INDIA SAHABAT DEKAT INDONESIA
Presiden Soeharto di New Delhi
Presiden Soeharto dan rombongan, hari Senin tiba di New Delhi untuk kunjungan kenegaraan di India selama tiga hari. Di pelabuhan udara Presiden Soeharto disambut Presiden Sanjiva Reddy dan Perdana Menteri Indira Gandhi, pejabat-pejabat tinggi India serta sejumlah besar masyarakat Indonesia di New Delhi.
Kepala Negara disambut upacara kebesaran militer dengan dentuman meriam 21 kali. Dalam pernyataan singkat di pelabuhan udara, Presiden Soeharto mengatakan, India adalah sahabat dekat Indonesia.
Pada kunjungan kenegaraan ini,Presiden Soeharto akan melakukan pembicaraan dengan PM Indira Gandhi dan bersama Ny. Tien dan rombongan akan mengunjungi Agra untuk melihat dari dekat Taj Mahal, salah satu keajaiban dunia itu.
Komunike Bersama
Sebelum tiba di India, merampungkan kunjungannya di Pakistan, Presiden Soeharto dan Presiden Zia Ul Haq hari Senin di ibukota Pakistan, Islamabad, mengeluarkan komunike bersama.
Dalam komunike bersama itu disebutkan, kedua negara, Indonesia dan Pakistan sama-sama menyatakan keprihatinan yang mendalam atas kehadiran pasukan-pasukan asing di Afganistan dan Kamboja serta menekankan perlunya penarikan segera pasukan-pasukan asing dari kedua negeri itu.
Bahagian lain komunike bersama itu menyebutkan, kedua negara meninjau situasi ekonomi internasional menegaskan kembali ketetapan hati untuk bekerja sama dengan negara-negara Dunia Ketiga lainnya untuk membangun Orde Ekonomi Intemasional Baru yang didasarkan pada keadilan dan persamaan.
Kedua pemimpin juga dalam komunike itu menyatakan keprihatinan mendalam pada peperangan Irak dan Iran serta menghimbau kedua pihak menghentikan pertikaian mereka.
Presiden Soeharto pada kunjungan ini menyampaikan undangan kepada Presiden Zia Ul Haq dan Begum Haq untuk mengunjungi Indonesia. Undangan diterima baik dan tanggal kunjungan masih akan diatur.
Di Karachi
Hari Minggu di Karachi, Presiden Soeharto dan Ny. Tien berziarah ke makam Ali Jinnah, Bapak Pakistan, Kepala Negara Pertama negeri itu.
Di situ dilakukan upacara pembacaan doa. Selesai ziarah Presiden membubuhkan tanda tangannya di atas buku tamu yang diikuti oleh tanda tangan lbu Tien Soeharto di bawahnya.
Dari situ rombongan dengan iring2an mobil menuju ke Pusat Listrik Tenaga Nuklir Pakistan, 15 km dari kota Karachi.
Bangunan yang menjadi kebanggaan rakyat Pakistan itu dibangun tahun 1966 dengan kredit bantuan dari Kanada. Diresmikan tahun 1972 dan mulai berfungsi tahun 1973, proyek ini mempunyai kapasitas 137 mega-watt. Listrik tersebut menerangi seluruh kota Karachi dan sekitarnya.
Dalam proyek ini bekeija 100 orang Insinyur bagian mesin, 300 orang teknisi, dan enam orang insinyur serta dua teknisi wanita.
Presiden Soeharto menyatakan dalam sambutannya, walaupun Indonesia punya sumber energi yang banyak seperti minyak bumi, gas, air dan batu bara, tetapi Indonesia baru memutuskan untuk perlu mendirikan pusat tenaga nuklir di masa mendatang.
Menurut rencana tahun depan diharapkan sudah mempersiapkan ahli2 Indonesia untuk membangun “nuclear plant” dengan kapasitas 30 megawatt.
“Karena itu pula kami yakin, Indonesia akan lebih berhasil tanpa melihat jauh ke negara2 Barat, tetapi akan bekerjasama dengan ahli2 dari Pakistan,” kata Presiden.
Kepala Negara Indonesia itu berharap dalam waktu dekat para cendekiawan kedua negara akan bertemu untuk saling melakukan pembicaraan.
Sementara itu Presiden Pakistan Zia Ul Hag menyatakan bahwa pusat nuklir ini bertujuan untuk maksud2 damai.
“Ini merupakan pelajaran yang berguna bagi negara2 berkembang,” katanya.
Bendungan Tarbela dan Pengungsi Afghanistan
Sabtu siang dengan diantar oleh Presiden Zia Ul Hag, Presiden Soeharto dan rombongan meninjau Bendungan Tarbela, sebuah bendungan (dam) besarnya sepuluh kali Bendungan Jatiluhur.
Setelah mendapat penjelasan dari pimpinan otorita Tarbela Dam, dilakukan peninjauan lewat darat dan dari udara dengan helikopter. Dalam buku tamu Dam Tarbela Presiden Soeharto menulis kesan2nya “Amat mengesankan”.
Dalam perjalanan pulang dari Bendungan Tarbelake Islamabad rombongan kedua Presiden yang menggunakan empat helikopter, sekonyong2 di luar acara yang telah ditetapkan semula, singgah di Gandaf, sebuah tempat penampungan pengungsi2 Mghanistan, sekitai 60 mil dari perbatasan.
Di Gandaf ditampung sekitar 5.000 kepala keluarga, terdiri atas 40.000 jiwa, sebagian besar anak2, wanita dan lelaki2 tua.
Presiden Soeharto didaulat untuk memberikan sambutan di hadapan sejumlah besar pengungsi, yang nampaknya sudah dipersiapkan berkumpul di sebuah tenda besar.
Memberikan sambutannya dalam bahasa Indonesia, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggeris dan diterjemahkan terus kedalam bahasa Afghan, Presiden Soeharto mengatakan para pengungsi terpaksa meninggalkan negeri mereka akibat turut campurnya kekuatan asing. Pakistan memberikan perlindungan dan bantuan kepada mereka karena perikemanusiaan.
“Kami hargai kebesaran Presiden Zia dan rakyat Pakistan yang telah memberikan perlindungan, walaupun Pakistan mempunyai masalah2 dalam negerinya sendiri.”
Presiden Soeharto menyatakan keyakinannya, bahwa para pengungsi tidak suka menjadi beban Pakistan. Oleh karena itu mereka pasti akan segera kembali melanjutkan perjuangan untuk kemerdekaan dan keadilan. Presiden Soeharto percaya bahwa Tuhan ada di pihak mereka karena mereka berjuang untuk keadilan dan kemerdekaan.
Rakyat Indonesiapun di waktu yang lalu menghadapi hal serupa, yaitu harus berjuang melawan musuh yang jauh lebih kuat. Tetapi akhirnya Indonesia menang karena bertekad untuk memperjuangkaa keadilan dan bersedia untuk memberikan pengorbanan.
”Setelah melihat sendiri keadaan saudara2, saya akan sampaikan kepada rakyat Indonesia. Kami percaya bahwa saudara2 akan menang dalam perjuangan dan mencapai cita2 saudara,” kata Presiden Soeharto, yang disambut serentak para pengungsi dengan suara nyaring “Amien”. (DTS)
…
New Delhi, Suara Karya
Sumber: SUARA KARYA (11/12/1980)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 711-713.