TAJUK RENCANA: MASYARAKAT DIMINTA SUMBANGANNYA [1]
Jakarta, Kompas
SEBELAS perguruan tinggi negeri dan swasta diminta oleh Presiden Soeharto selaku Ketua Dewan Pertahanan Keamanan Nasional untuk mengumpulkan bahan-bahan.
Dua macam bahan yang diharapkan, pertama untuk penggarapan Pancasila dan Garis-garis Besar Haluan Negara serta kedua bahan-bahan untuk suatu “Doktrin dan Sistim Nasional” yang akan menunjang pelaksanaan Pancasila dan GBHN.
Sudah tiga kali dalam tahun 1975 ini, Dewan Hankamnas berapat dengan perguruan-perguruan tinggi. Yang terakhir hari Sabtu lalu, langsung dipimpin oleh Sekjen Hankamnas Letjen Kartakusumah.
Keterangan kepada pers diberikan oleh Wakil Sekjen Hankamnas Laksamana Madya Subarkah. Diterangkan dari perguruan tinggi diharapkan bahan-bahan yang didekati secara ilmiah. Sedangkan dari tokoh-tokoh masyarakat diharapkan bahan-bahan yang bersifat empiris, pengalaman.
Dalam pidato kenegaraan 16 Agustus 1975, Presiden menyinggung soal bahan-bahan mengenai Pancasila. Ditegaskan pengumpulan bahan-bahan bukan karena kita sangsi akan Pancasila. Tiada kesangsian lagi. Pengumpulan bahan untuk menguraikan lebih lanjut Pancasila, sehingga lebih memasyarakat, lebih dimengerti, diresapi, diamalkan.
Laksda Subarkah tidak menguraikan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan “Doktrin dan Sistim Nasional”. Tetapi ia memberikan kwalifikasi doktrin dan sistim nasional itu berfungsi menunjang pelaksanaan Pancasila dan GBHN.
Barangkali yang dimaksudkan dengan “Doktrin dan Sistim Nasional” itu tidak berbeda dengan yang diuraikan dalam pidato kenegaraan Presiden. Artinya suatu doktrin dan sistim yang membuat Pancasila lebih terurai, berikut cara-cara menyebarluaskannya dan melaksanakannya.
Menurut pendapat kita, ada baiknya sekali waktu Dewan Hankamnas mengundang media massa untuk diberi penjelasan lebih lanjut mengenai persoalan-persoalan tersebut.
Sebab media massa bisa berfungsi untuk menyebarluaskan persoalan-persoalan tersebut kepada masyarakat. Bisa ikut menggalakkan dan menyalurkan tanggapan masyarakat. Dan dengan demikian, proses partisipasi lebih nyata.
Inilah yang hendak kita garis bawahi dari langkah Dewan Hankamnas: dengan menugaskan perguruan tinggi dan minta pendapat tokoh-tokoh masyarakat, rakyat banyak diajak serta aktif berfikir dan mengumpulkan bahan-bahan mengenai persoalan-persoalan pokok kehidupannya bermasyarakat dan bernegara Pancasila.
Perguruan tinggi diminta sumbangannya secara ilmiah. Masyarakat lewat tokoh-tokohnya diharapkan sumbangannya secara empiris. Pendekatan itu saling melengkapi.
Dan kedua pendekatan itu akan lebih memuaskan, apabila dikaji dari aspirasi, sistim nilai, cita-cita, fikiran-fikiran yang hidup dalam masyarakat. Proses itu juga akan lebih cocok dengan kwalifikasi nasional pada doktrin dan sistim tersebut.
Perguruan tinggi mempunyai kelebihan: disana segala persoalan bisa dikemukakan, dikaji, disoroti, dibandingkan, diadu secara leluasa tanpa khawatir akan timbulnya implikasi konflik dan ketegangan sosial.
Sebaliknya, penggarapan oleh perguruan tinggi akan lebih mantap, dan lebih kena relevansinya apabila terdapat korespondensi antara perguruan tinggi dengan masyarakat.
Pokok yang hendaki kita katakan ialah baik untuk pendekatan ilmiah maupun untuk pendekatan empiris. Isi kalbu, fikiran dan cita-cita rakyat banyak perlu menjadi sumbernya. Dan proses untuk itu harus dimungkinkan.
Sekaligus proses partisipasi masyarakat akan menjadi lebih nyata dan lebih dirasakan. (DTS)
Sumber: KOMPAS (23/09/1975)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 815-816.