TRANSMIGRASI DJALAN UNTUK LEBIH MERATAKAN PENJEBARAN PENDUDUK
. Dalam 20 Th baru 114.700 KK Ditransmigrasikan
. Diperlukan Pendekatan Fundamentil Jg berlainan [1]
Djakarta, Kompas
Presiden Soeharto menjatakan bahwa orang baru akan mau berpindah ketempat jang baru, apabila tjukup kejakinan akan mendapatkan kehidupan jang lebih baik untuk hari kemudian. Membuka Loka-Karya transmigrasi dan sekaligus memberikan pengarahannja di Bina Graha hari Senin. Presiden menegaskan bahwa transmigrasi memang diharapkan mendjadi salah satu pintu pembangunan tertjapainja kemadjuan dan kesedjahteraan bangsa.
Dan sesuai dengan pertumbuhan ekonomi transmigrasi merupakan djalan untuk lebih meratakan penjebaran penduduk. Dengan terus terang Kepala Negara menjebutkan bahwa keadaan itu kini masih sangat pintjang. Kepadatan penduduk di Djawa sangat tinggi, jang makin terasa berat dimasa depan melihat kentjendurungan penduduk jang tjepat. Ditundjukkan, bahwa sekalipun usaha2 Keluarga Berentjana telah dimulai.
Tapi hasilnja baru akan terasa dalam djangka waktu lama. Disamping itu usaha2 perindustrian dimasa depan jang menggunakan mesin relatif hanja memerlukan tenaga kerdja jang djumlahnja tidak besar. Oleh karena itu kelebihan tenaga kerdja mau tidak mau sebagian besar harus disalurkan dalam bidang pertanian.
Tanpa adanja kesempatan kerdja jang memadai chususnja. Menteri menegaskan djuga bahwa untuk membuat transmigrasi sebagai alat meratakan penjebaran penduduk dan sekaligus sarana pembangunan daerah. Diperlukan suatu pendekatan fundamentil jang berlainan dari apa jang dilakukan selama ini karena transmigrasi dilihat dari segi effektifitasnja selama ini belum memberikan sumbangan jang berarti sebagai faktor penundjang pembangunan ekonomi baik daerah maupun nasional.
Persoalan Tanah Hams Diperhatikan
Presiden Soeharto lebih landjut mengemukakan bahwa untuk memenuhi harapan para transmigran. Masalah tanah harus diperhatikan benar2 mereka harus dipilihkan tanah jang subur dan tjukup luas. Agar dapat melakukan mixed farming dengan persawahan untuk bahan makanan palawidja untuk ekspor dan kalau mungkin untuk perternakan djuga. Ketjuali itu tanah itu harus diberi status jang djelas menurut peraturan2 jang ada. Djangan sampai terdjadi sengketa2 tanah seperti jang sering terdjadi kini antara para transmigran dengan penduduk setempat.
Perselisihan2 demikian itu harus dihindarkan karena akan mengurangi semangat transmigrasi untuk menjediakan tanahnja didaerah jang baru. Presiden menundjukan pula bahwa transmigrasi memang dalam membuka bidang pertanian, maka orang jang tak mempunyai pekerdjaan didaerah2 akan menuju kekota2 dan akan mendjadi beban berat bagi kota tadi. Dihadapan para peserta Loka-karya itu Presiden mengemukakan bahwa diluar Djawa tanah masih terbuka luas, sementara petani2 dari Djawa jang terkenal ketrampilannja dalam menggarap tanah tentu dapat memainkan peranan besar dalam membuka tanah2 diluar Djawa itu.
Meski sering dikatakan bahwa petani2 Djawa terlalu terikat pada kampung halamannja namun saja rasa apabila mereka jakin akan dapat menemukan kehidupan baru jang lebih baik dengan senang sekali mereka mau dipindahkan kedaerah2 lain.
20 Tahun Bam 114.700 Kepala Keluarga
Sebelumnja Menteri Trans-kop Prof. Soebroto melaporkan bahwa dalam Pelita I dilepaskan transmigrasi adalah penundjang Pembangunan Ekonomi Nasional. Tapi dalam pelaksanaannja, transmigrasi dari tahun 1959 sampai 1970 baru dapat memindahkan 114.700 Kepala Keluarga atau kira2 480.000 djiwa keluar Djawa, dimana mereka bertani didaerah seluas 230.000 Ha.
Disamping itu, ternjata pula terdjadi Transmigrasi Terbalik, jaitu mengalirnja orang diluar Djawa ke Djawa, jang djumlahnja malah 2 atau 3 kali lebih banjak. Menurut Menteri, lokakarya bertudjuan untuk mengumpulkan data2 dan bahan selengkapnja daripada pelaksanaan transmigrasi dalam tahun2 lampau, menganalisa kelemahan dan kebalikkan daripada pelaksanaannja, mempeladjari pengalaman2 dari negara2 tetangga dalam soal land settlement dan achirnja mentjiapkan suatu rekomendasi jang Praktis untuk disampaikan pada Pemerintah guna bahan dalam menentukan kebidjaksanaan transmigrasi tahun2 jad.
Loka Karya ini diikuti 75 peserta dari departemen2, pemerintah daerah, lembaga2 Internasional dan 5 negara tetangga, masing2 Malaysia, Philipina, Muangthai, Sri Langka dan India. Memerlukan penanaman modal jang banjak untuk membangun infrastruktur jang diperlukan. Misalnja pembuatan djalan2, irigasi, sekolah, poliklinik, pasar dsb.
Oleh karena itu, kata Presiden, mutlak adanja KISSA antara departemen2 jang ada hubungannja dengan trasnmigrasi, baik ditingkat Pusat maupun Daerah. Dalam hal ini saja tugaskan kepada Menteri Transkop untuk mengambil inisiatif dan melaksanakan koordinasi antara Departemen2 untuk mendjamin persiapan dan pelaksanaan transmigrasi jang sebaik2nja. Demikian Kepala Negara.
Kerdjasama Pemda dan Hankam
Menurut Presiden, disamping hal2 diatas kerdjasama dan kesediaan Pemerintah Daerah mutlak diperlukan untuk melaksanakan projek2 transmigrasi dengan hankam harus ada kerdjasama erat. Kesatuan2 ABRI dapat digunakan untuk membuka hutan, mempersiapkan tanah garapan dsb. Djika anggota2 ABRI itu kemudian menetap disana mereka dapat memberikan djasa dalam bidang2 pertukangan, teknik dll. sesuai dengan kemampuan masing2.
Presiden mengingatkan bahwa dalam Repelita sekarang transmigrasi dikaitkan dengan pembangunan projek2 djuga. Lokakarya jang akan berlangsung sampai tanggal 16 Oktober nanti akan mengupas al. peranan transmigrasi dalam pembangunan nasional dan daerah pelaksanaan program dan organisasinja.
Djenis2 transmigrasi dari soal kerdjasama internasional. 11 Departemen jang mengikuti adalah: Pertanian, Perhubungan, Kesehatan, Dalam Negeri, Perindustrian, Tenaga Kerdja, Hankam, PUTL, Sosial, Transkop dan Bappenas ditambah 4 universitas masing2 UI, GAMA, IPB, dan Padjajaran. Sedang dari Luar Negeri terdapat 8 lembaga masing2 ADB, FAO, ILO, IBRD, UNDP, UNESCO, UNICEF dan WHO. Badan2 jang memberikan bantuan langsung pada Loka Karya ini adalah FAO, dan Lincoln Institute dari AS. (DTS).
Sumber: KOMPAS (12/10/1972)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 57-60.