PRESIDEN PADA PELANTIKAN SEKRETARIS DEWAN PERTAHANAN KEAMANAN NASIONAL

PRESIDEN PADA PELANTIKAN SEKRETARIS DEWAN PERTAHANAN KEAMANAN NASIONAL

Rakjat Tulang punggung Pertahanan-Keamanan [1]

 

Djakarta, Kompas

“Kita tidak menghendaki perang. Akan tetapi, bila musuh menjerbu tanah air kita, maka sistim “Pertahanan – Keamanan Rakjat Semesta” jang selalu kita siapkan adalah djawaban jang paling tepat. Dalam hal ini angkatan Perang adalah kekuatan inti pertahanan, sedangkan seluruh “rakjat jang diorganisir setjara teratur merupakan kekuatan jang mendjadi tulang-punggung pertahanan – keamanan itu”.

Demikian penegasan Presiden Soeharto hari Sabtu di Istana Negara, ketika melantik Letdjen MMR Kartakusuma dan Drs. Anwar Sani masing2 sebagai Sekretaris Dewan Pertahanan Keamanan Nasional dan Dubes Luar biasa dan berkuasa penuh untuk Belgia dan Luxemburg.

Dalam awal pidatonja, Kepala Negara mengatakan, “kenjataan jang kita hadapi adalah bahwa dunia kita dihadapkan kepada Praktek2 politik kekuatan dan penguasaan. Kita memang tidak perlu “ikut2an” dengan politik sematjam itu. Tetapi kita djuga tidak boleh lengah terhadap segala bahaja jang dapat menjeret kita kedalam kantjah perebutan pengaruh kekeuatan2 didunia. Bahaja itu, kata Presiden beberapa kali kita rasakan, baik setjara langsung maupun tidak langsung.

Selama ini kita mampu mengatasi tari2kan dari luar itu, kita mampu menghadapi antjaman agresi. Karena kita telah berbulat tekad untuk berdjalan diatas djalan dan tudjuan kita sendiri. Ada tjiri lain djaman kemadjuan tekhnologi sekarang ini ialah muntjulnja senjata2 nuklir serta industri2 alat2 pemusnah jang didukung oleh organisasi dan ekonomi jang kuat.

Sendjata2 penghantjur ini demikian dahsjatnja, sehingga pendadakan serangan nuklir tidak mendjamin kemenangan mutlak sesuati fihak, karena fihak lain dapat melakukan pembalasan dengan ketjepatan dan kedahsjatan jang sama. Keseimbangan alat penghantjur inilah jang membawa “perdamaian” djaman kita sekarang. Bukan perdamaian sedjati, melainkan perdamaian semu.

Subversi dan Intervensi

Dengan demikian bahaja agresi terbuka telah sangat banjak menurun sekarang ini. Tetapi sebagai gantinja, muntjul tjara2 baru jang tidak kurang bahanja dari pada agresi terbuka. Ialah melalui subversi dan intervensi jang langsung, terbuka atau tertutup dapat menimbulkan kekatjauan dan perang2 terbaru seperti terdjadi dibeberapa wilajah.

Karenanja kita harus menjiapkan diri dalam bidang pertahanan nasional. “Dimana letak posisi kita dalam keadaan dunia jang demikian itu, baik fisik maupun idiil? tanja Presiden. Djawabnja : “Letak geographis, potensi kekajaan alam dan djumlah penduduk sungguh memberikan harapan2 jang besar bagi kemadjuan dan kesedjahteraan kita dimasa depan.

Tetapi bersamaan dengan itu, potensi jang kita miliki djuga mendjadi intjeran permainan politik kekuasaan negara2 lain didunia ini. “Tanah air kita menghubungkan dua benua besar dan dua Samodra. Letak jang demikian, ditambah dengan kekajaan alam jang belum tergali memberikan arti ekonomi dan militer jg besar bagi kita sendiri, bagi belahan bumi disekitar kita maupun bagi negara2 lain.

Negara kita dapat dikembangkan mendjadi pusat perdagangan, pusat lalulintas laut dan udara, serta kegiatan2 ekonomi lainnja. Kita harus mampu mengembangkan potensi jang demikian itu. Agar kita sendirilah jang pertama2 merasakan manfaatnja dan bukan hanja orang lain jang menggunakannja.

Negara kita djuga dapat mendjadi pusat lalulintas militer. Dalam hal ini kita harus mampu membangun Angkatan Perang. Bukan sadja untuk menghadapi kemungkinan agresi terbuka, tetapi djuga penting untuk terwudjudnja keamanan dan stabilitas diwilajah ini.

Keluar, tidaklain mendjalankan politik perdamaian. “Dulu orang sering menganut pendirian masa-damai adalah persiapan untuk masa perang jang akan datang”. Sekarang ini harus di balik: “Djika tidak menghendaki peperangan, bangun dan peliharalah perdamaian”. (DTS)

Sumber : KOMPAS (11/10/1970)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 569-572.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.