Hinai, 13 Juli 1998
Kepada
Yth. Bapak Soeharto
di Rumah
MOHON NASIHAT [1]
Sebelum saya mohon maaf jika saya lancang menulis surat ini untuk Bapak. Lama niat ini terpendam sejak 3 tahun. Perlu Bapak ketahui, saya seorang wiraswasta/pengemudi truk sendiri, sehari-hari mencari jasa angkutan. Saya sering bermimpi ketemu Bapak/lbu sebelum wafat.
Jika dipikir, kapan saya ketemu Bapak/lbu. Saya sendiri tiap hari kerja, jika ketemu dalam mimpi pasti Bapak memberi nasihat kepada saya, bahkan pernah truk saya terpacak dalam kebun rambung. Saya tidur dalam truk dan saya mimpi lagi ketemu Bapak.
Yang saya takjub, sekali waktu sebelum pemilu, dalam mimpi Bapak menemui saya. Bapak bilang, “Saya dicalonkan kembali jadi Presiden”, tapi semua rakyat senang kepada saya. Saya katakan Nabi Muhammad pun masih ada yang benci sedangkan beliau mengembangkan Agama untuk kebaikan umat. Setelah sidang MPR saya mimpi lagi. Di situ Bapak bercerita kepada saya tentang perjalanan hidup Bapak. Dalam mimpi itu Bapak menasihati saya, juga dalam bahasa Jawa campur Indonesia. Padahal saya suku Aceh Iho Pak.
Kesimpulannya, saya ingin sekali menerima nasihat langsung dari Bapak. Jangan hanya dalam mimpi. Semoga Bapak sekeluarga tetap dalam lindungan Allah Swt. Dan sekali lagi, mohon maaf atas kelancangan saya ini. (DTS)
Wassalam,
T. Samsul Anwar
Sumut
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 611. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.