KEMAJUAN SELALU MENDATANGKAN KEBUTUHAN DAN TUNTUTAN BARU

KEMAJUAN SELALU MENDATANGKAN KEBUTUHAN DAN TUNTUTAN BARU

Presiden Serahkan "Parasamya" Pada Jawa Tengah

Presiden Soeharto kembali mengemukakan bahwa kemajuan demi kemajuan telah dicapai. Tetapi masalah, tantangan dan hambatan masih sangat banyak. bahkan banyak masalah baru yang timbul akibat dari kemajuan tersebut, baik yang disadari sejak semula maupun yang tidak, kata Kepala Negara Kamis kemarin ketika menyerahkan "Parasamya Purnakarya Nugraha" untuk Jawa Tengah.

Tanda penghargaan tersebut diterima Gubernur Soepardjo Roestam sebagai prestasi terbaik daerah ini dalam Repelita II. Dalam upacara yang berlangsung di lapangan Pancasila, Semarang. Presiden Soeharto sekaligus menyerahkan "Prayojanakarya Pata" kepada Gubernur Soenandar Priosoedarmo sebagai tanda penghargaan kedua terbaik. Pada Repelita I dahulu, Jawa Timur mendapatkan "Prasamya Purnakarya Nugraha" pula.

Menurut Kepala Negara, apabila kita sekarang ini setelah dua kali Repelita masih merasakan bahwa masalah-masalah dan kebutuhan kita bertambah besar, perasaan itu timbul bukan karena kita tidak mencapai kemajuan. Dan kemajuan itu selamanya mendatangkan kebutuhan-kebutuhan dan tuntutan-tuntutan baru, ujar Presiden Soeharto.

Ia menambahkan, apabila yang dahulu tidak diperlukan, sekarang telah menjadi keperluan hidup. Jika dahulu anak-anak dianggap cukup dengan menyelesaikan pendidikan di SD, maka sekarang setiap orang ingin supaya anak-anaknya mencapai pendidikan yang jauh lebih tinggi dari dirinya sendiri. Dan jika dahulu sebagai rakyat takut pergi ke rumah sakit atau ke dokter, maka sekarang rakyat sudah menjadi "dokter atau rumah-sakit minded" dan seterusnya. Demikian dikatakan Kepala Negara.

Dengan kebutuhan yang meningkat itu, sebagai akibat dan gerak pembangunan ini, maka hams diusahakan supaya penghasilan juga terus bertambah meningkat lagi; baik penghasilan kita secara perorangan maupun penghasilan kita sebagai bangsa. Untuk itulah, demikian Presiden Soeharto, kita masing-masing dan bersama-sama sebagai bangsa untuk bekerja keras dalam zaman pembangunan ini.

Mengangkatnya Tinggi-Tinggi

Selama dua hari, bendera merah-putih dikibarkan di seluruh Propinsi Jawa Tengah. Selama sehari penuh, hari Kamis, masyarakat kota Semarang boleh berpuas diri naik bis kota ke segenap jurusan secara gratis. Ini semua. dalam rangka kegembiraan Jateng memperoleh "Parasamya I Purnakarya Nugraha" atas keberhasilannya dalam Pelita ke II

Kegembiraan terbesar, tercetus pada upacara kenegaraan di tanah lapang Pancasila hari Kamis pagi. Seluruh masyarakat Jateng diwakili oleh kontingen pembangunan 35 buah, sebanyak Dati ll yang ada disana.

Dengan pimpinan langsung para Bupati/Walikota-nya masing-masing, berdiri tegak di tengah panas matahari mengikuti upacara kebesaran.

Sesaat setelah menerima anugerah berupa panji kebesaran warna hijau dari tangan Kepala Negara, Gubernur Soepardjo Rustam langsung mengangkat tinggi­tinggi panji tersebut dan segera memberikannya kepada pasukan pembawa bendera.

Tetapi Gubernur Jatim Soenandar Prijosoedarmo, yang daerahnya memperoleh anugerah "Prayojana Kriya Pata samya" di tanda tangani tanggal 14 Agustus tahun 1974 dan dibawah tanda tangan Kepala Negara ada tulisan Jenderal TNI. Maka Parasamya Jateng di tanda tangani tanggal 14 Agustus 1979 dan dibawah nama Soeharto tak ada lagi tambahan kepangkatan beliau.

Ciri lain yang membedakannya adalah semboyan daerah yang diterakan dalam panji anugerah tadi. Anugerah kepada Jatim, yang waktu itu diterima oleh Gubernur Moh. Noer, pada panji Parasamya diterakan kata-kata semboyan "Jer Basuki Mawa Beya". Sedang dalam Parasamya Jateng, dicantumkan semboyan daerah itu yang berbunyi "Ulashakti Bakti Praja".

Meskipun begitu, dalam kedua panji anugerah Kepresidenan ini, pada sisi yang lain sama-sama tercantum kalimat "Samya Krida Tata Tentrem Karta Raharja".

Ada yang Tak Berseragam

Sesaat setelah pidato Presiden, hadirin menyaksikan pergelaran tarian masal kuda kepang dari Kabupaten Temanggung. Langsung diikuti oleh pawai pembangunan dari ke 35 Dati ll Jateng.

Pawai ini berlangsung sangat meriah, dengan pimpinan para Kepala Daerahnya masing-masing. Sebagai pucuk barisan, dari setiap kontingen, adalah nama kabupaten, panji daerah kemudian para Bupati atau Walikota yang bersangkutan.

Para pimpinan daerah ini berpakaian upacara kebesaran, warna putih-putih dengan topi pet berhiasan gambar burung garuda. Meskipun begitu, ternyata ada bupati yang tidak berseragam serta tak ikut memimpin pawai. Ini adalah Bupati Wonogiri Somoharmoyo. Di gedung Wisma Pancasila, sesaat setelah pawai berlangsung, Somoharmoyo kelihatan tenang-tenang berpakaian jas warna biru.

Pertanyaan rekan-rekannya mengapa dirinya tidak ikut memimpin pawai, hanya dijawabnya dengan senyum-senyum melulu. Bupati Wonogiri adalah satu-satunya bupati di Jateng Kamis siang itu yang takut dipanggang sinarmatahari dan memimpin barisan kabupatennya, mengelilingi tanah lapang Pancasila di tengah-tengah kota Semarang.

60 Ton Bekicot

Setelah pawai berlangsung, Presiden, Ny. Tien dan beberapa Menteri yang hadir pada upacara penganugerahan Parasamya kepada Jateng, dipersilahkan menyaksikan pameran pembangunan di Wisma Pancasila.

Kepala Negara nampak terkesan memperoleh penjelasan dari Kepala Dinas Perikanan Jateng, Ir. Adwinirwan Kamaluddin, tentang hasil ekspor Jateng paling baru. Komoditi ekspor tersebut adalah daging bekicot. Menurut keterangan, selama tiga bulan terakhir, sudah 60 ton daging bekicot di ekspor ke Perancis.

Acara siang itu berakhir dengan pemotongan tumpeng oleh Kepala Negara, dilanjutkan jamuan makan siang bersama. Sementara diantara ribuan masyarakat yang betjejalan di tepi tanah lapang Pancasila, pihak Polisi berhasil meringkus lima orang pencopet.

Mereka tersergap satuan keamanan, sebelum sempat menikmati hasil copetannya. Nampaknya, ke lima pencopet ini tidak menyadari, betapa ketat penjagaan keamanan dilakukan khusus untuk ikut mensukseskan upacara kenegaraan yang berlangsung, sangat meriah ini.

Tunggakan Bimas

Sementara itu bekas Gubernur Jateng, Muhtar, menilai keberhasilan Jateng dalam pembangunan tidak dapat dipisahkan dari situasi dan kondisi yang mendukungnya. la mengemukakan contoh, kerjasama antara Kepala Daerah dengan DPRD.

"Kerjasama itu sekarang sudah terjamin, lain dengan dulu dimana politik masih memegang peranan", katanya.

Memberikan penilaiannya tentang keberhasilan Jateng dalam Pelita II, bekas Gubernur periode 1960-1966 itu mengakui pada masa kepemimpinannya dulu, masalah politik merupakan faktor yang menyulitkan tugas dan kedudukan seorang kepala daerah, sehingga sering menjadi penghambat.

Ia tidak memberikan contoh mengenai pendapatnya ini. Hanya dikemukakan, keadaan seperti sekarang ini jauh lebih baik daripada yang pernah ia alami dulu.

"Ini harus dipertahankan, kalau pembangunan ini akan berhasil," katanya.

Menurut Muhtar, disamping tiadanya faktor penghambat seperti yang dikemukakannya itu, keberhasilan daerahnya dalam pembangunan sekarang ini juga tidak terlepas dari tersedianya pembiayaan.

"Sekarang ini keadaannya sudah maju. Keuangan ada, faktor politik tidak lagi menghambat. Dulu cari biaya sulit sekali." Pensiunan Gubernur ini juga menilai, partisipasi masyarakat makin menonjol.

Tatkala ditanya kesan-kesannya sehubungan dengan anugerah "Parasamya Pumakarya Nugraha” yang berhasil diraih Jateng, Muhtar hanya berkomentar ”Senang sekali", kata Muhtar selanjutnya, "Banyak hal yang sudah berhasil di daerah ini". Tapi ketika dimintai pendapatnya mengenai kekurangan yang masih perlu diperbaiki, sambil menghindar pergi ia mengatakan, ”Terus terang kalau itu saya tidak berani".

Namun dengan cepat ia menghampiri Kompas lagi seraya mengatakan, "tunggakan Bimas yang masih saja belum bisa diselesaikan itu kan ya kekurangan. Tapi pada umumnya bidang pertanian memang sudah berhasil". Tidak jelas apa yang dimaksud dengan keberhasilan itu, jika untuk mencapai swasembada pangan saja masih belum mampu.

Muhtar juga mengatakan "tidak ngerti" ketika ditanya faktor apa yang sekarang dinilai masih menjadi penghambat pembangunan. "Sudahlah, pokoknya dalam pemberitaan jangan memojokkan saya," demikian Muhtar. (DTS).

Semarang, Kompas

Sumber: KOMPAS (31/08/1979)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 506-510.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.