TAK ADA SATU PEMERINTAHAN PUN SANGGUP MENGGERAKKAN RODA PEMBANGUNAN TANPA DUKUNGAN RAKYAT
Tak ada satu Pemerintah pun, betapapun kuatnya, yang sanggup menggerakkan roda pembangunan tanpa bantuan dan dukungan rakyat.
Hal itu dikemukakan oleh Presiden Soeharto dalam sambutannya pada peringatan Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW di Masjid Istiqlal, Jumat malam.
Pembangunan adalah usaha dari oleh dan untuk kita semua, seluruh rakyat. Semua pada dasarnya usaha pembangunan tidak lain daripada penjelmaan cita-cita rakyat yang dirumuskan oleh wakil-wakil rakyat yang mereka pilih sendiri lewat Pemilihan Umum yang berlangsung lima tahun sekali, kata Soeharto.
Pada awal pidatonya Presiden mengatakan, kisah Isra Mi’raj mengandung pelajaran bagi kita kaum muslimin. Dengan mengadakan peringatan seperti ini kita maksudkan agar kita dapat makin banyak memetik hikmah pelajaran yang sangat berharga bagi kehidupan kita, baik sebagai orang seorang maupun sebagai bangsa, baik untuk kehidupan sekarang maupun untuk kehidupan di masa-masa yang akan datang.
Kalau kita simak secara mendalam, kisah Isra Mi’raj sungguh mengandung banyak pelajaran yang berisi pesan-pesan moral yang padat dan dalam.
Sebab dalam kisah Isra Miraj itu diceritakan bahwa Nabi kita menyaksikan sebagai tamsil tentang berbagai sikap dan tindakan yang baik dan yang buruk, yang membangun dan yang merusak kehidupan masyarakat, yang sesuai dan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama.
"Pesan-pesan moral dari kisah Isral Miraj itu, seperti juga peristiwa keagamaan lainnya, perlu senantiasa kita renungkan kembali," katanya.
Sebagai bangsa yang kuat keagamaannya kita memang harus pandai dalam menentukan sikap dan tindakan kita, agar dalam mengejar dan mencapai kemajuan hidup, selalu dalam suasana keseimbangan-keseimbangan antara segi-segi fisik lahiriah dan segi-segi mental rohaniah, antara segi-segi duniawi dan segi-segi duniawi.
Masalah yang kita hadapi adalah bagaimana agar rumusan cita-cita kita itu tidak berhenti pada ungkapan kata-kata melainkan benar-benar terwujud dalam kehidupan nyata, benar-benar kita rasakan dalam udara kehidupan, kata Presiden.
Kita wajib bersyukur kepada Allah SWT bahwa Pemilihan Umum yang baru lalu itu, telah terlaksana dengan baik, meskipun selama kampanye sebelumnya telah terjadi peristiwa-peristiwa yang menegangkan.
Keberhasilan itu terutama, menurut Presiden, karena kita semua tetap menyadari bahwa persatuan dan kesatuan bangsa jauh lebih penting dibanding kepentingan masing-masing golongan.
Adalah sangat tidak bertanggung jawab apabila kita lebih mendahulukan kepentingan golongan daripada kepentingan bangsa yang jauh lebih besar.
“Sikap dan tindakan seperti itu hanya akan memperbesar pertentangan dan memperlebar perbedaan sesama kita sebagai satu bangsa," katanya.
Ia mengatakan, dalam rangka inilah maka semua kejadian yang kita alami bersama kampanye Pemilihan Umum yang baru lalu hendaknya membuat kita semua, tanpa kecuali, melakukan mawas diri,
Pemimpin Harus Jaga Lidah
Hadir pada peringatan Isra l Miraj di Masjid lstiqlal ini, Ny. Tien Soeharto, Presiden dan Ny. Nelly Adam Malik, Pimpinan Lembaga Tinggi Negara dan Ibu, Menteri Kabinet Pembangunan III, para Kepala Perwakilan Negara Sahabat, para pejabat tinggi Pemerintah dan para undangan lainnya serta warga Ibu kota yang memenuhi semua ruangan di Mesjid Istiqlal.
Kepada para hadirin Presiden mengatakan, kita harus bertanya kepada diri kita masing-masing, apakah ucapan dan tindakan kita, terutama tindakan mereka yang tergolong atau dianggap sebagai pemimpin, benar-benar menguntungkan atau malah sebaliknya merugikan masyarakat banyak.
Apakah ucapan dan tindakan kita bisa kita pertanggung jawabkan, kepada sesama manusia dalam kehidupan sekarang danjuga dapat kita pertanggung jawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Maha Adil.
Kita adalah bangsa yang tahu sopan santun, kita adalah bangsa yang diberi warisan nilai-nilai keluhuran. Bagi kita kaum muslimin, hendaknya selalu ingat kata-kata Nabi Muhammad SAW yang menyababkan bahwa "Keselamatan manusia terletak pada pemeliharaan lidah."
Karena itu salah satu sikap yang perlu kita ambil, kata Soeharto, terutama oleh para pemimpin, adalah menjaga lidah agar tidak terucapkan kata-kata yang tidak bijaksana, yang menusuk perasaan atau yang menyesatkan.
"Hal ini memang tidak mudah. Kita harus menempa kesadaran moral yang tinggi hingga kita mampu menguasai diri kita sendiri. Di sinilah antara lain terletak nilai dari norma-norma agama. Sebab agama mendidik kita agar kita menjadi penguasa terhadap diri kita sendiri," katanya.
Agama mendidik kita agar menjadi pengekang hawa nafsu yang sering kali menjerumuskan kita, sehingga merugikan diri sendiri dan merugikan masyarakat banyak.
Adalah Nabi kita pula yang mengatakan bahwa "Sang pemberani yang sejati adalah orang yang sanggup menguasai diri ketika sedang marah”.
"Kata-kata Nabi ini perlu kita camkan bersama, terutama oleh para pemimpin, sebab sering kali ucapan-ucapan yang terlontar di waktu marah di luar kesadaran kita", kata Soeharto.
Bukan Sekedar Tradisi
Menteri Agama Alamsjah Ratu Perwiranegara dalam sambutannya mengatakan, peringatan Isra dan Miraj ini bukan sekedar tradisi yang kering tanpa arti spiritual keagamaan yang amat diperlukan dalam kehidupan kita sebagai bangsa yang berfalsafahkan Pancasila.
Satu di antara tujuan memperingati Isra dan Miraj adalah untuk mengambil pelajaran dan hikmah dari padanya, dalam rangka menghidup suburkan kehidupan beragama di dalam masyarakat dan bangsa kita, di samping sebagai ungkapan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada kita bangsa Indonesia.
Sejak awal pertumbuhannya, bangsa kita telah memasyarakat kesadaran dan keyakinannya akan kebenaran ajaran agamanya yang kemudian berkembang, manunggal memperkuat semangat kebangsaan yang telah mampu melahirkan kemerdekaan bangsa dan negara.
Sejak itu pula makin kita rasakan pentingnya menghidup suburkan kesadaran dan semangat keagamaan di dalam kehidupan bangsa dan negara kita, kata Alamsjah.
Ia mengatakan, Pemerintah menyadari sepenuhnya bahwa bangsa kita adalah bangsa yang beragama yang mayoritas penduduknya memeluk agama Islam.
Dalam kesadaran itulah makanya Pemerintah telah menetapkan langkah-langkah dan garis-garis besar pembangunan nasional kita seperti yang telah tertuang dalam GBHN, terurai dalam Pelita demi Pelita yang tertampung dalam APBN, APBD, apalagi bantuan-bantuan dana kerohanian Presiden terwujud dalam berbagai pelaksanaan pembangunan.
Ditetapkan bahwa pembangunan di bidang agama tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional dan dilaksanakan dalam rangka pembangunan masyarakat Indonesia dengan dua sisi yang sama penting, yaitu sisi pembangunan fisik material dan sisi pembangunan mental keagamaan, katanya.
Karena itulah Pemerintah dengan segala kemampuan yang ada telah berusaha ke arah itu. Banyak langkah-langkah kearah itu telah diperbuat.
Melalui peringatan Isra dan Mir’aj ini, marilah kita mengadakan tinjau ulang terhadap keimanan, ketakwaan dan amal ibadah kita dalam rangka menghadapi masa depan, yaitu tercapainya pembangunan manusia Pancasila seutuhnya, manusia yang beragama, ber-Tuhan dan bertakwa, kata Alamsjah.
"Kita bertekad untuk memperbaiki kesalahan dan kekurangan kita dalam melanjutkan dan meningkatkan pembangunan, baik pembangunan di bidang fisik material, maupun di bidang mental spiritual agama," katanya. (RA)
…
Jakarta, Antara
Sumber : ANTARA (22/05/1982)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 717-720.