PEDOMAN PENYEDERHANAAN DAN PENGENDALIAN PERIZINAN DI BIDANG USAHA

PEDOMAN PENYEDERHANAAN DAN PENGENDALIAN PERIZINAN

PERIZINAN DI BIDANG USAHA

LAMPIRAN ISTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA NOMOR 5

TAHUN 1981 TANGGAL 11 APRIL 1984

BAB I

PENYEDERHANAAN DAN PENGENDALIAAN PERIZINAN

Pasal 1

1) Penyederhanaan perizinan dilakukan dengan mengurangi jumlah perizinan yg harus dimiliki pengusaha untuk dapat melaksanakan kegiatan di bidang usaha tertentu, sehingga :

a. perizinan yg ada hanya yg benar2 diperlukan bagi kegiatan masyarakat di bidang usaha yg perlu dikendalikan;

b. perizinan yg tidak sesuai dengan maksud pada butir a diatas dihapuskan.

2) Unsur2 yg berhubungan dengan perizinan yg berlaku perlu disesuaikan dan dikendalikan, dengan memperhatikan antara lain :

a. persyaratan administratif untuk mendapat butir disederhanakan dan diperjelas dengan mengurangi jumlah dan menghindari pengulangan persyaratan yg sejalur dalam rangkaian perizinan yg bersangkutan;

b. jangka waktu berlakunya izin cukup panjang, sehingga dapat memberi jaminan bagi kepastian dan kelangsungan usaha;

c. prosedur pengurusan permintaan izin, penilaian, pengabulan/penolakannya dilakukan dengan tata cara yang jelas dan sederhana dalam waktu yg sesingkat­singkatnya, serta dengan mengurangi, meringankan, atau menghilangkan sama sekali biaya pengurusannya;

d. tata cara pelaporan yg harus disampaikan oleh penerima izin disederhanakan dan dibatasi jumlahnya serta tidak memberatkan pengusaha, sehingga satu laporan dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan berbagai Departemen/Instansi Pemerintah, baik di Pusat maupun di Daerah.

Pasal 2

1) Perizinan di bidang usaha disusun atas pola sebagai berikut:

a. Izin usaha didasarkan pada satu izin yang bersifat pokok yg sekaligus merupakan izin bagi kegiatan usahanya;

b. Perizinan di luar izin yg bersifat pokok dimaksud pada butir a, hanva diadakan sepanjang diperlukan untuk mendukung ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal l ayat (1).

2) Penyimpangan dari kerangka perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini dilakukan hanya untuk kegiatan usaha, barang, dan jasa yang berada di bawah pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Lampiran Instruksi Presiden.

Pasal 3

Dalam hal diperlukan karena pertimbangan pembangunan di bidang perekonomian dan/atau kepentingan umum, menteri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I melalui Menteri Dalam Negeri, serta setelah memperoleh persetujuan Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan, Industri, dan Pengawasan Pembangunan dapat menetapkan kegiatan/usaha, barang dan jasa tertentu di bawah pengawasan.

Pasal 4

(1) Izin usaha diberikan dengan mempertimbangkan terutama tujuan2 sebagai berikut :

a. pengembangan yg sehat bagi kegiatan usaha di bidang yang bersangkutan;

b. perlindungan masyarakat konsumen dengan jaminan mutu hasil produksi yg memadai;

c. pencegahan gangguan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan.

(2) Izin usaha hanya dapat dicabut dalam hal kegiatan usaha yg bersangkutan tidak memenuhi syarat2 dalam izin usaha.

Pasal 5

Perizinan dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan secara fungsional oleh satu Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pemerintah Daerah yang sesuai dengan tugas pokoknya dan fungsinya.

BAB II

PUNGUTAN PERIZINAN

Pasal 6

Segala pungutan, biaya, dan uang administrasi dengan nama dan sebutan apapun yg dikaitkan dengan perizinan harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­undangan yg berlaku dan terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri Keuangan serta disetor ke Kas Negara atau Kas Daerah yang bersangkutan.

BAB III

PENGAWASAN DAN PENERTIBAN PERIZINAN

Pasal 7

(1) Dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan di bidang usaha, penerima izin dapat diwajibkan untuk memberikan laporan paling banyak satu kali setiap semester (6 bulan) sesuai dengan formulir isian yang ditetapkan.

(2) Bentuk, isi, dan data informasi dalam laporan dimaksud dalam ayat (1) disusun secara terpadu sehingga dapat memenuhi kebutuhan dan dapat digunakan oleh Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen/Pemerintah Daerah yang tugasnya berhubungan dengan kegiatan/bidang usaha tersebut.

Pasal 8

a. Pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan keuangan dan pembangunan, baik melalui pengawasan atasan langsung maupun melalui pengawasan fungsional.

b. Penertiban terhadap pelaksanaan perizinan yang menyangkut personil dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan kepegawaian, termasuk tuntutan ganti rugi disiplin pegawai negeri, dan tuntutan kepidanaan.

BAB IV

KETENTUAN LAIN2

Pasal 9

a. Penyederhanaan dan pengendalian perizinan yang dilakukan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen dikonsultasikan dengan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, untuk mendapatkan persetujuannya.

b. Penyederhanaan dan pengendalian perizinan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat ll dan Pemerintah Daerah Tingkat I mendapat persetujuan tertulis masing2 dari Gubernur dan Menteri Dalam Negeri.

c. Persetujuan dimaksud pada ayat (20 tembusannya disampaikan kepada Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

d. Apabila dipandang perlu Menteri Dalam Negeri berkonsultasi dengan Menteri teknis yang bersangkutan. (RA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

SOEHARTO.

Jakarta, Buissnes News

Sumber : BUISSNES NEWS (18/04/19884)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 700-703.

(RA)

Bussines News, Jakarta

Sumber : BUSINESS NEWS (18/04/1984)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku VII (1983-1984), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 698-700.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.