MEMPERLUAS RASA KEADILAN
DUA pikiran besar dikemukakan oleh Kepala Negara dalam sambutannya ketika membuka rapat kerja terbatas para gubernur/kepala daerah se Indonesia.
Pikiran pertama, tugas bagi para gubernur untuk merangsang dan mengajak rakyat ikut aktif melaksanakan tugas pembangunan. Dengan kata lain merangsang pembangunan dari bawah.
Pikiran kedua menyangkut keharusan untuk mengenali sumber kerawanan dalam lima tahun mendatang.
Sumber kerawanan yang disebutnya dua : pertama, apabila rasa keadilan tidak diperluas dalam Repelita IV dan, kedua, manakala masalah-masalah lapangan kerja, pendidikan, perumahan rakyat, kependudukan tidak semakin dipecahkan.
Kita berpendapat, gagasan yang dikemukakan oleh Kepala Negara amatlah sentral. Dengan kesanggupan memahami dan melaksanakan dua gagasan tersebut, para kepala daerah sudah akan memberikan sumbangan besar bagi kesejahteraan rakyat.
Agar gagasan besar sanggup merangsang program, pelaksanaan, dengan semangat yang memadai, gagasan itu perlu dijabarkan lebih lanjut.
SEJAK dulu, partisipasi masyarakat menjadi kebijakan dan pedoman pokok dan karena itu juga tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Dalam praktek keadaannya belumlah seoptimal yang dikehendaki.
Pernah dilontarkan kritik, dulu sebelum Repelita, masyarakat masih sanggup berswakarsa membangun sekolah atau madrasah. Kini swakarsa itu surut, karena timbul salah kaprah baru, yang dianggap pembangunan hanya jika berasal dari pemerintah.
Proyek Inpres besar manfaatnya. Salah satu instrumen pemerataan sehingga di desa dan di tempat terpencil untuk kepentingan rakyat banyak, serentak dibangun prasarana-prasarana pendidikan, kesehatan, perbaikan jalan, kampung dan lain-lain.
Pelaksanaan proyek Inpres harus menurut standar nasional dan sasaran fisik dijadikan ukuran keluarnya biaya dari pusat. Salah satu ekses, orang membuat proyek Inpres sesuai standar pusat tanpa mempedulikan keadaan dan lingkungan setempat.
Pekerjaan harus cepat selesai. Hal itu lebih terjamin jika diborongkan kepada kontraktor. Sebaliknya diserahkan kepada komunitas setempat, prosesnya makan waktu.
Sering kali dipilih alternatif pertama dari segi kepraktisan masuk akal dari segi partisipasi masyarakat, kurang.
CONTOH serupa dapat diperbanyak. Jika kini dalam Repelita IV, Kepala Negara menegaskan lagi perlunya tanggung jawab masyarakat dalam pembangunan, apa saja yang perlu disadari ?
Dengan selalu sadar mengarahkan orientasi ke bawah. Partisipasi pembangunan jangan ditafsirkan secara fisik belaka. Sekaligus juga diterapkan secara politik.
Artinya, masyarakat diberi kesempatan dan keleluasaan untuk menyatakan pendapat, pertimbangan, penilaian.
Hal itu dapat terjadi, jika pengertian para gubernur mengenal pembangunan itu sendiri adalah lengkap.
Pembangunan mencakup seluruh aspek dan proses termasuk juga pembangunan kemasyarakatan. Jika pembangunan dalam praktek hanya diartikan secara fisik, orientasi lengkap tidak akan timbul.
Apabila orientasi lengkap tidak tampil, sukar juga merangsang partisipasi masyarakat. Pendekatannya tidak akan kena. Masyarakat akan lebih cenderung menjadi penonton atau nyadong dawuh, menanti perintah dari atas.
AMATLAH menyegarkan, gagasan kedua yang ditekankan oleh Kepala Negara. Kerawanan dalam Repelita IV berkurang, apabila rasa keadilan diperluas.
Tentang lapangan kerja, pendidikan, perumahan, kependudukan sudah berulangkali kita ulas. Kali ini kita pusatkan pada amanat kepada para gubernur untuk memperluas rasa keadilan.
Amatlah tepat pemahaman itu. Pembangunan kita kini mengenali seribu macam masalah. Seribu macam masalah itu tanpa berarti mengabaikan yang lain-lain, dapat secara pada dirumuskan bagaimana memperluas rasa keadilan.
Rasa keadilan pertama-tama lebih dikaitkan dengan pemerataan kegiatan dan hasil pembangunan di bidang sosial ekonomi.
Hal itu benar dan memang pemerataan kegiatan dan hasil ekonomi juga menjadi dambaan. Keadilan distribusi dari kegiatan dan produk sosial ekonomi akan secara lengkap, memenuhi rasa keadilan apabila dimensi non ekonomi dari keadilan itu sekaligus juga dijadikan faktor substansial.
Disini letak kekhususan paham pembangunan kita. Orang lain mempertentangkan pertumbuhan ekonomi dengan rasa keadilan. Rasa keadilan juga dirumuskan secara berturut-turut sehingga yang dipersoalkan lebih dulu ekonomi baru kemudian sosial dan politik.
Rasa keadilan Indonesia, seperti terungkap dalam falsafah dan pernyataanÂpernyataan kepustakaan Indonesia (Jawa) klasik dan terungkap dalam pergerakanÂpergerakan rakyat, mencakup seluruh dimensi yang sanggup memenuhi isi kalbu manusia.
Tercakup dalam pengertian rasa keadilan adalah keadilan di bidang ekonomi, hukum, sosial, politik. Hal itu lebih mudah ditangkap apabila paham rasa keadilan Indonesia dikaitkan dengan personifikasi Ratu Adil.
SEBELUM melangkah ke uraian kebijakan dan program, lebih dulu paham lengkap tentang rasa keadilan Indonesia itu perlu dipahami sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya oleh para gubernur dan semua penyelenggara pemerintahan dan pembangunan. (RA)
…
Jakarta, Kompas
Sumber : KOMPAS (16/03/1984)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 540-542.