TUJUAN LEBIH JAUH INPRES PASAR

TUJUAN LEBIH JAUH INPRES PASAR [1]

 

Oleh: Sumarkoco Sudiro

 

Jakarta, Kompas

PEMASARAN merupakankelemahan ekonomi bangsa Indonesia. Bukanhanya di sektor modern, melainkan juga di sektor tradisionil. Kadang-kadang penduduk di daerah-daerah dapat memproduksikan barang dengan kwalitas lumayan, sawah ­ ladang daerah tertentu amat mencukupi dan dapat dijual ke daerah lain. Tetapi mereka tidak dapat memasarkannya.

Pembangunan pasar di daerah-daerah dengan dana Inpres Pasar dapat diharapkan memberi unsur baru untuk mengatasi masalah di atas. Yang hendak dibangun adalah bangunan pasar untuk menjual barang-barang yang dihasilkan daerah. Bukan pasar seperti di kota-kota besar yang banyak dipakai untuk memasarkan barang-barang industri besar, apalagi barang luar negeri.

Jikalau memang demikian halnya, pasaran dapat menjadi salah satu pengatur konsumsi di daerah bersangkutan. Yaitu mengatur agar penduduk di daerah-daerah memakai daya belinya dengan menggunakan lebih banyak barang buatan dalam negeri.

Di kota-kota besar, pasar beserta kios pertokoannya telah berhasil mengatur pemakaian barang-barang orang kota. Sebab orang kota mencari segala kebutuhannya di dalam pasar. Apa yang tersedia itulah yang dibeli untuk dipakai atau dimakan.

Pada gilirannya pasar dan kios pertokoannya sudah berada dalam rantai pemasaran barang luar negeri. Mereka berada dalam rangkuman perencanaan pemasaran modern dengan reklame yang kuat dan peralatan modern. Dengan sendirinya orang kota mengkonsumsi barang-barang hasil industri modern dani mpor.

Di daerah-daerah diharapkan hal semacam ini tidak terjadi, atau dapat dibatasi. Hendaknya pasar-pasar Inpres jangan masuk dalam perencanaan pemasaran modern. Melainkan tetap merupakan penyalur barang-barang produksi lokal. Dengan demikian memberikan manfaat banyak kepada penduduk setempat.

Inilah yang kita harapkan dari Inpres Pasar yang akan dilaksanakan pemerintah dalam tahun anggaran 1976/77.

Bantuan untuk membangun pasar ini akan diberikan kepada pemerintah kabupaten dan kotamadya. Pasar bersangkutan harus dibangun di dalam kota, yaitu di dalam ibukota kabupaten dan kotamadya. Inpres Pasar tidak dimaksudkan untuk membangun atau memugar pasar di luar kota-kota itu, seperti di kota kecamatan atau di desa-desa. Pasar untuk kecamatan atau desa dapat dibangun atau dipugar dengan biaya dari Inpres lain. Misalnya lnpres bantuan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Pemerintah belum mengumumkan bagaimana pelaksanaannya. Agaknya dana Inpres Pasar yang untuk tahun anggaran 1976/77 berjumlah Rp 20 milyar disediakan oleh Bank Indonesia. Dana ini disalurkan oleh Bank Rakyat Indonesia, sebab bank inilah yang sekarang melayani kreditBimas dan mempunyai cabang di setiap kabupaten dan kotamadya. Pemerintah pusat menyediakan kredit Inpres Pasar kepada pemerintah kabupaten dan kotamadya. Oleh karena itu pemerintah kabupaten dan kotamadya dibebaskan dari kewajiban membayar bunga. Jangka pembayarankembali sepuluh tahun, termasuk masa bebas bayar dua tahun.

Dengan cara di atas pasar menjadi murah. Karena itu dapat menjadi penyalur barang-barang lokal yang lemah pemasarannya. Para pedagang dapat diharapkan tidak akan mencari barang dagangan dari impor atau barang mewah yang memberikan margin keuntungan besar agar dapat membayar cicilan bagi tempatnya berjualan dalam pasar.

Atas dasar pertimbangan ini, sangatlah tidak baik jikalau pasar yang dibangun secara murah itu dipakai untuk menyalurkan barang-barang luar negeri.

Momentum yang Baik

Menurut banyak pengamatan, waktu ini telah ada golongan-golongan masyarakat di daerah-daerah yang mengalami kenaikan pendapatan. Ada macam-macam penyebab yang dikemukakan. Misalnya program Bimas yangmemungkinkan kenaikan produksi per satuan luas dan panen tiga kali setahun. Meningkatnya kegiatan di beberapa sektor ekonomi, usaha menyebarkan dana ke daerah, lokasi proyek-proyek di daerah, pelaksanaan proyek padat karya.

Tetapi suatu laporan menyatakan bahwa setelah pendapatan naik, penduduk tidak tahu bagaimana memanfaatkan uang mereka. Yang banyak terjadi adalah mereka memperbaiki rumah, membeli sepeda atau sepeda motor dan ada juga yang menambah istri.

Investasi juga tetjadi di beberapa bidang usaha yang produktif. Tetapi investasi produktif ini banyak mendapat kesukaran karena barang yang dihasilkan tidak dapat dipasarkan.

Jikalau kesimpulan di atas benar, Inpres Pasar yang dilancarkan pemerintah sekarang tepat waktunya. Paling sedikit dimulai pada saat landasannya ada. Yaitu daya beli di daerah-daerah meningkat dan berbarengan dengan itu kemampuan berproduksi juga mulai bangkit.

Dalam suasana seperti ini pasar dapat menjadi penolong nyata agar daya beli masyarakat setempat dapat dimanfaatkan oleh daya berproduksi masyarakat setempat pula. Baru jika kebutuhan tidak dapat dipenuhi produksi lokal, daya beli dapat disalurkan kepada produksi barang kota atau barang impor.

Walaupun demikian tidak berarti bahwa pemasaran di Indonesia lalu terpecah­ pecah per kabupaten dan kotamadya. Kita tahu ada banyak pasar di daerah-daerah yang menjual berbagai barang. Dan sampai saat ini pemerintah daerah tidak pernah mengarahkan barang-barang apa yang dijual dalam pasar-pasar ini.

Yang ingin kita tekankan adalah bahwa disamping pasar-pasar biasa ini, terdapat pasar Inpres yang menilik cara pembangunan dan pemakaiannya dapat diarahkan untuk merangsang produksi daerah.

Sehubungan dengan inilah hendaknya KIK dan KMKP untuk bidang-bidang tertentu dipergunakan. Walaupun demikian, pemerintah daerah hendaknya mendengarkan nasehat para ahli atau universitas terdekat dalam mengaitkan KIK dan KMKP bagi perusahaan-perusahaan khusus daerah dengan pembangunan pasar di daerah.

Jikalau perusahaan-perusahaan khusus itu berupa perusahaan-perusahaan batik, kerajinan tangan, lukisan, kayu ukir, bentuk pasarannya bukanlah berupa tempat berjualan eceran. Sebab pembeli hasil produksi di atas adalah penduduk kota besar. Karena itu pasarannya harus berbentuk pasaran partai.

Pasaran partai juga berlaku untuk produksi daerah yang sudah mencapai ukuran besar sehingga pasarannya luas.

Mencegah Urbanisasi

Jikalau pasar di daerah dapat berkembang dan dapat menjadi tempat berjualan produksi lokal, kegiatan ekonomi daerah akan berkembang pula. Dan sejalan dengan itu lambat-launjenis usaha di daerah makin beraneka ragam. berarti pekerjaan non-tani  makin banyak.

Ini dapat menampung berbagai kecakapan, sehingga penduduk yang mempunyai kecakapan non-tani dapat mencari pekerjaan ditempatnya sendiri. Mereka tidak usah pergi ke kota.

Tentu saja ini baru tercapaijika perkembangan sudah lebih jauh. Walaupun demikian gambaran semacam inilah yang kita harapkan kelak.

Sejalan dengan pikiran ini, lnpres Pasar lebih cocok untuk disalurkan ke daerah­daerah. Dengan demikian mengurangi beban kota-kota. Penuangan Inpres Pasaruntuk kota-kota hanyalah memberikan pemecahan sementara. Sebab setelah perdagangan tertampung, akan timbul penggiatan sektor-sektor lebih luas yang mengakibatkan jurang perkembangan kota dan daerah-daerah menjadi lebih besar. Ini mengakibatkan arus urbanisasi baru.

Untuk menghitung kemanfaatan pasar di suatu daerah tidak dapat pula dipakai dasar perhitungan “benefit cost ratio”. Yaitu perhitungan perbandingan antara biaya yang dikeluarkan untuk membangun pasar dan hasil pemasukan yang diperoleh dari pasar itu. Jikalau dasar ini yang dipakai, maka daerah-daerah yang ramai saja yang memenuhi syarat dan daerah sepi tidak akan memenuhi syarat. Akibatnya yang ramai akan semakin ramai.

Dasar perhitungan “benefit cost ratio” sekarang tidak dipakai sebagai satu-satunya pertimbangan untuk membangun proyek-proyek nasional. Agar dengan demikian proyek hanya terkumpul di Jawa, melainkan dapat tersebar ke pulau-pulau lain. Prinsip ini pulalah yang hendaknya kita pakai dalam menyebarkan dana Inpres Pasar.

Hendaknya Inpres Pasar jangan hanya dipakai untuk memenuhi kebutuhan pasar yang sudah nyata, melainkan juga untuk merangsang pembangunan daerah-daerah. Jika ada kota-kota besar membutuhkan pasar, hendaknya jangan terlalu banyak dipenuhi dengan dana Inpres Pasar. Biaya membangun pasar itu hendaknya dicarikan dari sumber lain di luar dana Inpres Pasar.

Bimbingan Lebih Jauh

Pasar-pasar lnpres dimaksudkan untukmemberi tempat berjualan untukgolongan ekonomi lemah. Yang dimaksud golongan ekonomi lemah adalah golongan pribumi.

Bank Indonesia telah mengeluarkan surat edaran bagi bank-bank pemerintah bernama “pedoman praktis mengenai pengertian pribumi” tertanggal 6 April 1974.

Pedoman ini sebenarnya dimaksudkan untuk seleksi pemberian KIK dan KMKP, sebab kedua jenis kredit ini hanya diberikan kepada pribumi.

Dalam surat edaran iniditetapkan bahwa yang dimaksud dengan pribumi adalah mereka yang bukan warga negara asing, bukan termasuk warga negara Indonesia golongan Eropa, Cina atau Timur Asing lainnya seperti Arab, India, Pakistan dan lain­ lain.

Mereka harus semata-mata termasuk masyarakat Indonesia asli yang terdiri dari suku-suku Aceh, Ambon, Batak, Dayak, Irian, Jawa, Madura, Minangkabau, Minahasa, Sunda dan suku-suku asli Indonesia lainnya.

Jika terdapat keragu-raguan, pejabat bank wajib minta agar nasabah bersangkutan membuat surat pernyataan yang menerangkan bahwa nasabah tidak termasuk dalam kategori bukan pribumi seperti tersebut di atas. Jika perlu pada surat pernyataan itu dilampirkan riwayat hidup yang disyahkan oleh lurah, camat dan sebagainya.

Perusahaan pribumi adalah perusahaan yang modalnya minimal 75% dipegang pribumi, atau minimal 50% dipegang pribumi tetapi pengurusnya harus mayoritas pribumi.

Agaknya pola seperti ini hendak dipakai untuk memberikan kios atau tempat berjualan dalam pasar Inpres. Tujuan lebih lanjut dari pemberian tempat berjualan dalam pasar adalah hendaknya usaha mereka berkembang menjadi makin besar. Lambat laun mereka hendaknya mempunyai administrasi sederhana yang teratur. Ini membutuhkan pembinaan.

Ada baiknya jika pemerintah-pemerintah daerah mengambil contoh cara pembinaan yang dilakukan misalnya oleh ITB dibawah pimpinan Dr. Iskandar Alisyahbana bagi nasabah KIK dan KMKP Bapindo. Juga universitas-universitas lain mengadakan kerjasama dengan pemerintah daerah untuk membina pengusaha kecil. Tujuannya adalah meningkatkan cara berusaha acak-acakan ke arah cara berusaha yang agak teratur. (DTS)

Sumber: KOMPAS (26/03/1976)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 131-135.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.