PRESIDEN INSTRUKSIKAN KEPADA MENTERI PERTANIAN :
BENTUK KEMBALI PANITIA REFORMASI AGRARIA
Presiden Soeharto menginstruksikan kepada Menteri Pertanian untuk membentuk kembali suatu panitia yang menangani reformasi agraria untuk mewujudkan pemerataan pemilikan tanah, pemilikan tanah secara minimum, dan mewujudkan keadilan dalam sistim bagi hasil, antara pemilik tanah dan penggarap tanah.
Hal itu dijelaskan oleh Menteri Pertanian Soedarsono, Selasa siang kemarin di jalan Cendana selesai ia diterima Presiden Suharto.
Soedarsono menambahkan, sebenarnya panitia tersebut dulu telah ada, ditangani oleh Menteri Riset, yang dulu dijabat oleh Prof. Dr. Soemitro Djojohadikoesoemo. Tugas yang diemban Menteri Riset yang dulu itu, kata Menteri Pertanian Soedarsono, sekarang belum selesai.
Oleh sebab itu, langkah-langkah yang menuju ke usaha pemerataan pendidikan tanah, supaya di aktif kembali, kata Soedarsono. Juga tentang pemilikan minimum tanah.
Ditanya Pers, Berapa Pemilikan
Ditanyakan pers, berapa pemilikan minimum tanah, menurut Menteri hal itu telah ditetapkan dalam Undang-Undang Pokok Agraria, yakni 2 hektar. Selain akan diaktifkan lagi masalah usaha mewujudkan terciptanya pemerataan pemilikan tanah, pemilikan minimum tanah, soal sistim bagi hasil antara pemilik dan penggarap tanah, juga akan ditinjau lagi masalah yang menyangkut sistim warisan tanah dan sistim jual beli tanah.
Ada Kemajuan
Soedarsono kemarin lapor Presiden tentang hasil Konferensi Dunia Reformasi Agraria dan Pembangunan di Pedesaan yang diselenggarakan di Roma Italia tanggal 12 sampai 20 Juli yang lalu.
Dijelaskan oleh Soedarsono, sebenarnya isi Konferensi tersebut telah dicetuskan 5 tahun yang lalu. Namun kali ini diharapkan masalahnya dapat ditangani oleh FAO dan badan-badan internasional lainnya.
Latar belakang diselenggarakannya konferensi, karena temyata kemiskinan dan kemelaratan di pedesaan menimpa hampir separo penduduk dunia.
Konferensi ini mendapat perhatian cukup besar, dengan negara peserta 95 negara dan terdiri dari 1400 orang, antara lain dari delegasi Indonesia, yang dipimpin oleh Menteri Pertanian Indonesia. Dalam konperensi tersebut ikut memberikan amanat 4 orang kepala negara.
Konferensi akhirnya menyerukan, agar kebijaksanaan nasional masing-masing negara dlm mengatasi kemiskinan dan kemelaratan di pedesaan ialah dengan daerah jalan pemanfaatan yang lebih merata dan efisien sumber-sumber alam, yakni air, tanah dan distribusi pemilikan tanah, atau pemerataan pemilikan tanah di pedesaan.
Menteri mengatakan, pada umumnyahal itu telah sesuai dengan langkah-langkah yang kimi tengah dijalankan oleh Pemerintah Indonesia dengan Pelita III-nya. Bahkan disini pemerintah ikut mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan, termasuk generasi muda dan kaum wanitanya. Baik dalam perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.
Konperensi juga mengharapkan kepada semuanegara untuk memperbaiki sarana produksinya. Semua itu menurut Menteri dinamakan sebagai "Program of Action.”
Tentang kebijaksanaan internasional, dalam usaha meningkatkan pembangunan pedesaan. Konferensi memutuskan perlunya diperbaiki perdagangan internasional, dua memperbesar investasi dan ketiga memperbesar bantuan teknik dan permodalan kepada negara-negara berkembang oleh negara-negara maju. Untuk itu FAO akan menanganinya dengan dibantu badan-badan internasional yang lain.
Menteri Pertanian menyimpulkan bahwa konperensi dunia tersebut dalam usahanya melawan kemiskinan dan kemelaratan telah ada kemajuan, peningkatan dan kesungguhan. (DTS)
…
Jakarta, Berita Buana
Sumber: BERITA BUANA (11/08/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 317-319.