pemerintah meminta bukti atau kesulitan memperoleh bukti, ini bukanlah memerlukan bukti jang berbentuk dokumen2 foto copy dan lain2nja. Jang diharapkan oleh Presiden ialah laporan kenjataan terdjadinja “kongkalingkong” atau perbuatan2 jang menjeleweng lainnja, mengenai siapa, dimana, dan kapan seorang pedjabat itu minta atau menerima uang suap, uang hangus, uang komisi dan lain2.
“Inilah jang saja maksud dengan bukti njata,” kata Presiden.
“Apabila bantuan dari masjarakat ini benar2 ada saja jakin korupsi akan terberantas atau setidak2nja dikurangi sampai batas jg minimal, dan kita akan benar2 mempunjai aparatur jang sehat, bersih dan berwibawa,” demikian Presiden Soeharto.
Presiden Soeharto menandaskan bahwa ia tidak akan melajani tuntutan2 masjarakat jang ditjari2 seperti tuntutan berselimut dengan tudjuan2 mendjegal pemerintah dalam melaksanakan program2 nasional.
Ditegaskan lebih landjut bahwa tugas seorang Presiden bukan hanja menuruti sadja segala matjam tuntutan.
Karena bila demikian halnja seorang Presiden pasti tidak dapat berbuat apa2. “Seorang Presiden Republik Indonesia”, kata Kepala Negara, “memang harus mendengarkan suara masjarakat, meneliti dan menimbangnja, tetapi tidak semata2 dengan selera pribadinja sendiri melainkan berdasarkan tugas pokok jang digariskan MPRS.
Ia mengemukakan bahwa dengan pendirian itu ia akan memperhatikan segala suara masjarakat selama ia memimpin pemerintahan.
Akan tetapi tuntutan itu wadjar, jang masuk akal jang didorong oleh kemauan yang baik, bukan hanja akan dapat perhatiannja akan tetapi olehnja akan dilakukan. Ia menilai tuntutan2 sematjam itu sebagai dorongan moril jg kuat baginja bekerdja.
Seruan Kepada Orang-Orang Kaja
Dalam amanatnja Presiden Soeharto mensinjalir bahwa memang pedjabat2, karjawan2 tampak hidup berlebih.
“Mereka setjara destruktif memamerkan kekajaannja”, kata Presiden mengatakan lebih landjut “Inilah jang menimbulkan prasangka buruk dari masjarakat, bahkan menurut perasaan rakjat banjak masih serba kekurangan.
Ia memperingatkan bahwa tindak tanduk kelompok ketjil ini dapat mentjemarkan nama seorang aparatur negara.
Olehnja diberikan jaminan bahwa mereka secara halal mendapatknja tidak akan diusik Presiden berkata mereka jang setjara mendjadi kaja memang tidak berhak mengusik atau iri hati”.
Pada kesempatan ini, Presiden mengatakan mereka jang kaja2 mengadjaknja untuk menggunakan kekajaannja diikut sertakan dlm pembangunan ini. Djangan hanja untuk ukuran. jang sama sekali tak ada gunanja bahkan menimbulkan salah kata Presiden.
Presiden Soeharto peringatkan bahwa djangan hanja memikirkan sendiri. (DTS)
Sumber: BERITA YUDHA (1970)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 503-506.