Coba Kalau Bapak Masih Di Istana

30 Juni 1998

Kepada

Yth. Bapak H.M. Soeharto

di Tempat

COBA KALAU BAPAK MASIH DI ISTANA [1]

Saya iba sekali dalam situasi sekarang ini. Saya selalu memperhatikan mass media baik media elektronik maupun surat kabar. Beritanya macam-macam dan menurut saya kurang mengena di hati Bapak. Kode etik jurnalistik wartawan sudah banyak penyimpangan, sudah tidak ada lagi belas kasihan, dan melupakan hak-hak asasi, padahal setiap warga negara, baik itu rakyat kecil maupun para pejabat atau mantan pejabat harus dilindungi hak asasinya. Sekarang pada berani ngomong macam-macam karena Bapak berhenti menjadi Presiden. Coba kalau Bapak masih di istana, orang-orang itu minta petunjuk Bapak.

Yang paling muak sekali, kok tega-teganya di tubuh Golkar saling tuding, dan saling mencerca Bapak. KKN di negara manapun pasti ada, selama manusia masih memerlukan makan dan minum. Tapi jangan keterlaluan dong, ingin negara ini aman, atau ingin kacau sih dia? Masa Propinsi Timor Timur yang tadinya tidak banyak tuntutan, sekarang menjadi banyak tuntutan. Sehingga ingin memisahkan dari RI.

Ini akibat Tapol-tapol banyak yang keluar, bagaimana nanti jadinya, saya menjadi was-was, takut berkepanjangan. Saya mohon kepada Bapak, luruskan orang-orang yang ada di tubuh Golkar itu. Nasihatilah Pak, jangan bicara seenak udel saja. Kita perlu kesatuan dan persatuan, bukan di bibir saja tapi kenyataan. ABRI jangan terpengaruh oleh isu-­isu yang tidak baik yang akan menjadi bumerang. ABRI tidak boleh terpengaruh oleh orang-orang atau pihak-pihak tertentu yang mengakibatkan ABRI melenceng dari komitmennya.

Saya mengharapkan Bapak, jangan kalah mental akibat Reformasi. Reformasi hanya kata-kata bukan “Malaikat si Pencabut nyawa”.

Golkar jangan terpengaruh oleh oknum-oknum yang menyesatkan seperti halnya aliran agama yang tidak diakui, sehingga Golkar tidak cerai-berai.

Sekian bahan masukan untuk Bapak, Bapak harus lebih mawas diri dari rongrongan dan tantangan yang akan melumpuhkan stamina Bapak. (DTS)

Penulis,

Iskandar Zulkarnain

Majalengka – Jawa Barat

[1]       Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 425-426. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.