Jakarta, 21 Mei 1998
Kepada
Yth. Bapak H. Muhammad Soeharto
di JI. Cendana
Jakarta
TERHARU DAN BANGGA[1]
Menghaturkan hormat,
Dengan sangat terharu karena sangat bangga melihat ketenangan, ketabahan serta ketegaran Bapak dalam mengucapkan pernyataan bahwa demi persatuan bangsa Indonesia Bapak menyatakan berhenti dari jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia. Sebagai pengagum Bapak, tidak ada maksud mendewakan Bapak. Akan tetapi dalam hati saya berjanji bahwa saya akan mencontoh Bapak, di mana pada saat Bapak ditinggalkan oleh orang-orang yang biasanya selalu mengeIu-elukan Bapak dengan berapi-api dan yang selalu menyebutkan “menurut petunjuk Bapak Presiden” justru adalah orang yang sangat bersemangat meminta agar Bapak segera mengundurkan diri. Akan tetapi dengan senyum khas yang menyejukkan Bapak hadapi semuanya itu.
Bila Bapak berkenan dan tidak mengurangi rasa hormat saya terhadap Bapak, saya bermaksud meminta photo Bapak bersama lbu Tien Almarhumah yang dibubuhi tanda tangan Bapak untuk saya simpan yang kelak akan saya perlihatkan kepada cucu dan cicit saya.
Bersama ini pula sebagai rakyat Indonesia saya mengucapkan terima kasih dari rasa hormat yang setinggi-tingginya atas semua Jasa-jasa Bapak sewaktu menjadi Presiden Republik Indonesia. Kalau mau jujur tanpa dipengaruhi oleh orang-orang yang merasa tidak sejalan dengan Bapak, Bapak adalah seorang Pahlawan Pembangunan yang tidak pernah menepuk dada. Titip salam untuk Mbak Tutut dan Mas Bambang.
(DTS)
Hormat saya,
Irwan Suryadi
Cipinang Indah – Jakarta Timur
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 415. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.