PELAKSANAAN POLITIK LUAR NEGERI YANG BEBAS AKTIF TIDAKLAH GAMPANG
Presiden Soeharto mengingatkan, Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pelaksanaan politik luar negeri yang bebas aktif itu tidaklah gampang.
”Lebih-lebih karena dunia masih penuh dengan berbagai benih ketegangan dan konflik, penuh dengan lalu lalangnya kepentingan demikian banyak bangsa, sehingga tidak terhindar adanya benturan-benturan, tidak sepi dari saling berebutan pengaruh diantara kekuatan-kekuatan besar”.
Peringatan Kepala Negara itu dikemukakan ketika Rabu di Istana Negara melantik enam orang Duta besar Rl. Mereka adalah R. Achmad Djumiril untuk Kerajaan Swedia, Johannes Petrus Louhanapessy untuk Republik Sosialis Cekoslowakia, Smjono Darusman untuk Pemerintah Konfederasi Swiss, Soerodjo Sarni untuk Kerajaan Spanyol, Jenderal Pol. Widodo Budidharmo untuk Kanada dan Teuku Mohammad Hadi Thajeb untuk Kerajaan Arab Saudi.
Presiden mengatakan, “apabila kita tidak waspada dan berhati-hati dalam mengemudikan politik luar negeri dalam keadaan dunia yang demikian, maka secara sadar atau tidak sadar kita mungkin terjebak dalam siasat kepentingan lain dari luar, yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan nasional”.
Ia memperingatkan, agar disadari bahwa politik luar negeri tidak lain adalah gerak keluar dari kepentingan nasional Indonesia. Politik luar negeri semua negara juga mempunyai watak dasar yang demikian.
”Ikatan-ikatan tradisional dapat renggang apabila kadar tertentu dari kepentingan nasional terancam. Kesamaan ideologi yang selama ini dianggap sebagai ikatan yang kuat antar negara dapat berobah menjadi permusuhan yang sengit jika kepentingankepentingan nasional telah tampil ke permukaan”.
”Belajar dari pengalaman dan pengamatan ini kita bertambah yakin betapa tepatnya petunjuk GBHN bahwa pelaksanaan politik luar negeri kita haruslah diabdikan kepada kepentingan nasional, khususnya kepentingan pembangunan dalam segala bidang”.
Lapangan Ekonomi
Presiden menyatakan, ketika bangsa Indonesia dahulu berjuang untuk merdeka, bukanlah hanya untuk memperoleh kedaulatan politik di tangan sendiri melainkan juga untuk berdaulat di lapangan ekonomi.
“Karena itu jika perjuangan untuk memegang kedaulatan politik telah lama berhasil, makakita harus melanjutkan dengan perjuangan di lapangan ekonomi melalui pembangunan”.
Dalam hubungan ini diingatkan, bahwa tekad bangsa Indonesia menempatkan pembangunan ekonomi yang tengah giat dikerjakan merupakan bagian dari seluruh perjuangan besar untuk terus memelihara dan memperkokoh kedaulatan bangsa Indonesia seutuh-utuhnya.
Amanat Bangsa
Presiden menilai para duta besar merupakan pelaksana terdepan dari tugas berat yang diemban dan diamanatkan bangsa dan negara seperti tercantum dalam pembukaan UUD 45, khususnya dalam gelanggang pelaksanaan politik luar negeri.
Ia mengemukakan pula tantangan yang harus diatasi para dubes itu dalam usaha meningkatkan penerimaan negara dari sumber dana luar negeri, mencari perluasan pasaran-pasaran baru, hingga dapat memperluas perdagangan barang-barang hasil produksi Indonesia.
”Tentu saja ini merupakan tantangan yang tidak ringan, tetapi kita memang harus mampu menghadapi dan mengatasi tantangan itu”, demikian Presiden. (DTS).
…
Jakarta, Antara
Sumber: ANTARA (23/05/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 67-68.