PRESIDEN PADA PESERTA PENATARAN PEMUDA TIDAK BENAR KAUM MUDA KENA EROSI KEBANGSAAN
Presiden Soeharto Rabu siang mengingatkan tidak pernah membayangkan bahwa pergantian generasi yang akan berlangsung dalam beberapa tahun mendatang ini terjadi dengan ”upacara serah terima”.
“Tidak! ini terjadi dalam suatu proses yang alamiah satu demi satu generasi tua turun dari dan sebaliknya satu demi satu generasi muda naik ke atas pentas sejarah bangsa kita”, kata Kepala Negara dalam sambutannya ketika menerima para peserta Penataran Pemuda Angkatan ke-1 di Istana Negara.
Kepala Negara mengatakan tantangan yang secara langsung menyangkut generasi muda adalah masalah pergantian generasi ini.
“Masalah yang penting ialah bagaimana menjaga kesinambungan dan kelestarian sejarah bangsa kita”.
Saya rasa kesinambungan dan kelestarian sejarah bangsa kita akan dapat kita pelihara kalau generasi muda tidak duduk sebagai penonton, kata Presiden Soeharto, melainkan naik ke atas pentas sejarah bangsanya. Ikut aktif memegang peran pelaksanaan bangsanya.
“Karena itu kalau saudara-saudara ingin menjadi pemberi bentuk dan isi masa depan sejarah bangsa kita dimasa depan pupuklah semangat kepeloporan keberanian tanggung dan resiko. Dan harus dilakukan dalam perbuatan dan pengabdian sekalikali bukan didalam angan-angan dan impian,” kata Presiden Soeharto.
Erosi Kebangsaan
Kepala Negara selanjutnya menyatakan secara prinsip tidak percaya akan ada erosi kebangsaan yang menurut Presiden akhir2 ini orang yang mengatakan kata pemuda sedang terkena seperti itu.
Dalam banyak hal kata Kepala Negara, saya lihat pemuda justru tetap peka terhadap kehormatan bangsanya, tetap menjunjung tinggi kedaulatan negaranya, tetap teguh perhatiannya kepada nasib rakyat dan masa depan sejarahnya.
Menurut Presiden Soeharto persoalan pokok yang menuruti jiwa kaum muda jika mencari jalan dan cara tepat bagaimana mereka berperan lebih besar dalam pembangunan bangsa dan tanggungjawab kaum muda dalam pembangunan itu.
Justru kata Kepala Negara selanjutnya salah satu dari “delapan jalur pemerataan” pada Repelita III ini, terbuka lebar pemerataan partisipasi kaum muda dalam pembangunan. “Saya percaya kaum muda akan memberi peran dalam jalur itu”.
Pada awal sambutannya Presiden Soeharto kembali mengingatkan, pembangunan yang sedang dilaksanakan dewasa ini bukanlah sekedar usaha untuk mencukupi keperluan pangan, sandang dan pangan belaka.
Pembangunan merupakan usaha untuk hidup terhormat sebagai manusia dan sebagai bangsa yang berada di tengah2 kehidupan dan pergaulan antar bangsa.
Usaha mengisi dan memberi makan pada kehidupan bangsa dengan sendirinya memerlukan sistem nilai yang melandasi dan sekaligus mengarahkan pertumbuhan bangsa Indonesia.
Sistim nilai itu menurut Kepala Negara telah dirumuskan oleh para pendahulu kita secara padat dan padu di dalam Pancasila.
Pancasila
Ia merupakan pandangan hidup, dasar falsafah negara dan ideologi nasional bangsa kita. Selanjutnya dikatakan, sukar dibayangkan bagaimana jadinya bangsa kita andaikata pandangan hidup, dasar falsafah negara dan ideologi nasional dalam wujud Pancasila tidak kita punyai.
Tetapi, Kepala Negara menandaskan, hanya memiliki Pancasila saja tidak cukup. Tantangan itu agar benar2 menjadi kenyataan budaya dalam kehidupan bangsa, benar2 dihayati dan diamalkan oleh segenap bangsa.
Berkata Kepala Negara, “kita harus menyadari bahwa pengagungan apalagi hanya pemitosan kita terhadap Pancasila tanpa penghayatan dan pengamalan akan menipu diri kita sendiri”.
Kita tidak perlu menipu diri bahwa Pancasila telah terwujud sekarang ini, GBHN (Garis2 Besar Haluan Negara) sendiri menurut Kepala Negara memberi ancar2 bahwa landasan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila baru dapat kita letakkan setelah melaksanakan lima sampai enam kali Repelita yang terus menerus dan sambung menyambung.
Ditandaskan, apabila Pancasila itu belum terwujud maka sama sekali tidak berarti Pancasila yang harus diganti dengan dasar negara yang lain. Apabila Pancasila, belum terujud maka justru kita semua yang belum menghayati dan mengamalkan secara semestinya.
Karena itulah, demikian kata Kepala Negara penataran2 dan gerakan untuk merenungkan kembali penghayatan gagasan dasar kita mengenai kehidupan kenegaraan dan kebangsaan harus kita lakukan bersama2.
Jangan Manja
Kepala Negara juga mengatakan, mempersiapkan diri untuk memikul tugas dan tanggungjawab kepemimpinan masa depan tidak berarti menanti secara pasif melainkan justru harus terlibat secara aktif dalam pergulatan bangsa kita untuk menghadapi berbagai tantangan dalam semua bidang kehidupan.
”Kita tidak mengingini generasi muda bangsa kita tumbuh dewasa secara manja. Dan saya yakin generasi muda sendiri tidak mau dimanja”, demikian Kepala Negara.
Mengenai peranan generasi muda dalam alam pembangunan sekarang ini Presiden Soeharto mengharapkan agar mereka mampu menyadarkan dan menggerakkan masyarakat dari bawah sehingga mereka dengan penuh gairah meningkatkan taraf hidup dan pendidikan mereka sendiri dan bukan berdiam diri menanti hasil pembangunan.
Menurut Kepala Negara mereka harus menyadari bahwa pemerataan pembangunan bukanlah pembagian kekayaan akan tetapi pemberian kesempatan yang wajar untuk meningkatkan perikehidupan.
Mengakhiri sambutannya Presiden Soeharto berharap, kaum muda terus memelihara peran kepeloporan dalam menghayati danmengamalkan Pancasila, dalam menetapi UUD 1945 dan dalam melaksanakan GBHN.
Padamu Negeri
Ketua Umum DPP KNPI Akbar Tandjung yang juga ikut serta sebagai peserta penataran selesai amanat Presiden atas nama seluruh peserta mengucapkan terima kasih kepada Kepala Negara dan berjanji akan melaksanakan P4 tersebut.
Ia juga menjelaskan di depan Presiden, meskipun ia tidak pernah merasakan indoktrinasi padajaman Orde Lama namun ia mengatakan penataran ini berbeda dan lebih bermanfaat daripada indoktrinasi.
Sebagai penutup dari pertemuan antara Kepala Negara dengan peserta penataran, salah seorang peserta memimpin rekan2nya menyanyikan “Padamu Negeri”. (DTS)
…
Jakarta, Sinar Harapan
Sumber: SINAR HARAPAN (27/06/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 112-114.