SEBELUM PEMILU 1976 HANYA ADA 3 PARPOL DI INDONESIA

SEBELUM PEMILU 1976 HANYA ADA 3 PARPOL DI INDONESIA

. MPRS Sekarang Tak Berfungsi [1]

 

Djakarta, IPMI

Presiden Soeharto setjara mendadak Rabu sore dan malam kemarin telah memanggil 10 Pimpinan Parpol dan Golkar, dan selama 3 djam lebih mengadakan pembitjaraan tertutup di Istana Merdeka. Dalam pertemuan jang tampaknja sangat dirahasiakan tsb., Kepala Negara mengemukakan gagasan agar sebelum Pemilu jang ketiga tahun 1976 jad, sudah terjadi kristalisasi politik secara demokratis ke arah terbentuknja hanja 3 partai politik di Indonesia.

Mengenai DPR hasil Pemilu jang akan dilantik dan diambil sumpahnja pada tanggal 18 Oktober oleh ketua Mahkamah Agung. Presiden meminta agar pimpinannja terdiri dari 1 Ketua dan 4 wakil Ketua jang diambil dari 4 fraksi, sehingga semua aspirasi2 jang hidup dalam kelompok2 pemikiran politik bisa tertampung. Dalam pengambilan keputusan dimintanja agar tetap memakai sistem “musjawarah untuk mufakat”, karena dinilai sebagai ciri khas dari Demokrasi Pantjasila. Menurut berbagai sumber, Presiden djuga menjinggung mengenai soal penjederhanaan kepartaian di masa depan, chususnja melalui sistem 4 fraksi di DPR sebagai tahap pertama jang harus dikembangkan di dalam masjarakat.

Tidak Berfungsi Lagi

Menurut Presiden dengan dilantiknja DPR hasil Pemilu tgl 28 Oktober maka berarti keanggotaan MPRS jang berasal dari DPRGR “sudah tidak bertugas lagi” sehingga anggota2 MPRS jang sekarang hanja tinggal dari wakil2 daerah, djuga tidak berfungsi lagi. Anggota MPR hasil Pemilu, demikian Presiden, baru akan dilantik dan bersidang pada awal tahun 1973. Kepala negara meminta agar pemimpin2 parpol dan Golkar, sudah dapat memberikan djawaban pada konsultasi jang masih diadakan dalam tempo satu dua hari ini.

Pertemuan Presiden dengan tokoh2 politik tsb, dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok I terdiri dari: Mh, Isnaeni, Harijanto (PNI), Ahmad Sukarmadidjaja dan Hasjim Ning (IP-KI), Maruto Nitimihardo dan Murbantoko (Murba), I.J. Kasimo dan VB. da Costa (Katolik), A. Wenas dan Sabam Sirait (Parkindo). Kelompok II : KH Dr. Idham Chalid (NU), HMS Mintaredja dan Husni Thamrin (Parmusi), Anwar Tjokroaminoto dan Bustaman SH (PSII), Rusli Cholil dan Judo Paripurno (Perti). Sedangkan kelompok III: Golkar jang diwakili oleh Murdopo dan Sapardjo.

Sementara itu Ketua II PB NU HA Sjaiehu hari Rabu mengemukakan bahwa penyederhanaan kepartaian adalah sesuai dengan Tap MPRS, lebih sedikit lebih baik, tapi djangan dipaksakan dari atas, demikian pula dengan djumlah Fraksi2 di DPR nanti. Sebagai orang Islam ia setudju hanja ada satu Partai Islam di Indonesia. Belum bisanja Parpol2 Islam bersatu, hanya disebabkan masih tebalnja “prejudice”, di kalangan masing2 group, kata Sjaichu.

Tokoh NU ini menjetudjui pendapat Bung Hatta agar Pedjabat oleh pimpinan DPR. Sedangkan DPR sendiri merupakan badan pekerdja dari MPR jang mengikuti apakah MPR sebaiknja Keputusan2 MPR dilaksanakan oleh Pemerintah. Dengan demikian menurut Sjaichu bukan sekedar efisiensi, djuga mempermudah peraturan protokoler. Sebaliknja ia menolak pendapat Dr Hatta tentang perlunja hanya dua partai di Indonesia, partai pemerintah dan oposisi. Soalnja, apakah oposisi boleh diadakan di Indonesia, karena djangan2 katanja, “oposisi” nanti diidentikan dengan “anti pembangunan”. (DTS)

Sumber: KAMI (08/10/1971)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 815-816.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.