KEPUTUSAN YG DILAKUKAN DENGAN PERASAAN BERAT
Presiden Tentang Kenaikan Harga BBM
Presiden Soeharto mengatakan Sabtu pagi bahwa keputusan Pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak bukan merupakan putusan yang mudah. Keputusan itu merupakan salah satu keputusan yang harus dilakukan dengan perasaan berat, katanya.
Namun, kata Kepala Negara, demi kelangsungan pembangunan dimasa datang, demi terciptanya kemajuan yang lebih besar dan kesejahteraan yang lebih baik, maka keputusan itu tidak boleh kita elakkan.
Pemerintah menyadari bahwa keputusan apapun yang diambil, rasa keadilan dan perbaikan kesejahteraan rakyat banyak harus tetap mendapat perhatian yang besar. la menambahkan, karena itu, harga minyak tanah untuk sementara tidak dinaikkan, karena pemerintah tahu minyak tanah merupakan kebutuhan pokok sebagian besar rakyat kita.
"Saya sungguh meminta pengertian dan kesadaran kita semua atas keputusan pemerintah untuk menaikkan harga-harga minyak bumi itu", kata Presiden.
Dalam sambutannya pada upacara peresmian lapangan produksi minyak "Udang" di Kantor Pusat Pertamina itu, Presiden sebelumnya mengemukakan kiranya tidak perlu diterangkan dengan menunda atau tidak menaikkan harga minyak tanah itu berarti pemerintah harus menyediakan subsidi yang lebih besar daripada yang ditetapkan dalam APBN 1979/80.
Melalui TV
Lapangan produksi minyak "Udang" yang merupakan usaha bagi hasil antara Pertamina dengan Continental Oil Company (Conoco) terletak di laut Natuna (1000 mil utara Jakarta). Dalam upacara peresmian itu, Presiden menyampaikan sambutan dan menekan tombol dimulainya exploitasi minyak bumi lepas pantai itu melalui TV yang dipamerkan oleh satelit komunikasi Palapa.
Presiden minta agar cara peresmian seperti initidak mengecewakan mereka yang telah bekerja dengan penuh kesungguhan dan tanpa mengenal lelah.
"Saat ini hati dan kebanggaan kita bersama sama Saudara-saudara semua yang telah dan akan terus bergulat dengan laut yang ganas untuk menggali kekayaan alam bagi kemajuan dan kesejahteraan kita semua," ucap Presiden yang kata2 nya itu didengar oleh peketja2 di atas anjungan yang menyaksikan melalui layar-layar televisi yang dipasang disitu.
Strategis
"Kita selamanya menganggap sangat penting setiap kali kita dapat menggali kekayaan alam kita yang berupa minyak bumi," kata Presiden.
Ia menambahkan, kita semua menyadari peranan minyak bumi sangat besar dalam gerak pembangunan bangsa kita. Minyak bumi juga menempati kedudukan yang sangat strategis dalam perekonomian dunia. Kata Presiden lagi, ia mengingatkan krisis energi yang pemah melanda dunia energi yang pernah melanda dunia, yang akibat goncangannya terasa dimana-mana telah denganjelas menunjukkan betapa strategisnya kedudukan minyak bumi itu.
Kenyataan tadi harus membuat kita berhati2 dan bijaksana dalam menggunakan minyak bumi. Kita tidak boleh menghambur2kan kekayaan alam yang sangat penting ini. Lebih-lebih, karena kekayaan alam ini bukannya tanpa batas.
Karena itu sungguh tepat petunjuk GBHN, agar kita semua menghemat penggunaan minyak bumi. Tapi Presiden segera mengingatkan penghematan penggunaan minyak bumi tidak boleh berarti bahwa pembangunan kita harus terhenti.
Pembangunan industri dan kemajuan kesejahteraan umum jelas memerlukan energi yang tidak sedikit. Karena itu yang penting bagi kita adalah segera berdaya upaya agar ada keanekaragaman penggunaan sumber-sumber energi lainnya, di samping minyak bumi tadi. Usaha mengembangkan sumber-sumber energi lain seperti batubara, tenaga air, tenaga angin, tenaga panas bumi, tenaga nuklir, tenaga matahari dsb.
Namun penganekaragaman penggunaan sumber-sumber energi lainnya itu jelas masih memakan waktu. Juga membutuhkan investasi yang sangat besar. Berbagai jenis teknologi harus kita kembangkan, agar pemanfaatan sumber-sumber energi tadi benar-benar dapat digunakan secara aman dan murah oleh masyarakat. Dan yang tidak kalahnya pentingnya, masyarakat sendiri juga harus siap dalam menggunakan berbagai jenis energi tadi.
Dan sebelum semuanya itu benar2 menjadi kenyataan, maka Pemerintah berkewajiban untuk menyediakan minyak bumi yang cukup bagi keperluan masyarakat dan pembangunan kita, yang memang masih cukup tersedia di bumi Indonesia ini.
Keperluan pembangunan kita dan juga keperluan minyak di dalam negeri mengharuskan kita terus mengintensifkan eksplorasi dan eksploitasi minyak. Dan apa yang dihasilkan oleh ladang produksi minyak "Udang" sekarang ini adalah bukti dari tekad kita tadi, katanya.
Kebutuhan-kebutuhan kita akan minyak bumi memang naik dengan cepat tahuntahun terakhir ini dan akan terus naik di tahun-tahun mendatang. Ini merupakan salah satu tanda bahwa pembangunan kita selama ini telah berjalan makin maju dan tingkat kesejahteraan rakyat juga bertambah baik.
Subsidi
Namun, bertambah besarnya kebutuhan minyak bumi itu juga melahirkan persoalan lain yang harus kita tanggulangi bersama. Selama ini harga jual beberapa jenis hasil minyak bumi seperti minyak tanah, minyak solar, minyak disel dan minyak bakar __yang merupakan 75% dari konsumsi seluruh macam Bahan Bakar Minyak__, masih di bawah harga produksinya. Artinya Pemerintah masih memberikan subsidi. Ini tentu merupakan beban yang tidak kecil bagi anggaran negara kita, yang pada akhirnya juga merupakan beban rakyat.
Di lain pihak, pembangunan harus terus kita laksanakan agar kesejahteraan kita makin bertambah baik. Pembangunan yang makin maju itu jelas memerlukan biaya yang makin besar pula. Kekuatan kita untuk membiayai pembangunan itu akan berkurang jika subsidi harga minyak bumi tetap sangat besar, dan pasti akan bertambah besar lagi di tahun-tahun yang akan datang, karena kebutuhan akan minyak tersebut makin besar. Karena itu tidak dapat lain subsidi harga minyak bumi harus dikurangi. Atau dengan kata lain, harga jual minyak bumi harus dinaikkan.
Kepala Negara mengatakan," karena itulah ketika menyarnpaikan Rancangan APBN tahun pertarna REPELITA III kepada DPR awal Januari yang lalu, saya telah memberi isyarat kepada seluruh rakyat bahwa harga minyak bumi itu akan dinaikkan pada saat yang tepat dan dengan cara yang tidak terlalu membebani rakyat banyak".
Dan dengan persetujuan DPR__melalui Undang-undang APBN 1979/80__ besarnya subsidi minyak itu ditetapkan sejumlah Rp 219 milyar dalam tahun 1979/ 80. Sedangkan andaikata Bahan Bakar Minyak itu tidak disesuaikan harganya, subsidi Bahan Bakar Minyak itu akan sebesar sekitar Rp 600 milyar, kata Kepala Negara.
Hasil Kerjasama
Menteri Pertambangan Prof. Subroto datam pada itu mengatakan penemuan lapangan produksi minyak "Udang" merupakan hasil nyata kerjasama Pertarnina dengan kontraktor rninyak asing Conoco.
Tanpa kerjasama kata Menteri mustahil pekerjaan yang terletak di daerah yang terkenal ganasnya laut Cina Selatan itu akan berhasil dengan baik Menteri mengatakan lapangan produksi minyak yang terletak di perairan Natuna (Riau) itu dapat memberikan harapan baik bagi kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi di laut Cina Selatan.
Keberhasilan Conoco bersama Inpex, Getty dan Gulf itu menurut Menteri secara tidak langsung dapat lebih mendorong perusahaan2 minyak lainnya untuk bekerja di Indonesia bersama-sama Pertamina mengadakan eksplorasi minyak dan gas bumi.
Menurut Menteri hal itu dimungkinkan karena pemerintah telah menciptakan suatu persyaratan kontrak bagi hasil yang saling menguntungkan. Iklim penanaman modal di Indonesia juga dikatakan Menteri telah semakin membaik.
Cadangan Besar
Dikatakan Indonesia masih mempunyai potensi cadangan yang cukup besar untuk dapat membenarkan pandangan optimis akan hari depan perminyakan di kawasan ini. Dari perhitungan sementara diperoleh angka bahwa masih dapat diproduksi 50 milyar barrel minyak, mungkin di daerah2 yang makin sulit dicapai dan tempatnya terpencil.
Pengertian tempat yang sulit dan terpencil kata Menteri adalah relatip terbukti dengan berhasilnya proyek "Udang" di perairan Natuna.
Menteri mengatakan pada tahun 1971 lapangan rninyak lepas pantai hanya menghasilkan rata-rata 10/899 barrel tiap hari atau 12 % dari total produksi minyak Indonesia. Tapi pada tahun 1978 produksi lapangan minyak lepas pantai mencapai 545.241 barrel per hari yang berarti 33,4 % dari total produksi minyak Indonesia sebanyak 1,6 juta lebih barrel per hari.
Peresmian lapangan produksi minyak "Udang" oleh Menteri dikatakan sebagai pertanda baik bagi pelaksanaan Pelita III sektor pertambangan dimasa datang. Menyemburnya minyak dari lapangan minyak di perairan Natuna itu diharapkan akan diikuti keberhasilan pelaksanaan proyek2 lainnya, terutama bagi menunjang sasaran pencapaian pertumbuhan ekonomi rata2 sebesar 6.5% tiap tahun dalam Pelita III.
Jumlah Investasi
Dirut Pertamina Piet Hatjono dalam laporannya mengatakan sampai tahun 1978 jumlah biaya investasi yang dikeluarkan guna keperluan eksplorasi Blok "B" di lapangan minyak itu mencapai 82 juta dollar AS, sedang biaya pengembangan lapangan "Udang" secara keseluruhannya diperkirakan mencapai 90 juta dollar AS.
Dikatakan pembangunan proyek "Udang" itu banyak menghadapi kesulitan al. karena suplai logistik yang relatip jauh serta harus melawan keganasan alam lingkungan laut Cina Selatan.
Piet Harjono mengatakan eksplorasi dimulai oleh Conoco bersama Gulf, Getty dan fupex pada Pebruari 1969. Pemboran sumur eksplorasi pertama dilakukan pada suatu tempat sekitar 400 km di sebelah timur lapangan udang namun tahun 1970 ditinggalkan sebagai sumur kering karena pada sumur itu tidak dijumpai tanda kandungan hidrokarbon.
Dari September 1970 sampai September 1976 dibor 29 sumur eksplorasi dan dari jumlah itu 8 sumur merupakan sumur minyak dan gas serta satu sumur lagi dinyatakan sumur gas.
Pengembangan lapangan minyak "Udang" dimulai tahun 1977. Produksi minyak terlebih dulu ditampung dalam suatu instalasi penampung minyak terapung yakni "Udang Natuna", dengan daya tampung 700 ribu barrel sebelum dikapalkan dengan tanker samudera ke berbagai tujuan.
Lapangan "Udang" mempunyai produksi awal 3.000 barrel per hari dan diharapkan mencapai 30.000 barrel per hari pada akhir tahun 1979. Dikatakan untuk menunjang operasi perminyakan di Natuna selain perlu teknologi tinggi juga diperlukan biaya investasi besar. (DTS)
…
Jakarta, Sinar Harapan
Sumber: SINAR HARAPAN (07/04/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 299-303.